8. Obsesi
Mata Shene tak beralih dari Abi, sedari tadi ia terus memperhatikan Abi, membuat Abi risih. Ia akui dari tadi Shene terus menatapnya membuatnya ingin sekali keluar dari ruangan memuakkan ini.
"Oke, kita selesai." Morry menutup pertemuannya.
Bian menganggukkan kepalanya. Bian tak sengaja melihat Shene yang terus memperhatikan Abi, dan sangat jelas meskipun Abi bersikap santai, tapi wanita itu sangat risih, "Apa kita bisa pergi?" Kata Bian akhirnya.
Morry melihat ke arah Shene yang tidak mengatakan apa apa, lalu morry mengangguk dan berkata, "Oke silahkan."
Abu menghela napas ia segera bangkit dari kursinya. Namun suara bariton itu membuat tubuh Abi menegang.
"Aku ingin bicara dengan Mrs. Rusell." Shene berdiri dari duduknya, "Berdua, hanya berdua." Lanjutnya.
Morry yang mengerti langsung undur diri. Menyisakan mereka bertiga, dan mau tidak mau Bian ikut keluar dengan Morry.
"Apa ad__"
"Kenapa kau kembali?" Tanya Shene tiba tiba membuat tubuh Abi menegang. Sejak kapan Shene mengetahui durinya adalah Abigail.
"Aku ti___"
"Abigail Amar." Wajah Abi seketika pucat pasi. Abi sudah menerawang ini akan terjadi tapi ia tidak menyangka secepat itu Shene mengetahui identitasnya.
Abi menghela napas, ia tersenyum ke arah Shene, "Kita bertemu lagi Shene.Mendell." Abi menekan ucapannya ketika memanggil nama pria itu.
Shene terkekeh, sialan takdir benar benar mempermainkan mereka.
"Kenapa kau dan dia kembali?" Tanya Shene membuat Abi membulat kan mata. Sialan sejauh mana Shene mengetahui identitasnya dan anaknya.
"Dia bukan anak mu, dan kau tidak usah khawatir, oke." Kata Abi.
"Kau yakin dia bukan anak ku?" Tanya Shene sinis.
"Lalu jika dia anak mu? Kau akan mengakuinya? Tidak bukan?"
Shene diam, ia tidak tahu lagi harus berbicara apa lagi, tapi melihat Abi ia ingin sekali menyentuh Abi, menciumnya, membuat bercak merah di setiap inci tubuh wanita itu, dan membuat wanita itu memohon. Sialan kau maniak!
"Aku harap kita bisa bekerja sama, Mr. Mendell." Abi tersenyum mengejek dan segera pergi dari ruangan itu, namun baru saja ia meraih handle pintu Shene kembali bersuara yang membuat tubuhnya kembali menegang.
"Kembalilah menjadi simpanan ku!" Abi terkekeh, ia berbalik melihat ke arah Shene, lalu tertawa.
Abi mendekat ke arah Shene, menatap lekat wajah tampan Shene, dan sialnya wajah semakin tampan dari terakhir kali mereka bertemu.
"Kau pikir aku mau?" Tanya Abi.
"Kau masih mencintai ku," kata Shene tanpa ragu.
Abi seketika tertawa mendengar perkataan Shene. Oke Shene belum berubah masih seperti dulu sangat percaya diri. Abi kembali menatap wajah Shene dan menghentikan tawaannya.
Ia menggelengkan kepalanya, "Aku tidak tertarik, Mr. Mendell," ujar Abi.
"Aku bisa memberikan segalanya," kata Shene. Oke Shene masih yang dulu sangat sombong.
"Dan aku sudah memiliki segalanya, uang? Kecantikan? Ketenaran? Keluarga? Aku sudah mempunyai nya." Abi membalikan badannya ia sudah muak melihat Shene.
"Aku bisa memberikan setengah perusahaan Mendell kepada Anggello dan memberikan nama belakang ku padanya." Tiba tiba perkataannya keluar begitu saja dari mulutnya. Dan perkataannya barusan sukses membuat langkah Abi berhenti.
"Anak ku tidak butuh sosok bajingan seperti mu!" Desis Abi lalu pergi dari ruangan itu.
