Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Teh Hangat Untuk Ceo Berondong

Malam harinya setelah Adhisti selesai membersihkan kamarnya, tidak sengaja ia melihat Cakra yang baru saja keluar dari lift dengan penampilan sangat kusut dan tidak beraturan. Bahkan jas yang ia kenakan serapih tadi, sekarang sudah berantakan tidak karuan.

"Hei berondong," Panggil Adhisti dari balik pintunya.

Sontak Cakra menolehkan wajahnya menatap Adhisti yang tengah mengintipnya dari balik pintu. Cakra hanya melihatnya sekilas, kemudian ia kembali fokus berjalan masuk ke kamarnya.

Hal itu membuat Adhisti mengernyitkan dahinya. "Kenapa tuh berondong? Biasanya kalau ketemu aku selalu aja dia rese, kenapa ini nggak?" Gumam Adhisti sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Kemudian sebuah ide terlintas di kepalanya, dengan segera ia masuk kembali kedalam kamarnya. Setelah sepuluh menit Adhisti berkutat di dapurnya, kini ia berjalan keluar sambil membawa nampan berisi teh hangat.

Hingga ia sampai di depan pintu kamar Cakra. Dengan susah payah Adhisti memencet tombol menggunakan tangan yang satunya, sementara tangan yang satunya lagi ia gunakan untuk menyangga nampan yang berisi teh hangat tersebut.

Ting Tong.

Tidak ada pergerakan sama sekali, kemudian Adhisti mencoba sekali lagi memencet tombol di pintu tersebut.

Ting Tong.

"Cakra....!!"

"Eh btw kamarnya kan kedap suara, mau aku teriak sampai capek pun pasti tidak akan terdengar!" Gumam Adhisti sambil memasang wajah lesunya.

Tak lama kemudian pintu kamar terbuka memperlihatkan Cakra yang tengah terkejut menatap Adhisti. Sambil mengusap rambutnya menggunakan handuk.

Detik itu juga Adhisti menatap Cakra dengan tanpa mengedipkan matanya. Adhisti terpana melihat wajah Cakra yang terlihat Fresh karena habis mandi, belum lagi rambutnya yang basah membuat ketampanan Cakra bertambah berkali lipat.

"Adhisti," Gumam Cakra pelan.

Sementara Adhisti menatap Cakra bengong. Hingga sebuah suara Cakra lagi membuyarkan lamunannya.

"Adhisti!" Panggil Cakra lagi sambil menepuk pelan pundak Adhisti yang letaknya sangat jauh di bawahnya.

"Hah! iya?" Tanya Adhisti gelagapan. Namun tak lama kemudian ia menormalkan kembali ekspresi terkejutnya.

"Kamu kenapa bisa ada disini?"

"Eh iya, ini aku buatin kamu teh hangat. Tapi nggak tahu sekarang mungkin sudah tidak hangat lagi," Ujarnya sambil menunduk menatap teh hangat yang ia bawa.

Cakra pun ikut menatap teh hangat itu, dengan segera Cakra mengajak Adhisti masuk kedalam kamarnya. "Masuk dulu," Ujarnya ramah.

Kemudian Adhisti pun mengikuti Cakra yang berjalan di depannya. Sontak Adhisti kagum melihat apartemen yang Cakra tempati. Semua barang-barang tertata dengan rapih, meja kerjanya pun rapih. Belum lagi tempat tidurnya sangat bersih dan rapih. Ia sendiri merasa minder karena kamarnya sendiri tidak bisa sepersih ini.

" Memangnya gapapa aku masuk ke kamar seperti ini?" Tanya Adhisti berhati-hati.

Sontak Cakra menghentikan langkahnua kemudian ia membalikkan badannya menatap Adhisti. "Gapapa lah, memangnya kenapa?"

Adhisti menggeleng pelan.

Beberapa detik kemudian ia menyodorkan teh hangat itu kepada Cakra. Dan dengan senang hati Cakra pun menerima teh hangat itu, lalu meneguknya hingga tandas.

"Astaga habis?" Tanya Adhisti sambil menatap Cakra meneguk teh hangat itu benar-benar hingga tandas.

Kemudian Cakra meletakkan kembali gelasnya di nampan yang kini berada di meja kaca di depannya. Saat ini posisi mereka sedang duduk di sofa depan ranjang king size.

"Segar! Tadinya aku memang mau keluar cari camilan. Tapi kamu kok bisa ada di depan kamar aku nggak tau?"

Adhisti menghela nafasnya pelan. "Dua kali aku pencet tombol, tadi tidak ada pergerakan sama sekali." ujarnya kesal.

"Atau mungkin aku pas mandi ya?" Tanya Cakra sambil mengetuk dagunya menggunakan jari.

Sementara Adhisti hanya mengangkat bahunya acuh. "Mana ku tahu. Agak lama sih aku berdiri, tangan aku aja sampai pegal gara-gara pegang tuh nampan." ujarnya sambil menunjuk nampan menggunakan dagunya.

Cakra terkekeh melihat ekspresi kesal Adhisti, reflek ia pun mengacak rambut Adhisti pelan karena saking gemasnya.

"Ih Cakra..!!! jangan di acak-acak dong!" Pekik Adhisti kesal.

Sementara Cakra malah terkekeh karenanya. Adhisti memanglah terlihat sudah berumur, namun tingkah lucunya masih ke kanak-kanakan menurut Cakra.

