10. Kesepakatan
Kepalanya sakit begitu ia sadar, yang ia ingat terkhir Jean memukulnya dengan vas bunga, Abi kira dia akan mati, itu lebih baik dari pada hidup tanpa di inginkan oleh siapapun di dunia, hanya ayahnya saja yang ia miliki.
"Kau sudah sadar?" Itu ayahnya, benny tersenyum lalu meriah tangan Abi.
"Katakan pada ayah jika kau butuh sesuatu," ujar Benny.
"Bagaimna keadaan Aunty Carl?" Tanya Abi.
"Dia baik baik saja, dia sudah beristirahat di kediamannya."
Abi merasa lega, dia mersa bersalah dengan Charlotte, gara gara dirinya Charlotte jatuh pingsan.
"Katakan aku sangat minta maap, ayah."
Bian tersenyum, mencium tangan anaknya, "Itu bukan salah mu, sayang."
"Apa ayah marah padaku?" Tanya Abi.
"Tidak!"
"Apa ayah kecewa?" Tanya Abi.
Benny ingin menangis, tapi sebisa mungkin ia tahan, ia menggelengkan kepalanya, "Hanya sedikit, sayang."
"Maafkan Abi, ayah. Abi anak tidak berguna."
"Tidak sayang, kau anak ayah." Bisik benny lalu mencium kening Abi. "Apa kau mau menuruti keinginan ayah?" Tanya Benny.
"Pergilah dari sini, sayang. Ayah rasa itu adalah yang terbaik buat mu. Tapi ayah janji ayah akan mengunjungi mu setiap akhir bulan. Ayah sangat menyangi mu, ayah ingin yang terbaik buat putri ayah." Abi mengangguk memegang tangan ayahnya.
Abi harus pergi dari sini. Ini demi kebaikannya. Ia harus membuka lembaran baru di sana.
Flash back off
Abi sangat merindukan Ayahnya, pria yang selalu menjadi pelindung baginya, tapi sekarang ia sudah tidak pernah bertemu dengannya, Abi sangat merindukan ayahnya.
Ia memeluk lututnya, duduk di sofa di depan perapian.
"Mom? Kau menangis?" Abi tersentak kaget. Ia menghapus air matanya lalu tersenyum ke arah Anggello.
"Mom kelilipan sayang," kata Abi. Lalu mencium kening anaknya.
"Apa ada sesuatu sayang?" Tanya Abi, ia mengelus lembut puncuk kepala anaknya.
"Abi ada hal yang harus aku bicarakan dengan mu," kata Bian yang baru saja masuk ke dalam kamar Abi, ia bahkan tidak menyadari keberadaan Anggello.
"Apa sangat penting?" Tanya Abi.
Bian mengangguk. Lalu beralih ke arah Anggello. Tiak mungkin ia mengatakannya di depan Anggello.
"Hei son! Aime mencari mu. Bukannya kau menyuruh Aime membuatkan omlet untuk mu?" Bian mensejajarakan tingginya dengan Anggelo ketika menyadari ada Anggello di kamar Abi.
"Astaga aku lupa Bi!" Anggello segera pergi dari kamar Abi, seraya berlari girang.
"Ada apa?" Tanya Abi.
"Ini soal ayah mu."
"Aku tid___"
"Ayah mu struk, sudah 4 stengah tahun, semenjak kau pergi ayah mu kecelakaan, itu sebabnya ayah mu tidak pernah mengunjungi mu, dan semua perusahaan sekarang di pegang oleh Alya dan Jean."
Abi mematung, dadanya sesak, ia memutar ingatannya beberapa tahun lalu. Itu alasannya kepana setiap Abi menelpon ayahnya no ponselnya tidak aktif dan setiap menelpon ke rumahnya pelayan selalu bilang jika ayahnya sedang sakit.
Ternyata Alya merencanakan sesuatu.
"Kau harus menyelamatkan Ayah mu, Abi!"
"Dari mana kau tahu?" Tanya Bian, ia mencari kebohongan di mata Bian, namun pria itu terlalu polos, matanya bahakn memancarkan kekhawatiran.
"Salah satu pelayan di rumah mu, yang kasian kepada ayah mu."
"Apa yang harus aku lakukan?" Tanya Abi bingung.
"Aku tidak tahu. Perusahaan Ayahmu sekarang sudah berpindah tangan atas nama Alya, dan kau tahu perusahaan itu seekarang sedang mengalami krisis." Kata Bian.
Sialan! Itu adalah perusahaan turun temurun milik Ayahnya. Ayahnya pernah bilang perusahaan itu tidak boleh hancur, perusahaan itu harus turun temurun kepada keturunanya.
Abi tidak masalah tentang perusahaan itu yang jatuh di tangan Jean tapi jika perusahaan itu krisis akan seperti apa? Apalagi Abi tidak percaya dengan Alya. Abi tahu Alya tidak bisa mengurus perusahaan apalagi Jean mereka berdua berpotensi di bidang fashion bukan perbisnisan.
"Aku harus melakukan sesuatu, Bi!"
"Aku akan menghubungi beberapa teman pembisnis ku untuk membantu kita," kata Bian.
Lalu Abi teringat Shene. "Hubungi Shene, dan bilang padanya aku ingin menemuinya, malam ini!" Ujar Abi.
Bian menaikan sebelah alisnya tidak setuju, "Aku tidak___"
"Jangan ikut campur! Hubungi saja pria brengsek itu!" Desis Abi.
****
Abi memegang kartu kunci apartemen yang tadi ia dapatkan dari suruhan Shene, perasaannya tidak karuan, ia tidak menyangka akan kembali ke apartemen yang dulu sering ia datangi di setiap malamnya, ia menempelkan kartu tersebut ke platform magnet yang berfungsi sebagai pengunci pintu masuk utama menuju unit apartemen.
Cklek.
Pintu Apartemen terbuka, Abi melanglahakan kakinya masuk ke dalam sambil menutup matanya. welcome to your past again, Abigail Amar!
Dingin yang ia rasakan, bulu bulunya meremang, bahkan mantel yang ia pakai masih tidak membuatnya hangat.
Abi mulai merilekskan tubuhnya, ia menghela napas, lalu matanya muali terbuka melihat koleksi apartemen itu masih sama seperti dulu, tidak ada yang berubah.
Betepatan ketika seseorang keluar dari kamar! Kamar yang dulu sering ia pakai untuk melakukan seks dengan pria yang saat ini baru saja keluar dari sana.
Shene Mendell.
Pria itu tersenyum ke arahanya, dengan pakaian yang sialnya sangat seksi. Kemeja putih dengan tangan yang sudah di gulung sampai siku, masih mengenakan dasi hanya saja dasinya sudah longgar, bahkan kancing kemejanya saja terlepas sampi dadanya. Celananya masih mengenakan celana kantor, dan terkahir adalah rambut acak acakan.
Sialan! Kenapa Shene seksi sekali!
"Aku sudah menduga kau akan menghubungi ku, Ms. Abi Rusell, ahhh bukan lebih tepatnya Abigail Amar," ujar Shene dengan penuh percaya diri.
Abi tersenyum lalu melangkahkan
kakinya mulai masuk ke tengah apartemen milik Shene itu.
"Mari selesaikan apa yang kau tawarkan, Mr. Mendell, " bisik Abi mengelus rahang kokoh Shene, Abi bahkan menggit bibir bawahnya menggoda Shene.
Dan benar saja! Bajingan keparat itu meruduk ingin mencium Abi.
"Ups," Abi menutup bibir Shene.
"Jangan terburu buru, Sir. Kita harus membicarakan apa yang akan menjadi milik ku dan Anak ku terlebih dahulu," Abi menjeda kalimatnya, lalu ia berjinjit, berbisik di telinga Shene. "Sebelum aku mendesah di bawah mu," bisik Abi sensual, ia bahkan sengaja meniup telinga Shene.
Abi menjauh dari Shene lalu duduk di sofa, ia terkekeh melihat Shene yang masih mematung.
"Ayo kita bicarakan perusahaan mu, sir." Abi menatap Shene dengan begitu sensual.
Shene seakan tersihir oleh Abi, ia ikut duduk dengan Abi.
"Jadi????" Tanya Abi.
"Anggello berhak mendapatkan setengah perusahaan Mendell Company, dan dia mendapatkan nama belakang ku."
"Anggello akan membutuhkan perusahaan mu, tapi dia tidak membutuhkan nama belakang mu, jadi sebagai gantinya bagaimna dengan 1 perusahaan?" Tanya Abi.
Shene terkekeh. "Kau pikir aku sebegitu menginginkan mu?" Tanya Shene.
Sudah Abi duga, Shene tidak akan memberikan sepenuhnya perusahaan atas nama Anggello.
"Oke, ada tawaran satu lagi." Kata Abi.
"Katakan!"
"Buat bangkrut perusahaan ayahku, lalu aku akan mengambil alihnya dari Jean," ujar Abi.
"Aku tidak menyangka kau akan seagresif ini, Abi. Jean bahkan tunangan ku," ujar Shene.
"Ya atau tidak?" Tanya Abi.
Bagi Shene perusahaan Benny tidak ada apa apanya dengan perusahaan Shene apalagi perusahaan DH Company, Shene masih bisa membiayai semua keinginan Jean dan ibunya, jadi Shene akan melakukannya.
"Imbalannya adalah kau menjadi partner seks ku selamanya, deal!" ujar Shene
Abi bangkit dari duduknya, ia membuka mantelnya, menampilkan penampilan Abi yang begitu seksi, sialan! Abi hanya mengenakan bra berwarna hitam senada dengan cd nya. Ia menjatuhkan Mantelnya di Sofa, mendekat ke arah Shene, ia duduk di atas paha Shene.
"Apa yang akan kita lakukan malam ini, Sir?" Bisik Abi.
Shene menarik rambut Abi kebelakang, tidak terlalu kuat, tapi membuat Abi mendongakkan kepalanya. Lalu Shene mencium leher Abi dengan lembut, lalu mencium bibir Abi dengan sangat bergairah.
"Mari bersenang senang, miss. Rusell."
Shene lalu memangku tubuh Abi tanpa melepaskan ciumannya. Lalu membawanya ke dalam kamar, kamar yang sempat menjadi saksi mereka sempat bersma.
To Be Continue