***
Setelah kejadian itu Shene semakin terobsesi untuk kembali mendapatkan Abi, sudah seminggu semenjak pertemuan itu, dan Abi belum juga menghubungi nya, padahal Shene yakin Abi akan berubah pikiran, secara itu adalah keuntungan untuk Anggello, tapi sampai saat ini, Abi belum juga menghubunginya.
"Baiklah Abi, aku akan melakukan hal gila padamu." Shene sudah memikirkannya, jika Abi tidak mau kembali padanya maka salah satu cara agar Abi mau menjadi budak seks nya hanya paksaan dan ancaman.
"Hai sayang!" Pekik seorang perempuan membuat Shene terkejut karena perempuan itu datang tiba tiba. Siapa lagi jika bukan Jean.
"Berapa minggu kita tidak bertemu, aku sangat merindukanmu," kata Jean sambil tersenyum anggun. Perempuan cantik itu mendekat ke arah Shene mencium bibir Shene sekilas. Lalu memeluknya sedikit lama.
"Ada apa, sayang?" Tanya Shene, heran dengan kedatangan Jean. Padahal sudah 2 minggu lebih mereka tidak bertemu bahkan tidak berkomunikasi, dan kedatangan Jean yang menurut Shene rempong adalah bencana.
"Aku ingin makan siang, apa kau bisa menemani ku?" Tanya Jean.
Shene nampak ingin menolak, tapi ia ia benar benar tidak bisa menolak Jean. Sialan bukan? Dan akhirnya mau tidak mau dia menganggukkan kepalanya, membuat Jean tersenyum girang lalu menarik tangan Shene.
Seperti biasa Jean selalu mengoceh perihal kesehariannya, dan bagaimana ia sangat mencintai Shene. Dan seperti biasa juga Shene hanya tersenyum kecil lalu mengangguk dan menanyakan kabar kedua orang tua Jean.
"Aku ada pemotretan di Bali lusa." Jean mulai membicarakan hal serius kepada Shene.
"Lalu?" Tanya Shene.
Jean tersenyum getir, ia sangat tahu jika Shene tidak mencintainya lagi, Jean tahu itu. Tapi Shene tidak pernah meninggalkannya dan Jean sangat bersyukur atas itu.
Tapi di sisi lain ia juga harus menelan kepahitan ketika tahu jika Shene sering bermain dengan wanita lain. Awalnya Jean juga sama sama memegang teguh seks after married, tapi semenjak tahu jika Shene berselingkuh kepada adik tirinya sendiri, adik yang sangat ia benci, anak dari wanita yang telah menghancurkan keluarganya.
Di sanalah Jean merasa kesetiaannya tidak di hargai oleh Shene. Dari saat itu ia mulai mabuk mabukan, dan melakukan seks dengan senior di kampusnya.
"Jean?" Panggil Shene.
Jean langsung tersadar dan tersenyum ke arah Shene. Dan ternyata mereja sudah sampai di restoran tempat biasa mereka makan. Tempat favorit Shene dan Jean, tempat dimna Shene mengungkapkan perasaannya kepada Jean.
"Kita sudah sampai." Shene keluar dari mobilnya dan membuka kan pintu untuk Jean.
Seperti biasa mereka mengambil tempat duduk di dekat jendela.
"Shene, apa kau bisa menemaniku selama di bali?" Tanya Jean tiba tiba. Shene menyimpan ponselnya yang sempat barusan ia mainkan.
Shene tampak berpikir sejenak, "berapa lama?"
"3 bulan."
Shene menghela napas, ia membasahi bibir bawahnya, "Aku tidak bisa, Jean."
"Why? Kita sudah lama tidak menghabiskan waktu berbulan bulan bersama."
"Itu sangat lama, Jean, kau tahu aku sangat sibuk, dan aku juga akan segera menggantikan posisi daddy." Jawaban Shene membuat wajah Jean menjadi tidak bersemangat lagi, membuat Shene tidak enak hati kepada tunangannya itu. "Tapi aku berjanji aku akan mengunjungi mu di akhir bulan, si setiap bulannya," lanjut Shene
Dan seketika ekspresi Jean kembali bersemangat, membuat Shene juga tersenyum ke arah Jean. Jean sangat cantik, baik, dan pintar.
"Aku mencintaimu, Jean," tiba tiba saja mengucapkan hal itu.
To Be continue
