Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2. Rasa Yang Berubah

Happy Reading!!!

***

Selesai membersihkan diri dan berganti pakaian, Aliana turun dari kamarnya dan berjalan menuju ruang makan. Langkahnya sempat terhenti tak kala matanya mendapati Devario duduk di kursi yang biasa pria itu tempati. Aliana tidak tahu harus bersikap bagaimana setelah kejadian semalam, jujur saja ia merasa canggung saat ini.

“Hai Baby, kenapa berdiri di sana? Sini,” panggil Devario terlihat biasa, seolah tidak ada yang terjadi diantara mereka.

Aliana melanjutkan langkahnya kemudian duduk di kursi yang biasa dirinya tempati, melewati Devario begitu saja, tanpa melayangkan kecupan seperti biasanya.

“Baby?” Aliana menoleh dan menaikan sebelah alisnya bertanya. “Kamu tidak mencium Daddy?” lanjutnya, membuat Aliana meringis bingung dan merutuki dirinya serta Devario yang tidak mengerti mengenai kecanggungannya.

Melihat tatapan tajamnya, Aliana akhirnya pasrah dan melayangkan kecupan singkat di pipi pria itu. Tentu saja Devario membalas seperti biasa, setelahnya mereka sarapan dalam keheningan dan Devario mengantar putrinya itu ke kampus.

Sikap Devario tidak sedikitpun berubah, tatapannya, perhatiannya dan kasih sayangnya. Tidak ada kecanggungan yang pria itu perlihatnya, berbeda dengan Aliana yang sedikit merasa tak nyaman.

“Daddy perhatikan sejak tadi kamu diam aja, kenapa?” tanya Devario saat sudah menghentikan mobilnya di parkiran kampus Aliana.

“Aku tidak apa-apa, Dadd,” bohong Aliana, menahan diri untuk tidak terlalu canggung.

“Apa karena semalam?”

Tepat sasaran. Teriak batin Aliana yang mulutnya sebanarnya sudah gatal ingin menanyakan maksud dari apa yang mereka lakukan semalam.

“Daddy minta maaf sudah lancang menyentuhmu. Tapi harus Daddy akui bahwa Daddy tidak bisa menahannya semalam. Maaf jika perbuatan Daddy itu mengusikmu dan membuatmu tidak nyaman. Daddy janji tidak akan mengulanginya lagi. Daddy akan menahannya, Baby. Jadi please! jangan berubah menjadi pendiam seperti ini, jangan menjauh dan segan pada Daddy. Tetaplah menjadi anak Daddy yang manja,” mohon Devario menggenggam erat jemari putri cantiknya itu.

Mendengar apa yang Devario ucapnya bukannya membuat Aliana lega, gadis itu malah semakin resah entah karena alasan apa. Jujur saja semalam Aliana menikmati setiap sentuhan Devario dan ia merasa kehilangan saat laki-laki itu menyudahi permainannya semalam.

“Princess?”

“Iya Daddy.”

Devario tersenyum, lalu mengusak rambut putrinya itu dengan gemas. “Sekarang kamu turun, kuliah yang pintar nanti Daddy jemput pulangnya,” Aliana hanya menganggukkan kepala, lalu melayangkan satu kecupan di pipi sang Daddy sebelum kemudian keluar dari mobil.

Devario membuka kaca jendela, lalu menyembulkan kepalanya. “Jangan lupa makan, Baby. Dan ingat, jangan pikirkan mengenai semalam.”

Hanya anggukan yang Aliana berikan, setelahnya mobil yang Devano kendarai melaju meninggalkan kampus, meninggalkan Aliana yang masih terngiang-ngiang ucapan Daddy-nya yang memintanya untuk tidak memikirkan kejadian semalam. Tapi bagaimana mungkin? Aliana tidak bisa melupakan sentuhan pria yang dianggapnya Daddy itu begitu saja. Setiap sentuhannya masih jelas terasa, bisikan sensualnya, napas hangatnya dan cumbuannya terbayang nyata di dalam kepalanya, bahkan hanya memikirkannya saja, Aliana merasakan basah di celana dalamnya.

“Arrggh sial!” makinya frustasi.

“Hey Al, kamu kenapa?” tepuk Anya mengejutkan. Aliana mendengus pada sahabatnya itu.

“Tidak apa-apa,” jawabnya sedikit ketus.

“Masa, kok, aku gak percaya?” kata Anya seraya memicing menatap Aliana curiga. “Lagi bayangin yang jorok-jorok kan, makanya menggeram gitu?” tuduh Anya yang sialnya benar. Namun Aliana tidak mungkin untuk mengaku. Bisa dikatai gila dirinya jika sampai mengaku di mesumin Daddy-nya.

****

“Skripsi kamu di terima belum?” tanya Anya saat mereka baru saja keluar dari perpustakaan. Aliana menggelengkan kepalanya singkat lalu mengacungkan lembar skripsinya yang baru saja di tolak oleh dosen pembimbingnya.

“Masih ada yang harus di revisi,” jawab Aliana lesu.

“Sama kalau gitu,” ujar Anya dengan senyum lebar, seperti tidak ada sedih sama sekali skripsinya di tolak. “Setelah ini mau langsung pulang?”

“Pengennya sih jalan-jalan dulu, tapi Daddy bilang dia mau jemput, dan barusan kirim pesan nagsih tahu kalau Daddy lagi di jalan,” jawabnya.

“Om Devario?”

“Ya iya lah, kamu pikir Daddy aku ada berapa?” Aliana memutar bola matanya.

“Hehe, ya siapa tahu saja kamu memiliki Daddy lain,” katanya seraya menyengir tak berdosa.

“Itu sih kamu!” dengus Aliana, lalu mempercepat langkah saat sebuah pesan kembali masuk dan Devario mengatakan bahwa pria itu sudah ada di parkiran.

“Al, coba tanya Om Dev, niat punya sugar Baby tidak. Aku siap,” bisiknya di telinga Aliana saat mereka sudah tiba di parkiran dan Devario baru saja keluar dari mobilnya. Aliana mendelik tak suka lalu melangkah menghampiri Daddy-nya, tidak menanggapi ucapan sahabatnya itu.

“Al,” panggil Anya.

“Apa?”

“Jangan lupa tanyakan,” teriak Anya karena jaraknya dengan Aliana sudah cukup jauh.

“Gak mau,” balas Aliana berteriak juga. “Kamu dengan yang kemarin saja, atau tidak cari yang lain. Ini punyaku.” Lanjut Aliana seraya menjulurkan lidahnya pada Anya yang berada beberapa meter di depannya. Lalu berlari ke arah sang Daddy yang jaraknya tak jauh lagi, langsung mengecup pipi pria itu dan memeluknya erat. Seperti yang selalu dilakukannya.

“Ayo Dadd, Aliana udah lapar, pengen makan sushi,” ucapnya bergelanyut manja di tangan kekar Devario. Membuat pria itu mengulas senyum dan mengusak rambut Aliana dengan gemas. Devario senang putri tercintanya itu sudah kembali ceria, tidak seperti pagi tadi yang terlihat canggung dan seakan menghindar.

“Apa pun untukmu Baby,” Devario mengecup pipi putrinya itu lalu membukakan pintu mobil untuk sang putri dan menutupnya kembali setelah Aliana sudah duduk nyaman dan memakai seatbelt-nya.

“Astaga, punya Daddy se-sweet itu, aku mau,” ucap Anya menatap pemandangan di depannya dengan iri.

Devario melirik sekilas pada Anya, memberikan senyum tipisnya sebagai kata pamit, lalu berjalan memutar untuk tiba di balik kemudi dan melajukan mobilnya menjauh dari parkiran, meninggalkan Anya yang pasih terpesona di tempatnya karena mendapat senyuman dari cowok setampan dan se-hot Devario.

Dalam perjalanan menuju restoran sushi kesukaan Aliana, Devario bertanya mengenai kuliah gadis itu, dan seperti biasa Aliana menceritakan semuanya kepada sang daddy. Termasuk kekesalan mengenai skripsinya yang tidak di terima karena masih ada yang harus di revisi, tapi tidak dengan bisikan Anya tadi. Sampai kapanpun Aliana tidak akan menyampaikan keinginan sahabatnya itu untuk menjadi Baby sang daddy.

Di kampusnya memang sudah bukan hal tabu lagi mengenai Sugar Baby karena hampir tiga puluh persen perempuan di kampus bahkan di kelasnya menjadi seorang baby dari Daddy kaya raya yang siap memenuhi keinginan mewah mereka. Aliana pun pernah di tawari oleh sahabatnya, namun tentu saja Aliana menolak, karena tanpa mencari sugar daddy pun Aliana sudah memilikinya, dan lagi, apa pun yang diinginkannya Devario selalu memberikan. Jadi, untuk apa menjadi baby, jika sudah memiliki Daddy yang sesungguhnya. Meskipun Devario hanyalah seorang ayah yang mengadopsinya.

“Pelan-pelan makannya, Baby,” tegur lembut Devario saat Aliana dengan tak sabar melahap sushi yang baru saja tersaji di hadapannya.

“Aku lapar, Dadd, tadi tidak sempat makan karena keburu bete gara-gara dosen nyebelin yang berani-beraninya tolak skripsi aku,” ucapnya cemberut. Devario yang gemas, langsung saja mencubit pipi sang putri.

“Dosen gak akan mungkin menolak skripsimu jika kamu sudah mengerjakannya dengan benar. Makanya yang serius, jangan drama terus yang kamu tonton. S2-mu menunggu loh sayang,” kata Devario dengan lembut. Aliana semakin mengerucutkan bibirnya, tidak setuju dengan ide sang Daddy untuk S2-nya. Jujur saja Aliana malas melanjutkan studinya, ia merasa lelah belajar.

“Daddy, apa Aliana bisa istirahat dulu untuk satu tahun atau beberapa bulan? Kepala aku panas rasanya jika terus belajar,” bujuk manja Aliana, berharap sang daddy menunda rencana pendidikannya untuk sesaat.

“No, sayang. Lebih cepat lebih baik. Pendidikan itu jangan di tunda-tunda, nanti keburu malas.”

“Tapi sekarang pun aku udah malas, Dadd,” Devario mengulas senyumnya, lalu mengacak rambut sang putri dengan sayang.

“Habiskan makananmu, setelah itu ikut Daddy ke kantor, ada berkas yang harus Daddy tandatangani.”

Aliana menghela napasnya palan lalu mengangguk dan melanjutkan makannya. Membujuk Devario mengenai sekolah tidak akan mampu Aliana lakukan. Pria dewasa itu terlalu menganggap penting Pendidikan, dan Aliana kadang sebal. Otaknya yang tidak sejenius Devario, merasa belajar adalah sesuatu hal yang membosankan. Berbeda dengan Devario yang masih saja senang belajar hingga saat ini, berbagai macam buku mengenai apa pun pria itu baca selama ada pembelajaran dan pemahamannya. Dan tentu saja selama buku itu ada ilmu dan manfaatnya.

Selesai menghabiskan makanannya, Devario dan Aliana kembali melanjutkan perjalanan menuju kantor sesuai yang di katakan pria dewasa itu. Sepanjang perjalanan di selimuti dengan keheningan karena Aliana yang kelelahan memilih untuk memejamkan mata sementara Devario sesekali melirik ke arah putri cantiknya itu.

Devario merasa bahwa perasaannya kini berbeda, sejak kejadian semalam Devario tidak bisa lagi menatap Aliana sebagai seorang anak yang selama ini selalu ingin ia lindungi dan sayangi serta manjakan. Kini Devario memiliki tatapan berbeda, tatapan yang seolah ingin memiliki dalam konteks berbeda. Aliana yang selama ini selalu Devario anggap gadis kecil menggemaskan, kini berubah menjadi sosok gadis yang menggairahkan. Jika bukan karena kejadian semalam, mungkin Devario masih akan biasa saja melihat paha mulus Aliana yang terekspos di depannya. Tapi nyatanya itu tidak berlaku untuk sekarang karena kini, saat matanya tak sengaja melirik pada paha putih mulus itu Devario merasakan sesuatu mendesak di bawahnya, tubuhnya tiba-tiba kepanasan dan bulir keringat jatuh di pelipis dan lehernya, terlebih saat melihat bibir ranum Aliana yang sedikit terbuka, seolah mengundangnya untuk masuk, mencecap dan bermain-main di bibir manis itu.

Arggh. Devario mencengkram kuat kemudi. Rahangnya sudah mengeras dengan wajah memerah menahan semua gairah yang tiba-tiba memuncak. Devario butuh pelepasan, tapi tidak ingin menyentuh gadis di sampingnya itu. Devario takut Aliana marah, terlalu takut gadis yang dianggapnya sebagai anak itu membencinya atas tindakan lancang dan bejadnya. Jujur saja, Devario belum siap di benci gadis itu, gadis yang dirinya adopsi dari panti asuhan dan ia besarkan dengan penuh kasih sayang. Devario tidak siap jika harus kehilangan putri manjanya. Tidak akan pernah siap.

****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel