3. Berbohong
"Astaga, ada apa Carl?" pekik seorang perempuan ketika baru saja membuka pintu apartemennya, mendapati sahabatnya menangis dan yang membuat perempuan itu kaget adalah pakaian Charlotte yang hanya memakai kemeja hitam kebesaran setengah paha, dan rambut yang benar-benar berantakan, dan satu lagi, bibirnya bengkak, leher penuh dengan kiss mark.
Bukannya menjawab Charlotte hanya bisa terisak, masuk ke dalam apartemen sahabatnya itu, lalu duduk di sofa di ruang tamu.
Sedangkan perempuan itu mengambil air putih untuk Charlotte.
"Minum dulu, Carl! Ada apa ceritakan padaku! Bukannya malam ini pesta kakakmu? Kenapa kau bisa seperti ini?" ujar perempuan itu.
"Olivia." Hanya itu yang keluar dari mulut Charlotte, walaupun Charlotte sangat ingin bercerita, tapi rasanya suaranya tidak bisa berkata banyak, ia memeluk sahabatnya, menumpahkan air matanya ke dalam pelukan Olivia berharap perasaannya bisa lebih baik.
"Menangis lah, jika itu membuat mu benar-benar puas, menangis lah!"
Olivia dengan lembut membelai rambut sahabatnya, Samapi Charlotte benar-benar merasa lebih baik, ia sudah tidak mengeluarkan isakannya, ia hanya terdiam menghela napas teratur.
"Kau sekarang bisa cerita padaku, ada apa?" tamat Olivia, ia menangkup wajah cantik Charlotte.
"Aku ... aku di lecehkan," bisik Charlotte membuat mata Olivia membulat sempurna.
"Kau tidak sedang bercanda kan, Carl?" Tanya Olivia tapi melihat wajah Charlotte yang sangat putus asa dan tampilan Charlotte yang terkoyak, Olivia percaya. Tapi siapa yang berani-beraninya memperkosa sahabatnya itu.
"Aku ... aku harus apa Liv? Aku ... aku benar-benar hancur, apa lagi aku tidak mengenali orang itu."
"Kau tahu wajahnya? Kita bisa ke kantor polisi untuk membuat seketsa wajahnya."
"Dia ... dia memakai topeng."
"Apa ini sebuah rencana?" ujar Olivia.
"Aku tidak tahu, Olivia aku takut," bisik Charlotte.
"Kau tidur di sini, sekarang bersihkan tubuhmu." Olivia mencoba menenangkan kembali Charlotte. Ia benar-benar tidak percaya ini, bagaimana jika Jonathan tahu soal ini. Sudah pasti Jonathan adalah orang pertama yang akan menghabisi orang itu.
***
"Selamat pagi, Ibu." Charlotte mencium pipi ibunya dengan sayang, yang sedang menyiapkan sarapan di meja makan. Ia memakai baju yang menutupi lehernya, ia masih waras untuk memakai baju biasa, kiss mark di mana mana di bagian lehernya.
"Kapan kau pulang? Tidur di mana semalam?" Tanya Chaty, sambil menghidangkan sarapan paginya di atas meja makan, di bantu oleh Charlotte, yang membuntutinya dari belakang.
"Baru saja, semalam aku tidur di Apartemen, Olive semalam menginap," kata Charlotte bohong. Dengan santai tidak merasa berbohong, Charlotte membantu ibunya menghidangkan sarapan pagi untuk keluarganya, karena itu kebiasaannya dan ibunya. Karena memang semalam ia tidur bersama Olivia hanya saja dia yang menginap bukan sebaliknya. Biarlah ini menjadi rahasianya dan Olivia.
Dengan senang hati Charlotte membantu Chaty menyiapkan sarapan untuk keluarga Mendell. Padahal di rumah megah Sammy terdapat banyak pelayan, tapi sarapan pagi dan makan malam adalah kewajiban untuk Chaty yang melakukannya.
"Ibu semalam khawatir, kau tidak menjawab telepon ibu," kata Chaty khawatir.
Charlotte meradang, tentu saja ikatan ibu dan anak memang kuat Chaty saja merasakan kekhawatirannya, Charlotte menghela napas kemudian memeluk ibunya dari belakang yang sedang menuangkan susu ke gelas.
"Aku sudah besar, Ibu," bisik Charlotte.
"Iya, ibu tahu." Chaty mengusap pipi Charlotte yang memeluknya dari belakang. Lalu Charlotte melepaskan pelukannya kembali.
"Sekarang Panggil ayah dan kakakmu, Sayang!" suruh ibunya.
"Siap grak." Charlotte segera menaiki undakan tangga, karena tidak terlalu fokus ia hampir saja menabrak Seth yang sedang menuruni anak tangga.
"Astaga!" Pekik Charlotte saat dirinya hampir saja terjatuh karena terlalu terkejut, untung saja dengan cepat Seth menarik tangannya, dan berakhir dengan acara pelukan.
Tangan Seth melingkar sempurna di pinggang Charlotte, sebelahnya lagi menggenggam tangan Charlotte.
Charlotte mengehala napas lega. "Untung saja tidak jatuh," kata Charlotte tidak menyadari tubuhnya sangat menempel dengan Seth.
Sedangkan Seth terus mengamati wajah adik tirinya. Seth masih ingat betul bagaimana bibirnya menyentuh bibir menggoda Charlotte, ingin sekali Seth mencium bibir Charlotte sekarang juga, jika saja dirinya sudah tidak waras, tentu saja Seth akan menelanjangi Charlotte sekarang juga. Sial apa adiknya benar-benar kembali berkedut?!
"Ekhem!" Mereka berdua berbalik, melihat Sammy yang baru saja akan turun.
"Astaga!" Pekik Charlotte, dengan cepat Charlotte mendorong tubuh Seth.
"Terima kasih, Seth," ujar Charlotte.
Seth hanya berdehem, dengan santai Seth kembali menuruni anak tangga, kedua tangannya ia masukan ke dalam saku celana pendeknya. Seth hanya memakai kaos putih polos dan kolor hitam. Gaya santai, pikir Charlotte.
Charlotte kembali melirik Sammy, dan tersenyum manis ke arah Sammy, "Sarapan pagi sudah siap, Ayah," kata Charlotte.
"Baiklah, bantu Ayah turun dari tangga menjengkelkan ini," ujar Sammy sambil tersenyum kecil.
Dengan senang hati Charlotte membantu Sammy menuruni anak tangga. Usia Sammy yang sudah menua, dan membuatnya kadang kadang suka nyeri sendi ketika menaiki anak tangga atahupun turun dari anak tangga.
"Seharusnya, Ayah pindah kamar saja di lantai bawah, agar tidak sakit sendi lagi," ujar Charlotte.
"Ayah akan mempertimbangkannya," kekeh Sammy.
Mereka berjalan memasuki ruang makan, di sana sudah ada Seth yang sedang duduk dan ibunya yang masih menyiapkan perlengkapan makan.
Charlotte berjalan duduk di samping ibunya, sedangkan Seth berada di hadapan nya. Mata Charlotte membulat saat melihat tato yang tidak asing di dalam ingatannya, burung elang itu. Meskipun semalam Charlotte mabuk tapi Charlotte masih ingat betul dengan tato itu.
"Kenapa dengan keningmu, Son?" Tanya Sammy, membuat semua perhatian ke kening Seth yang memakai perban.
"Terbentur," jawab Seth, tapi matanya menatap Charlotte.
Sedangkan Charlotte sedang berpikir keras, tato itu, dan luka kening itu? Tidak! Tidak mungkin Seth memperkosanya, lagi pula semalam adalah pesta Seth. Jadi tidak mungkin Seth orangnya.
Hening. Hanya dentingan alat makan yang bersuara, menandakan mereka sedang bergutat dengan makanannya.
"Carl, semalam ibumu menghawatirkan mu, kau tidur di mana semalam?" Tanya Sammy, sekarang dirinya yang menjadi perhatian.
Seth juga dengan senang hati menatap wajah Charlotte, Seth menaikan alisnya ingin tahu jawaban bohong Charlotte.
"Semalam aku tidur di apartemen, karena Olive memaksa ingin menginap, dia memiliki masalah," jawab Charlotte tanpa ragu. Ia tidak bohong tidur di apartemen bersama Olivia, tapi yang memiliki masalah tentu jelas bukan Olivia tapi dirinya.
Drama Queen! Pikir Seth, tentu saja tidak mungkin Charlotte mengatakan jika semalam ia di perkosa oleh seorang lelaki yang tidak dikenalinya.
"Oh ya Seth, kapan kau akan mulai bekerja?" tanya Sammy kembali pada anak pertamanya.
"Besok, aku perlu istirahat untuk hari ini," Jawab Seth.
"Kenapa terburu-buru? Kau bisa beristirahat beberapa hari," sahut Chaty.
"Membosankan," jawab Seth cepat.
"Baikalh terserah kau," ujar Sammy akhirnya.
Kini Sammy beralih menatap Charlotte.
"Kau tidak bekerja Charlotte?" tanya Sammy.
"Tidak, hari ini sepertinya aku akan berbelanja," jawab Charlotte cepat. Ia harus membatalkan pemotretan hari ini karena hampir seluruh tubuhnya memiliki tanda merah.
"Ah, apakah aku boleh ikut? Aku ingin merasakan kembali Jakarta selama beberapa tahun aku tinggal di Amerika."
Charlotte merasa canggung, namun Sammy dan Chaty setuju dengan usul Seth. Entahlah Charlotte merasa canggung jika berdekatan dengan Seth, mungkin karena Seth selalu memojokkannya jika sedang berbicara.
To Be Continue
