Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bertemu Dengan Cakra

Drettt... Dreett...

"Hallo, iya kak besok Adhisti pulang," Ujar Adhisti sambil dengan mata terpejam, Setengah sadar.

"Ekhem..!! Adhisti, saya hanya mengingatkan jangan sampai telat!"

Adhisti membuka matanya saat mendengar suara yang terdengar tidak asing, detik itu juga ia membelalakkan matanya ketika melihat siapa nama yang tertera disana.

"Oh my good! Ternyata Cakra yang menelfon, mampus aku." Gumamnya pelan. Namun justru malam Cakra mendengarnya karena ia berbicara tepat di depan ponselnya.

"Adhisti, saya sudah mendengar semuanya. Segera bangkit dan berangkat!"

Klip.

Setelah itu panggilan terputus secara sepihak. Adhisti memukul kepalanya pelan, entah bagaimana nanti nasibnya ketika bertemu dengan Cakra.

"Bodoh! Bodoh! Kenapa nggak kamu lihat dulu sih Adhisti." Gumamnya sambil terus memukul kepalanya.

"Tapi gapapa juga sih, paling-paling nanti dia juga lupa sendiri." Ujarnya lagi sambil menyingkap selimut tebalnya.

Setelah itu ia beranjak dari tempat tidurnya dan berjalan kearah kamar mandi untuk melakukan ritual paginya sebelum beraktivitas. Sebelumnya Adhisti sudah melihat jam terlebih dahulu, karena mandinya sangat lama, jadi ia harus bisa menyesuaikan waktu yang tersisa demi menjaga dirinya agar tetap bisa datang tepat waktu. Itulah cara Adhisti agar ia tidak terlambat, ia membagi waktu tersebut dengan baik.

Adhisti membiarkan rambutnya badah terkena rintikan air dari shower. Itu termasuk salah satu bentuk terapi kepala agar fresh kembali. Setelah itu ia mulai melakukan ritual mandinya, berendam dan membersihkan tubuhnya.

Kurang lebih dua puluh menit Adhisti berada di dalam kamar mandi, setelah itu ia keluar dari kamar mandi dengan keadaan lebih fresh dari sebelumnya. Ia sudah rapih dengan pakaian yang ia kenakan dari dalam kamar mandi.

Adhisti terlihat sangat cantik dengan balutan blezer brown di tubuhnya, dengan dalaman tan top black dan celana bagy pants ketat. Tidak lupa ia menata rambutnya yang curlly, tanpa asesoris apa pun. Walaupun terlihat sangat sederhana, Adhisti terlihat sangat berwibawa dengan pakaiannya. Sebagai pelengkap ia memakai sepatu boot high.

Ting Tong!

Terdengar bel berbunyi tandanya bahwa ada tamu yang datang ke apartementnya. Adhisti segera menyelesaikan kegiatannya memakai sepatu, kemudian ia bergegas berjalan kearah pintu.

Ceklek..

"Selen?"

"Pagi kak!" Ujar Selen sambil melambaikan tangan kearah Adhisti.

"Sudah siap kami Sel?" Tanya Adhisti sambil menatap dari atas rambut Selen hingga ujung kakinya. Terlihat bahwa Selen sudah rapih sambil membawa tasnya.

"Sudah dong, biasanya kak Adhisti yang mampir kebawah, sekarang aku yang kesini karena merasa tidak enak dengan kakak, masak atasan menghampiri bawahan sih." Ujarnya sambil tertawa renyah.

Sementara Adhisti berdecih pelan. "Sudahlah kita sama saja derajatnya. Sekarang kita berangkat saja kalau kamu sudah siap, tadi saja aku sudah di telfon sama CEO nya." Ujar Adhisti sambil berjalan masuk kedalam apartemennya untuk mengambil kopernya.

"Seriusan pak CEO, telfon kakak?"

"Sini biar saya yang bawa kak," ujar Selen hendak meraih gagang koper, namun Adhisti menepisnya.

"Tidak masalah, biar aku saja yang bawa."

"Memang sangat gila itu CEO, pagi-pagi buta telfon orang, ganggu saja." Gerutu Adhisti sambil masuk ke lift.