"Habisnya lucu sih," ujar Cakra hendak mengacak-acak Lagi rambut Adhisti Namun dengan segera Adhisti menepis tangan Cakra.

"No! Jangan harap kamu bisa acak-acak rambut aku." Ujar Adhisti memperingati Cakra, namun ia sama sekali tidak takut dengan Adhisti.

Keadaan hening sesaat. Keduanya tiba-tiba saling diam. Hingga di beberapa detik kemudian, Adhisti mulai membuka suaranya lagi.

"Kamu tadi dari mana?"

"Kantor. Jadi CEO ternyata capek ya Dhis!" Ujar Cakra sambil menyenderkan kepalanya di sofa dengan kedua tangannya terlentang di belakang punggung Adhisti.

"Enggak juga kok, asal semuanya bisa kita ajak bekerja sama dengan baik. Nanti lama-lama juga enjoy kok!"

Cakra menolehkan kepalanya menghadap Adhisti yang tengah tersenyum manis di sampingnya. "Kamu jadi model nggak capek?"

Adhisti tersenyum. "Ya kalau di tanya capek atau enggak pasti capeklah. Tetapi kembali lagi, aku kerja buat masa depan aku, masa depan adik-adik aku, jadi seandainya aku nggak kerja pasti semuanya akan berantakan." Ujar Adhisti bijak.

"Berarti kamu kerja buat menafkahi keluarga kamu juga?"

Adhisti mengangguk. "Iya dong, aku anak kedua tapi aku yang paling di harapkan disini. Dari kecil aku di tuntut mandiri oleh kedua orang tua aku, sementara kedua saudara aku delalu dimanja oleh mamah sama papah. Tapi aku tidak masalah, seandainya aku dari kecil manja, pasti diumurku yang sekarang ini belum punya apa-apa." Ujarnya.

Cakra tersentuh mendengar cerita Adhisti. Ia terharu sekaligus kagum dengan wanita yang ada di depannya ini. Bisa setegar dan semandiri ini, ia sendiri sebagai lelaki maih sering mengeluh capek karena pekerjaannya.

"Kalau kamu capek wajar, istirahat sebentar. Besok bangun dan semangat lagi. Kalau semisal kamu banyak ngeluh itu wajar, karena mungkin di umur kamu ini masih senang bermain bukan bekerja."

Cakra mengangguk setuju. "Benar sekali. Kadang aku juga mikir pengen main, kadang juga pengen lepas dari tanggung jawab. Tetapi mau bagaimana lagi ini semua tanggung jawab aku, dulu papah bangun perusahaan ini susah payah, jadi aku tidak mau seenak aku sendiri." Ujar Cakra sendu.

Adhisti mengangguk paham. Ia sangat tahu bagaimana isi kepala Cakra, ia sangat muda untuk diberikan tanggung jawab sebesar ini. Namun cara orang tuanya mendidik sangatlah bagus, karena sejak usia dini sudah dilatih bertanggung jawab. Seketika senyuman terbit di sudut bibir Adhisti. "Jalani aja, jangan buat pusing. Kamu masih muda, nanti kalau kamu sudah bisa mendirikan perusahaan pasti kamu akan merasa enjoy dengan pekerjaan kamu, karena apa? Karena perusaan itu milik kamu sendiri, pasti ada kebanggaan tersendiri, dan itu membuatmu bersemangat."

Cakra tersenyum menatap wanita yang ada di sampingnya. "Kamu sangat dewasa Adhisti." Ujarnya pelan.

Sontak Adhisti tertawa terpingkal-pingkal mendengar ucapan Cakra. hal itu membuat Cakra mengernyitkan dahinya bingung.

"Kok malah ketawa? Ada yang salah?"

Adhisti menghentikan tawanya sambil menggelengkan kepalanya. "Cakra, Cakra. Aku ini bukan dewasa lagi, tapi sudah tua. Sudah banyak cobaan yang menghampiriku, sudah banyak juga aku menghadapinya. Jadi masalah kecil seperti itu sudah aku anggap sebagai camilan sehari-hari." Ujarnya santai.

"Umur kamu berapa kalau boleh tahu," Tanya Cakra hati-hati.

Sedangkan Adhisti hanya tersenyum. "Jangan tanya umur, nanti kamu akan menyesal sendiri kalau sudah tahu jawabannya."

Cakra mengangguk. Ia mengerti, pasti Adhisti berkata seperti itu karena ia ingin merahasiakan umurnya. Cakra harus menghargai privasi orang lain, demi mengcegah kecanggungan gara-gara pertanyaannya tadi, Cakra memilih untuk mengalihkan pembicaraannya. "Kamu sudah makan?"

Adhisti menggelengkan kepalanya. "Belum,"

"Mau makan diluar?" tawar Cakra kepada Adhisti. kemudian Adhisti menggelengkan kepalanya membuat Cakra mengernyitkan dahinya. "Kenapa tidak mau? Terus kalau tidak mau mau kelaparan?"

"Kamu punya stok bahan makanan?"

"Dikulkas ada beberapa sayuran sama pasta, tapi nggak tau sudah kadaluarsa atau belum."

"Kamu mau masak?"

Adhisti pun mengangguk. Kemudian Cakra beranjak dari duduknya dan mengajak Adhisti untuk kedapurnya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel