Balada CD Warna Pink
Barang yang berserakan itu beraneka ragam, bahkan ada sampah bekas bungkus makanan juga disana. Namun ada satu barang yang menarik perhatianku. Sebuah celana dalam wanita berenda berwarna pink, ikut jatuh ke lantai parkiran. Milik siapa itu? Padahal aku tak pernah merasa memilikinya.
Seketika Mas Chandra menoleh ke arahku, kemudian tanganya sigap memasukkan kembali ke dalam plastik semua barang-barang tersebut dengan cepat.
"Bentar deh Mas, apa itu tadi yang warnanya pink?" tanyaku sambil mencoba merebut plastik itu, namun tangan Mas Chandra begitu lincah menaruh dibalik punggungnya.
"Eh, ini.... bukan apa-apa kok, Dek. Cuma kain lap saja," ucapnya gugup.
"Oh cuma kain lap ya? Siniin plastiknya, aku kan mau ambil sandalku. Ngapain kamu masukkan lagi?" Aku mencoba membujuknya untuk memberikan kembali plastik itu.
"Kayaknya sandal kamu itu sudah jelek dan nggak layak pakai deh, Dek. Mending sekarang kita beli yang baru saja ya."
Tangan kanan Mas Chandra membuka bagasi mobilnya yang tadi sempat tertutup, mencoba untuk masukkan kembali plastik itu kedalam mobilnya. Dengan sigap pula, aku merebut plastik tersebut. Alhasil terjadilah adegan rebutan plastik itu di antara kami berdua, persis dua bocah yang berebut satu es krim. Ya Allah sampai segininya kamu Mas. Wibawa dan harga diri kamu lenyap, hanya demi sebuah kancut pink itu.
"Lepasin nggak, Mas?!" ucapku lantang sambil melotot kearahnya.
"Sudahlah, Dek. Jangan kayak anak kecil gini. Malu kan kalau sampai dilihatin karyawan nanti."
"Tuh kamu masih punya malukan?! Mangkanya lepasin plastik ini sekarang juga, atau aku akan teriak biar semau karyawan kita tahu kalau CEO nya bersikap childish!"
"Tolonglah, Dek. Aku buang sekarang juga ya plastik ini ketempat sampah. Semua isinya cuma sampah, tadinya mau aku buang tapi lupa," ujarnya memelas.
"Lepasin sekarang juga, atau aku benar-benar teriak nih?! Oke kalau kamu nggak mau lepasin aku akan teriak sekarang! 1 2......."
"Eh iya-iya Dek, aku lepasin jangan teriak ya. Malu." Dia pun akhirnya merelakan plastik besar itu untukku.
Tanpa membuka ikatannya, aku pun langsung merobek bungkusan itu. Tentunya isinya langsung berhamburan lagi ke lantai. Terlihat Mas Chandra frustasi, satu tanganya berkacak pinggang, dan tangan lainnya memijit keningnya.
Ku pungut CD berwarna pink itu dengan dua jariku, jijik.
"Ini yang kamu bilang cuma kain lap?! Kain lap apa?! Lap mobil atau lap se******an?!" teriakku sambil mengacungkan CD itu pada Mas Chandra.
Dia tak bisa menjawab, bingung sepertinya. Kali ini dia menyandarkan kepalanya di mobil.
"Aku masih cukup waras Mas, untuk membedakan mana kain lap dan mana kain yang lainnya! Demi secuil kain ini sampai sebegitunya kamu menyembunyikannya dariku?! Jawab mengapa barang ini sampai ada di mobilmu?! Dan siapa pemiliknya?!"
"Itu...itukan punyamu, Dek. Masak kamu lupa sih?" katanya sambil nyengir.
"Aku nggak punya celana dalam yang kekurangan bahan seperti ini!"
"Maksudku, itu nantinya akan jadi milikmu. Sebenarnya beberapa hari yang lalu aku membelinya dan ingin memberi surprise buat kamu, tapi aku kelupaan. Gitu Dek."
Pintar juga ternyata kamu beralasan Mas. Tapi aku tak sebodoh itu, sehingga percaya dengan mulut manismu itu. Untung saja aku sudah tahu belangmu dari kemarin, jadi saat menemukan benda ini di mobilmu, aku tak terlalu kaget sih. Di dalam kantor saja kamu jadiin tempat m***m kok, apalagi di dalam mobilmu.
Hanya saja dengan adanya CD ini, bisa menjadi alasanku untuk sedikit meluapkan emosi yang telah terpendam sejak kemarin. Tak apalah pemanasan dulu, biar aku lebih semangat memberi pelajaran padamu nantinya. Puas aku melihat wajahnya yang pucat dan kebingungan, makanya mokondo saja banyak tingkah!
Aku mengangguk-anggukan kepala, pura-pura percaya pada omonganya tadi.
"Terus kenapa ada noda dan bercak berwarna kuning kecoklatan disini?! Sepertinya ini juga bukan barang baru, ini bekas pakai!" Aku melotot lagi kearahnya.
Kali ini Mas Chandra menggaruk-garuk kepalanya. Ternyata kamu itu bukan pemain yang pintar berakting ya? Buktinya semua tingkahmu menunjukkan kalau kamu itu memang salah. Namun pura-pura bodoh aja lah. Lumayan dapat hiburan gratis, he-he.
"Kemarin itu kan aku habis beli ini, aku juga beli minuman kopi dan kubawa kemobil. Eh tumpah dan aku spontan mengelapnya pake ini, Dek. Mangkanya CD itu tak jadi kuberikan kepadamu, mau kubuang saja dan rencananya hari ini aku akan membelikanmu yang baru lagi, Dek."
"Kau kira aku ini anak kecil yang begitu mudahnya kau bohongi ya, Mas? Nih coba cium sendiri baunya! Bau kopi atau bau apa?! Aku masih bisa membedakan bau-bauan!" ucapku sambil membuang celana dalam itu kearahnya.
Mas Chandra dengan sigap memangkap benda keramat itu. Dan langsung menaruh dibagasi mobilnya lagi.
"Sekarang katakan yang sebenarnya, siapa pemilik barang itu?! Atau aku akan memecatmu secara tidak terhormat dari jabatan CEO, karena kamu sudah mulai berani bermain api dibelakangku. Dan jangan lagi injakkan kakimu di rumahku!"
"Jangan begitulah, Dek. Hanya gara-gara kain lap saja kamu marah segitunya. Please....." katanya sambil berusaha menyentuhku, namun kutepis tangannya itu.
"Cepat katakan siapa pemilik barang itu?! Atau jangan-jangan ini milik sepupumu yang fotonya ada di meja kantormu itu ya?"
"Ah.... iya benar sekali apa yang kamu katakan, Dek. Lupa aku kalau ini milik dia," pungkas nya sumringah. Sepertinya dia merasa aku telah kalah.
Sebenarnya aku tak sebodoh itu sih, namun aku tak ingin melampiaskan semua kemarahanku sekarang. Rasanya kok kurang greget. Ibarat membunuh, aku ingin menyakitinya pelan-pelan, hingga dia merasa hidup segan mati tak mau.
Jangan pernah bermain api dengan istri yang telah memberi seluruh kepercayaan dan hidupnya padamu, Mas. Karena jika sudah bertindak, dapat kupastikan hidupmu nantinya hanya akan berisi penyesalan saja.
"Lalu kenapa sampai celana dalam sepupumu itu tersimpan di dalam mobilmu?!" Aku bersedekap di depannya, menunggu jawaban tak masuk akal apa lagi yang akan keluar dari mulutnya.
"Jadi kemarin itu, dia datang sama pacarnya Dek. Lalu mereka pinjam sebentar mobilku, katanya sih untuk beli apa gitu. Mungkin waktu itu di dalam mobil mereka sempat main kikuk-kikukan gitu Dek," ucapnya sambil tersenyum dan alisnya dinaik turunkan.
Semakin tak jelas saja kamu ini, Mas. Tadi ngomong apa sekarang ngomong apa. Kebanyakan bohong sih jadinya kacau kan. Untung saja mood ku hari ini lumayan baik, jadi kali ini kubiarkan kamu lolos. Eits jangan salah semua tidak ada yang gratis untukmu saat ini.
"Hem, bisa jadi sih. Lalu tadi kenapa kamu bilang, celana dalam itu kamu beli untukku? Kok berubah-ubah terus sih Mas ucapanmu?!"
"Ya maaf Dek. Aku kan sekarang sudah tua, banyak pikiran juga kan, ngurusin perusahaan, ngurusin proyek. Jadi ya pelupa banget gitu."
"Ya sudah deh, aku maafin kali ini. Tetapi celana dalam itu aku bawa ya, nanti akan aku kembalikan saat sepupumu itu kamu ajak main kerumah. Dan satu lagi, karena kamu sudah membuat mood ku jelek siang ini, sebagai gantinya aku minta uangku yang sepuluh juta tadi kamu transfer balik ke rekeningku!"
"Haduhh, kok gitu sih, Dek. Bawa saja celana dalam ini atau buang sesukamu nggak apa-apa Dek. Tapi jangan minta kembali uang itu ya. Plisss," rengeknya.
"Nggak ah! Pokoknya aku minta uangku kembali sekarang juga, karena aku akan shoping habis ini, untuk mengembalikan mood ku ini. Cepetan toh! Atau kamu mau celana dalam pink ini berbuntut panjangggg?!"
Mas Chandra mengusap kasar wajahnya, lau dia menarik nafas dalam-dalam. Ekspresi yang tidak bisa kuartikan.
"Baiklah Dek. Aku tak mau hal sepele seperti ini membuat hubungan rumah tangga retak. Oke, aku akan transfet balik, tapi nggak semau ya Dek. Tiga juta saja ya, sisanya kubuat pegangan."
"Mangkany kalau nggak ingin rumah tangga kita retak, ya kamu jangan aneh-aneh lah. Istri mana yang nggak akan marah dan curiga, jika di dalam mobil suaminya ada celana dalam bekas pakai? Sedangkan celana dalamku saja tak pernah kamu simpan di mobil kok, eh ini malah nyimpen celana dalam orang lain. Ya sudah aku ngalah deh, kirim balik lima juta saja ke rekeningku, sekarang juga!"
"Oke deh, Dek. Aku kirim sekarang juga ya," ucapnya sambil akan berjalan menjauhiku.
"Eh-eh lha kamu mau kemana to, Mas? Katanya mau transfer sekarang kok malah mau pergi,"
"Kan aku mau ke mesin ATM itu, Dek," jawabnya sambil menunjuk mesin ATM yang ada di seberang jalan.
"Lha kamu kan punya M-bangking, ngapain repot-repot ke mesin ATM?"
"Lagi trouble punyaku, Dek."
"Ya sudah sana berangkat cepet. Mangkanya diupgrade biar nggak trouble melulu."
Mas Chandra pun lalu berjalan menuju ATM itu. Alasanmu terlalu buruk, Mas. Pasti kamu tak mau membuka ponsel mu di depanku, dan kamu takut aku tahu berapa saldo aslimu. Aku sangat yakin jika dia masih punya simpanan, hasil dari money laundy uangku selama ini.
Setelah uang sebesar lima juta itu masuk rekeningku lagi, aku lun langsung pergi dari sini, tak lupa kubawa pula celana dalam itu, siapa tahu suatu saat barang ini berguna, he-he. Aku pun pulang kembali ke Jombang, dan nanti aku akan mengukuhkan perjanjian disana atas property yang baru tadi kubeli. Biarlah saat ini dia berpikir telah berhasil mengibuliku. Padahal dia tak tahu aku sudah memasang banyak kamera pengintai, yang akan melaporkan semaunya kepadaku. Termasuk si pemilik asli CD pink ini, aku yakin pasti akan ketahuan sebentar lagi. Tak perlu main otot atau pun emosi, lebih baik main cantik saja deh.
***** *****
Terima kasih yang sudah berkenan membaca dan membuka part ini. Semoga para readers ku selalu sehat dan dilimpahkan kebahagiaan.
Mohon maaf sebesar-besarnya jika ada yang tidak berkenan.
