Apartement Untuk Adhisti
Sore hari telah tiba, kini pemotretan pertama Adhisi selesai. Semuanya berjalan dengan lancar dan tidak ada halangan apa pun. Sementara hasilnya harus menunggu persetujuan oleh bos besarnya terlebih dahulu, yang penting mereka telah berusaha semaksimal mungkin mengerjakan project ini.
Adhisti dan para model yang lainnya saat ini berada di ruang make up. Mereka sedang melepas asesoris yang ia kenakan, sekaligus berganti pakaian.
"Semuanya saya permisi pamit duluan ya!" Ujar Adhisti berpamitan dengan mereka yang ada di dalam ruang make up tersebut.
"Loh Dhis, mau langsung pulang? Nggak nunggu makan?" Tanya salah satu make over yang membantunya make up tadi.
Adhisti pun menggelengkan kepalanya. "Enggak usah kak, saya ada urusan soalnya." Ujarnya sopan. Wanita yang ia sebut sebagai make over itu pun mengangguk. Setelah itu Adhisti pun berjalan keluar bersama dengan asisten pribadinya.
Pada saat Adhisti hendak melangkahkan kakinya keluar kantor, tiba-tiba suara barinton mengglegar menghentikan langkah Adhisti untuk keluar.
"Adhisti..!!"
Saat ia menolehkan kepalanya, ternyata Cakra tengah berjalan sambil diikuti oleh asisten pribadinya di belakangnya.
"Kamu mau kemana?" Tanya Cakra sambil mengatur nafasnya yang sedikit terengah-engah.
"Pulang!"
Cakra mengernyitkan dahinya. "Memangnya kamu tahu letak apartemen saya?"
Seketika Adhisti menggelengkan kepalanya. Ia sama sekali tidak kepikiran gal itu, karena biasanya ia kan setelah selesai pemotretan pasti langsung pulang. Ia lupa bahwa saat ini tidak berada di areanya.
"Saya antar!"
Dengan segera Adhisti menggelengkan kepalanya. "Nggak-nggak. Kamu tunjukan saja dimana alamatnya biar saya sendiri yang mencarinya." Tolaknya halus.
"Nggak! Nanti kamu bisa tersesat."
Adhosti mengernyitkan dahinya. "Lah emangnya nggak salah? Aku disini dari kecil, sudah hafal area sini. Dahlah kamu kasih saja alamatnya."
"Ikut!" Ucapnya dingin.
"Ikut aja nona, biar cepat selesai urusannya!" Ujar asisten pribadi Cakra.
Finally, Adhisti pun mengangguk pasrah. Karena percuma juga ia berdebat dengan Cakra si kepala batu ini, yang pada akhirnya dia juga yang mengikuti permintaan Cakra.
Cakra tersenyum puas, akhirnya ia bisa mengendalikan Adhisti. Dengan langkah cepat Cakra berjalan kearah mobil pribadinya, dengan diikuti Adhisti. Sementara Asisten Cakra dan asistennya menaiki mobilnya berdua. Awalnya Adhisti bingung dengan keadaan ini, namun tak lama kemudian ia barulah faham bahwa ini semua ide Cakra.
Keadaan hening di dalam mobil, tidak ada salah satu dari mereka yang membuka suara. Cakra yang sibuk dengan menyetirnya, sedangkan Adhisti sibuk dengan ponselnya yang selama kurang lebih sepuluh jam ia matikan. Tidak ada yang penting notif di ponselnya, kemudian ia matikan kembali ponselnya. keadaan saat ini sangatlah awkward, namun Adhisti tidak memperdulikan itu, ia memilih untuk menatap keluar jendela melihat pemandangan pinggir jalan untuk menghindari keadaan awkward itu.
Hampir satu jam lebih keadaan itu berlangsung, tiba-tiba mobil berhenti di depan gedung yang sangat besar dan tinggi. Awalnya Adhisti merasa lega, ia mengira bahwa ia kini telah sampai di apartemen pribadi Cakra, namun dugaannya salah. Cakra malah membawanya ke mall.
"Turun!"
"Ngapain?"
Cakra menghela nafasnya pelan. "Sudahlah Adhisti, bisakah kamu tidak banyak bertanya? Aku sedang malas berbicara." Ujarnya dingin.
Sementara Adhist berdecih pelan mendengar celotehan singkat bos mudanya ini. "Sariawan ya? Kebanyakan nyicipin bibir skandal sih!" Sindir Adhisti kepada Cakra.
"Makanya jangan sering gonta ganti pasangan. Kasihan umur kamu masih sangat muda, kalau kamu terlalu sering berganti pasangan bisa-bisa terkena penyakit kelamin." Celoteh Adhisti sekali lagi.
Sementara Cakra hanya menggelengkan kepalanya sambil menatap Adhisti dengan tatapan malasnya. "Bilang aja kalau kamu cemburu,"
"Dih! Percaya diri sekali wahai anak muda. Aku seperti ini karena aku peduli dengan atasan saya!"
"Sudahlah cepat keluar,keburu petang nanti." Ujar Cakra sambil membuka pintu mobilnya. Tak lama kemudian Adhisti juga keluar dari dalam mobil.
Banyak pasang mata yang menatap Adhisti dari atas hingga bawah. Mereka menatap kagum dengan kecantikan Adhisti, belum lagi banyak sekali para buaya dengan berani kendekati Adhisti kemudian meminta foto bersamanya. Melihat hal itu Cakra yang awalnya berjalan mendahului Adhisti, sontak ia pun membalikkan badannya. Wajahnya merah padam melihat Adhisti sedang berfoto dengan para lelaki buaya di belakangnya. Dengan segera Cakra pun berjalan sangat cepat mendekati Adhisti
"Ikut saya sekarang!" Pinta Cakra dengan nada tegasnya.
Setelah ia berada sedikit jauh dari mereka, dengan segera Adhisti melepas cekalan tangan Cakra yang sangat kencang itu.
"Ih lepasin!" Ujar Adhisti galak.
Cakra menatap tajam kearah Adhisti, wajahnya memerah, urat-urat yang ada di lehernya kelihat menandakan bahwa dia sedang marah.
"K-kamu kenapa natap aku kayak gitu?" Tanya Adhisti takut.
"Kamu yang kenapa? Ngapain kamu foto sama dia segala hah? Sama cowok lagi!" Ujarnya kesal.
Adhisti tersenyum menatap Cakra. Ia menduga bahwa Cakra sedang cemburu dengan para fansnya. "Hhahah..!! Kamu cemburu ya? Jujur hayo!" Ujarnya sambil menunjuk wajah Cakra.
Cakra pun dengan segera menepis jari telunjuk Adhisti secara kasar. "Nggak!"
"Jujur Cakra, aku tahu kalau kamu cemburu!"
"Sudahlah kita ke restoran aja!" Ujar Cakra mengalihkan pembicaraan sambil menarik pergelangan tangan Adhisti tiba-tiba. Namun kali ini ia menarik dengan lembut.
"Nggak usah tarik-tarik Cakra!"
"Cakra lepasin!"
Protes Adhisti terus memberontak, mencoba melepaskan pegangan tangan Cakra. Namun justru, Cakra malam membawa tangan Adhisti memeluk lengannya.
"Diamlah Adhisti, saya lakukan ini agar kamu tidak di lirik orang lain." Ujarnya sambil terus berjalan tanpa menolehkan kepalanya.
Adhisti mengernyitkan dahinya. "Cih, ngakunya aja nggak cemburu, tapi kenyataannya cemburu."
Cakra menghentikan langkahnya, kemudian menolehkan kepalanya memolotot kearah Adhisti. Seketika Adhisti menundukkan pandangannya, kala melihat Cakra yang memelotot tajam.
"Jalan!" Ujarnya dingin.
Akhirnya mereka pun berjalan lagi, dengan posisi bergandengan. Selama perjalanan Adhisti hanya banyak diam, fokus dengan jalannya. Hingga sampai di restorant mall, Cakra meminta Adhisti duduk di bangku depannya.
Adhisti pun mengangguk, menuruti permintaan Cakra. Sementara Cakra sendiri, memanggil pelayan untuk memesan makanan.
"Mau pesan apa kak?" Tanya wanita itu sambil memegang notesnya.
Cakra sempat membolak balikkan buku menu, Banyak makanan khas jepang, namun Cakra memilih untuk memesan makanan indonesia, yang ada didalam menu itu. Walaupun hanya beberapa menu indonesia.
"Spageti sama daging panggang. Kalau ada daging sapi, kalau babi aku tidak mau." Ujarnya sambil menutup menu.
"Adhisti, kamu pesan apa?"
"Aku mau sushi, sama lobster saos tomat." Ujarnya bersemangat.
Pelayan itu menulis pesanan mereka. "Ada lagi yang di pesan kak?"
Cakra dan Adhisti menggeleng secara bersamaan. "Tidak!" Ujarnya bersamaan juga.
Sontak pelayan itu pun tersenyum manis kearah mereka. "Kakak berdua ini sangat kompak! Kalian setelah makan juga kompakan tidak minum kak?" Tanya Wanita itu sambil tersenyum.
Sementara Adhisti dan Cakra saling pandang satu sama lain. "Jus jeruk," Ujar Cakra kepada pelayan.
Sementara Adhisti berdecih pelan. "Genmaicha satu kak." Ujar Adhisti sambil menatap Cakra mengejek.
Pelayan itu mengangguk. Kemudian ia pun berlu meninggalkan mereka berdua.
"Cinta banget sama indonesia, sehingga kemana pun kamu pergi hanya masakan indonesia yang kamu pilih."
Cakra mengernyitkan dahinya menatap Adhisti. "Maksutnya?"
"Lain kali kamu coba masakan khas sini, tidak kalah enak seperti menu makanana indonesia." Ujarnya.
"Bukannya aku sok-sok an, cuman aku tidak doyan makanan khas sini. Aneh rasanya," Ujar Cakra membela diri. Tetapi memang itu kenyataannya, ia sendiri tidak doyan dengan masakan khas kota ini.
"Sushi?"
"Aku tidak suka."
"Berapa tahun kamu disini?"
"Satu tahun."
Mata Adhisti membola. "Berarti selama satu tahun ini kamu sama sekali tidak mencoba masakan jepang?"
Cakra pun menggeleng pelan. "Rasanya aneh!"
Adhisti berdecih pelan. "Enak. Kamu aja yang belum mencoba,"
Tak lama kemudian pelayan pun datang sambil membawa makanan mereka. Terlintas sebuah ide di benak Adhisti. Begitu makanan datang, dengan segera Adhisti menukar sushinya dengan makanan Cakra.
"Eits, kenapa di tukar?" Tanyanya bingung.
Adhisti pun tersenyum. "Kamu harus coba, tidak ada penolakan loh Cakra!"
"Aku tidak mau," Ujarnya sambil menggelengkan kepalanya. Namun bukan Adhisti jika ia tidak bisa membuat orang lain menurutinya.
Dengan sigap ia menyendokan sushi dan mengarahkannya kemulut Cakra. Awalnya Cakra tidak mau membuka mulutnya, namun setelah beberapa kali bujukan dari Adhisti, akhirnya ia pun mau membuka mulutnya. Dan sekarang malah ketagihan memakan sushi.
"Enak kan?"
Cakra mengangguk antusias. "Mau sushi lagi dong," Ujarnya kepada Adhisti.
Adhisti pun tersenyum hangat, kemudian ia memanggil pelayan untuk memesan sushi lagi.
