2. Mesum Di Ruang Guru
Tak berapa lama, sebuah sentuhan pun mendarat lembit di pundakku. Seketika aku menoleh, ternyata Mita yang sedang berkacak pinggang sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. Dia menatap ke arah yang sama dengan aku, walau pun ini terdengar sangat aneh akan tetapi hati berkata kalau yang terdengar barusan adalah sebuah imajinasi belaka.
“Kamu ngapain ada di sini terus? Tadi guru olahraga udah panggil anak baru loh, kamu harus ke lapangan kalau gak Pak burhan bisa marah sama kamu,” ucap Mita, membuat aku mendadak takut.
“Oh, oke kalau gitu. Sekarang kita ke lapangan ya, karena aku tadi hanya dengar suara aneh dari dalam sana,” jawabku, kemudian Mita mengajak aku pergi dari lokasi tertegun saat ini.
Dalam hati bertanya tanya akan suara yang ke luar dari dalam ruangan itu, bagaimana tidak karena terdengar sangat asing di telinga. Begitu menggema dan membuat aku sangat penasaran siapa yang ada di dalam sana, karena semua siswi sedang belajar di ruangan masing masing.
Beberapa menit kemudian, aku pun berjalan di lapangan. Para cowok menatap aku beberapa kali, dari atas lantai empat revan juga menatap ke bawah. Dia memerhatikan aku dan memanggil, tanpa mendengar atau pun menjawabnya, amu hanya berjalan ke depan saja. Kini tibalah kami di lapangan tempat di mana guru olahraga dan yang lainnya berkumpul, dan kini aku menghampirinya.
“Kamu, kenapa baru datang? Kami udah menunggu dari tadi, kalau gak bisa lebih cepat kami akan bertindak tegas, sesuai dengan peraturan yang ada!” bentak Pak burhan, kata Mita namanya adalah itu.
Lalu aku berjalan ke arahnya, kami saling berhadapan wajah dan saling menatap satu sama lain. Pak burhan menatap dari ujung kaki sampai ujung kepala, lalu aku pun menoleh. Entah kenapa, terlihat jelas sekali kalau dia seperti memerhatikan aku saja. Dan akhirnya diri ini merasa memekik serta aneh, sekarang aku di ajak oleh Pak burhan ke sebuah lapangan.
Seraya menatap lapangan itu, aku pun sangat takut dan gerogi. Pak burhan datang menemui, di kala para siswa sedang olahraga di lain tempat dia malah menemui aku seperti ingin menerkam. Lalu aku pun menolehnya lagi, Pak burhan berada di samping kanan.
“Kamu, coba lompat ke depan karena saya akan memberikan penilaian. Kakau kamu berhasil, maka nilai kamu akan tuntas,” ucap nya padaku, dan diri ini pun segera mengambil ancang ancang untuk melompat.
“Satu … dua … tiga …,” ucapku pelan, lalu dengan sekuat tenaga aku melompat ke depan.
Pendaratan yang tidak mulus, diri ini terhenti di titik yang sangat rendah. Berbeda dengan mereka, para siswi lainnya. Terlihat bekas tapak mereka yang sangat membuat aku merasa malu, karena mereka hebat hebat dalam melompat. Pak burhan pun mengukur sejauh mana tapak kaki ini mendarat, dan dia mencatat dakam sebuah kertas.
“Kamu masih harus belajar lagi melompat, karena nilai lompatan kamu jauh. Oh ya, sekali lagi kalau kamu mau olahraga harus pakai pakaian olahraga, karena di sini peraturannya seperti itu. Saya gak mau tahu lagi, minggu depan kamu harus sudah memakai nya, paham?” tanya nya padaku.
“Ba baik Pak, saya akan pakai pakaian olahraga. Kalau begitu apakah saya boleh pergi bersama yang lain?” tanyaku, dan Pak burhan berpikir keras.
“Belum, kamu harus ikut aku lagi. Sekarang kita akan praktik di dalam ruangan itu, karena kamu udah ketinggalan jauh mata pelajaran saya, jadi kita harus kejar yang lainnya ya?” Pertanyaannya membuat aku tidak mampu menjawab, dan sekarang kami berjalan ke arah yang sama.
Dengan menuju ke sebuah jalan lurus, aku pun mengikutinya. Katanya dia akan mengajak praktik kembali, kami pun bersama sama ke arah itu, dan ruangan tersebut tidak ada siapa pun. Ini sangat aneh, karena begitu sunyi seperti sudah di setting olehnya.
“Kamu naik ke kursi ini, kita akan memulai praktik sekarang. Kamu buka dulu sedikit baju, karena saya akan menggelar sebuah karpet di atas lantai,” katanya.
Aku mengikuti apa yang dia katakan, kemudian diri ini membuka kancing baju bagian atas. Sepertinya akan ada praktik olahraga lagi, dan ternyata benar kalau Pak burhan mengajak aku untuk olahraga. Kami yang sudah berdua saja, lalu saling merasa aneh satu sama lain.
Pak burhan mengajari aku bagaimana sebuah gerakan yang belum pernah aku dapatkan. Terlihat sangat susah, bahkan sampai di ajari berkali kali saja aku tidak tahu. Alhasil Pak burhan pun bertindak secara langsung dan dia menggerakkan tangan kanan ini beberapa kali, lalu kedua mata Pak burhan mengarah ke arah yang tidak semestinya.
“Kamu harus ikuti saya Vina, begini loh gerakannya. Kalau gak bisa kamu gak akan mendapatkan nilai dari saya, sekarang ayo praktikkan,” ucapnya, membuat aku merasa canggung.
“Begini Pak?” tanyaku lagi, dan Pak burhan menyentuh pinggang ini secara perlahan.
“Begini loh Vina, kamu harus sedikit berjalan ke depan. Nah, begitu ayo bentar lagi akan selesai. Iya pintar begitu terus, dan sekarang kamu harus mundur dengan gerakan yang sama,” jelasnya.
Kemudian aku mengikuti apa yang dia katakan, mundur beberapa langkah ke belakang. Namun, ketika sampah beberapa langkah aku pun berhenti karena sudah saling bersentuhan dengan tubuh bagian depan Pak burhan. Di saja ada yang menonjol, akan tetapi bukan bakat. Di balik dari sikap yang lembut, ternyata ada benda yang keras juga.
Aku menelan ludah beberapa kali, dan napas berubah menjadi sangat ngos ngosan. Beberapa menit kemudian, Pak burhan pun menyentuh bagian tangan ini. Aku yang sudah pasrah demi nilai, kemudian mendapatkan sebuah perlakuan yang berbeda dari siswi lainnya. Dan ini adalah kali pertama aku merasakannya, lalu kami belajar kayang.
Karena memang belum pernah latihan seperti ini, aku sempat menolak dan tak mau. Namun, di paksa oleh Pak burhan dan akhirnya semua ini terjadi. Dengan gaya kayang, kami pun mulai berdekatan satu sama lain. Dia memberikan sebuah aba aba, kami yang sudah merasa sangat dekat, lalu pal burhan menyentuh kedua gunung yang sekarang aku jaga dengan sekuat tenaga.
“Pak, kamu mau ngapain? Aku gak mau ah kalau kamu ajari seperti ini, kamu kira aku perempuan apaan?” tanyaku dengan nada suara sangat marah.
“Kamu gak boleh gitu Vin, kamu harus mau karena kalau gak kamu akan berkurang nilainya,” kata si Pak burhan.
Ternyata celana olahraga yang dia pakai sangat tipis itu adalah alasan dia sebagai lelaki yang sangat suka memegang perempuan, aku dapat menebaknya. Dengan sangat cepat diri ini melompat dati atas sebuah matras dan memasang kancing baju lagi. Lalu Pak burhan pun mendekati aku dia seperti merasa sangat gerogi.
Pak burhan mendekat sambil menyodorkan tangannya. “Vin, Ayolah kamu kenapa menolak sih, aku gak akan menyakiti kamu loh, sini sama Bapak kalau mau nilainya bagus?” ajak nya, lalu aku segera pergi darinya.
Dengan keringat yang mengalir deras, aku berjalan ke luar pintu. Dan ketika sampai di depan ruang laboratorium Tanpa sengaja aku menabrak seseorang di hadapan mata.
Brug!
Semua isi dari tas miliknya pun ke luar semua, lalu aku menjongkokkan badan sambil mengambil semua barang yang berserakan itu, tanpa sengaja aku telah menabrak nya, tak berapa lama setelah selesai aku menatap dan bangkit di hadapan seorang pria. Dia adalah guru, memakai baju batik akan tetapi terlihat sangat buru buru.
“Ma maaf Pak, aku gak sengaja nabrak kamu, sekali lagi maaf ya Pak,” ucapku, dan Pak guru pun menatap saja tanpa berkata apa pun.
Diri ini menyodorkan semua alat tulis yang tadinya berserakan di atas lantai, lalu dia pun menerimanya dengan sangat gerogi.
“Sekali lagi aku minta maaf ya Pak, gak sengaja banget karena buru buru,” ucapku pada guru tersebut.
“Ah, gak masalah kok. Lagian aku juga salah udah nabrak kamu tadi,” jawabnya, dan dengan senyuman aku pun pergi gitu saja dari tempatnya berdiri.
Takutnya kalau Pak burhan datang lagi dan dia akan melakukan hal yang sama. Dengan melangkah lebar ke arah depan, kemudian aku berhenti di depan perpustakaan. Seketika diri ini menoleh, lelaki tadi telah pergi menaiki anak tangga. Begitu cepat tidak terlihat, dan akhirnya aku kembali ke dalam kelas.
Setibanya di dalam kelas, aku duduk sambil menunggu yang lainnya. Dari arah depan seseorang pun datang, dan ternyata sudah masuk waktu pulang. Semua siswi berlari menghambur, bahkan tidak ada yang tersisa. Aku tidak berkata sama sekali, karena takut dengan apa yang di lakukan oleh Pak burhan.
“Ka kamu kenapa kok diam aja Vin?” tanya Mita padaku, kedua alisnya mengernyit setelahnya.
“Ah, Eng enggak aku gak ada kok, hanya ngantuk aja. Oh ya kalian udah siap olahraga ya?” tanyaku, dan Mita memasukkan semua buku ke dalam tas.
“Udah siap kok, kamu mau pulang sama siapa. Kalau kamu mau kita pulang sampai depan sama sama ya, aku gak mah kalau kamu sendirian,” katanya, dan aku pun mengangguk.
Walau sedang takut, ini adalah kali pertama aku mendapatkan perlakuan yang aneh dari seorang guru, baru masuk di hari pertama. Kakau di lihat lihat Pak burhan itu ganteng, namun dia tidak dapat mengontrol semua emosinya. Harusnya di sekolah dia tak perlu memerlihatkan siapa jati diri nya, namun kalau di luar ya terserah.
Kami berbincang bincang pada Mita, satu satunya di kelas ini yang sangat baik. Aku pun berhenti di depan parkiran, menoleh ke arah samping kanan karena seorang guru tapi botak sedikit jidatnya. Kemudian diri ini menoleh sampai orang tersebut naik ke atas motor itu, dan ternyata dia adalah guru yang aku tabrak tadi.
Mita memerhatikan aku secara saksama, dan sahabat pun langsung menggoyangkan tangan nya di hadapan aku.
“Hallo, kamu kenapa diam aja sih? Aku ngomong dari tadi gak kamu dengarkan, kamu sungguh terlalu ya,” ucap Mita.
“Eh, ka kamu kenapa. Aku kenapa ya mit, belakangan ini suka melamun,” kataku dalam menjawab.
Bersambung …