Tak lama kemudian lift pun berhenti. Menandakan bahwa mereka sudah sampai, dengan segera mereka berdua melangkahkan kakinya menuju parkiran untuk mengambil mobilnya.

Selama perjalanan mereka tidak ada yang membuka pembicaraan, Selen sibuk dengan laptopnya, karena memang ia sedang bekerja. Sedangkan Adhisti fokus dengan menyetirnya.

Namun pada saat mereka sedang sibuk dengan kegiatannya masing-masing, tiba-tiba ponsel Adhisti yang ia taruh dasbor, berdering.

Dreettt.... Drrreeetrrr...

"Siapa sih yang telfon, ganggu orang nyetir aja." Gerutu Adhisti sambil memencet tombol hijau tanpa melihat siapa nama yang menelfon.

"Hallo, siapa sih ganggu orang nyetir aja!" Gerutunya.

"Sudah sampai mana?"

Deg!

Dengan segera ia menarik ponselnya kemudian melihat siapa yang sedang menelfonnya, lagi-lagi ia dibuat terkejut oleh suara Cakra yang tengah menghubunginya.

"M-maaf, aku kira siapa tadi. Aku segera kesana." Ujar Adhisti kepada Cakra yang tengah bertanya sedang dimana Adhisti.

"Nggak perlu kamu kirim supir, aku aja masih kuat kalau kamu suruh muter Tokyo sampai ujungnya. Sudahlah aku matikan dulu!"

Kemudian Adhisti pun mematikan ponselnya secara sepihak dan mengembalikan ponselnya di dasbor.

"Siapa kak?" Tanya Selena penasaran.

"Cakra. Masak aku bentak-bentak dia lagi kayak tadi pagi! Huh!"

"Kebiasaan sih kakak kalau ada telfon nggak pernah di lihat namanya dulu, kalau sama aku mah santai, tetapi kalau tiba-tiba yang telfon client penting gimana?" Ucap Selena kepada Adhisti.

Sedangkan yang ia ceramahi sedang menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Aku sendiri juga tidak tahu kenapa aku jadi seperti ini. Tetapi kalau client kayaknya nggak mungkin, karena semua data kontak aku berikan kepada kamu."

Selena mengangguk. Memang semua data Adhisti berikan kepada Selena, tujuannya agar ia tidak kebingungan. Dan itu juga memang ide Selena, selain heandle butik, Selena juga heandle endors dan tawaran pemotretan Adhisti, semuanya yang mengatur Selena.

Dan pernah juga berkali-kali Adhisti salah telfon dan salah menjawab telfon seperti yang baru saja terjadi. Maka dari itu Selena sangat hafal sifat Adhisti. Belum lagi ia bekerja dengannya sudah sepuluh tahun lebih, sejak pertama Adhisti menjadi artis.

Tak lama kemudian mereka pun sampai di tempat yang telah Cakra sharelok. Adhisti menatap kagum dengan gedung yang ada di depannya saat ini. Gedung ini sangatlah besar dan luas. Belum lagi bangunan yang ada di sekitarnya ini sangatlah banyak. Dengan segera ia melangkahkan kakinya masuk kedalam gedung utama, disana ia disambut oleh para karyawan yang seperti sengaja Cakra siapkan untuk menyambut tamu yang datang.

"Watashitachi no ofisu e yōkoso." ucap salah satu karyawan yang ikut berbaris di depan sana.

Adhisti tersenyum manis sambil menangkupkan kedua tangannya sopan. "Arigatōgozaimashita." Jawab Adhisti kepada mereka.

kemudian mereka mempersilahkan Adhisti untuk masuk kedalam kantor tersebut. Salah satu karyawan yang ikut berbaris di depan pun mengantarkan Adhisti dan Selena keruangan CEO.

"Jōshi ga matte iru nyūryoku shite kudasai." ucapnya sambil mempersilahkan dengan sangat sopan.

Adhisti pun mengangguk. "Dōmo arigatōgozaimashita."

"Koko de totemo kōeidesu. Anata no shigoto o tanoshinde kudasai." ujar Adhisti lagi.

Karyawan tersebut tersenyum ramah kepada Adhisti. "Sumimasen." ujarnya sambil menundukan sedikit kepalanya. setelah itu karyawan tersebut pun pergi meninggalakan Adhisti.

Sementara Adhisti tiba-tiba merasakan jantungnya berdetak lebih kencang. Perasaannya bercampur aduk, setiap kali mendengar nama Cakra jantung Adhisti selalu berdetak tidak normal. Berkali-kali ia mencoba menarik nafasnya perlahan kemudian ia menghembuskannya perlahan, namun masih terasa gugup.

"Kakak tidak apa?" Tanya Selena melihat Adhisti gugup.

"It's okay Selena." Ujar Adhisti pelan.

kemudian jari jemarinya mulai mengetuk pintu itu pelan.

Tok Tok Tok

"Masuk!" ujar seseorang yang ada di dalam ruangan tersebut yang tak lain adalah Cakra.

Mereka berdua saling pandang sebelum mereka benar-benar masuk kedalam ruangan tersebut. Mereka hanya terkejut karena Cakra menjawabnya dengan sangat cepat. Tanpa menunggu waktu lama lagi, mereka berdua masuk kedalam ruangan itu.

"Permisi," Ujar Adhisti pelan.

Kursi kantor yang Cakra duduki berputar, menghadap Adhisti. Ia meminta Adhisti untuk duduk di kursi sebrang meja.

"Silahkan duduk,"

Adhisti pun menuruti permintaan atasannya ini. Perasaan gugupnya masih melekat. Gaya berjalannya yang awalnya sangat anggun dan berwibawa kini menjadi salah tingkah dan tidak ada wibawanya sama sekali.

"Kamu kenapa pucat? sakit? atau kamu belum sarapan?" Tanya Cakra bersamaan.

Sontak Adhisti pun mendongakkan kepalanya menatap Cakra dengan tatapan kesalnya. Tidak bisakah ia peka bahwa dirinya ini sangatlah gugup menghadapinya.

"Kenapa Adhisti?" Tanyanya lagi.

Dengan segera Adhisti menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak papa, mungkin karena saya tidak memakai lipstik tadi." Ucapnya berbohong.

Cakra mengangguk. "Jangan lupa lain kali memakai lipstik ya! Biar cantiknya nambah." Ujarnya sambil dengan nada menggoda.

Sementara Adhisti sudah cemberut menatap Cakra, selalu saja sikapnya membuat siapa pun yang sedang berbicara dengannya pasti akan merasa kesal. Termasuk Adhisti. Tak lama kemudian pandangan Cakra beralih menatap Selena yang tengah duduk di sofa belakang Adhisti.

"Kamu asistennya Adhisti kan?" Tanya Cakra secara tiba-tiba sambil menatap Selena.

Selena yang awalnya sibuk bengong menatap interaksti mereka pun tersentak kaget. Dengan gerakan cepat ia mengangguk gugup. "I-iya pak!"

Cakra manggut- manggut. "Kamu juga tinggal disini ya! kasihan bos kamu sendirian, takutnya dia nangis minta pulang. Tetapi kamu tetap beda kamar sama dia, biarin dia mandiri juga." Ujarnya sambil melirik Adhisti.

Adhisti wajahnya merah padam mendengar celotehan tidak bermutu Cakra.

"Stop! Sebenarnya kamu meminta aku kesini untuk apa? Kenapa nggak meminta aku langsung ke ruang pemotretan aja!"

"Dari pada kamu minta aku kesini, endingnya tidak ada pembicaraan yang jelas disini, malah kamu mengejekku!" Gerutu Adhisti kesal.

Sementara Cakra tersenyum puas melihat wajah kesal Adhisti. "Kok kamu jadi yang marah sih?"

"Aku minta kamu kesini cuma mau ngasih uang muka sama kamu," Ujarnya sambil menyerahkan cek.

Dengan segera Adhisti mengambilnya dari tangan Cakra. "Ada lagi?"

Cakra menggelengkan kepalanya.

"Terima kasih, sekarang tunjukkan dimana ruang pemotretannya, saya akan segera kesana." Tanyanya kepada Cakra.

"Biar aku yang mengantar kamu!"

"No! aku bisa sendiri,"

Cakra menghela nafasnya berat, kemudian ia memberitahu Adhisti ruangan pemotretan. Setelah ia tahu, Dengan segera Adhisti beranjak dari duduknya kemudian ia berjalan keluar meninggalkan ruangan Cakra.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel