Bab 8
"Kak Adel..."
"Iya," jawab Adel yang sedang memasukkan buku-bukunya ke dalam tas di kamarnya.
"Kak, aku ada perlu dengan kak Bara mengenai anggota senat di kampus. Gak apa-apa kalau pagi ini aku bareng kak Bara berangkatnya?" tanya Desi membuat Adel menghentikan gerakannya dan menatap Desi dengan kernyitan di dahinya.
"Kan bisa di bahas di kampus," seru Adel.
"Gak bisa Kak, ini tuh urgent!" seru Desi.
"Terus aku ke kampus bareng siapa?" tanya Adel.
"Bareng Raka saja, dia akan datang untuk menjemputku kok," seru Desi.
"Tapi kamu sudah bilang ke Raka? Aku harus hubungi Bara dulu," seru Adel.
"Raka sudah ada di depan, Kakak tidak perlu menghubungi kak Bara, nanti aku yang jelasin ke kak Bara," ucap Desi.
Adel masih terlihat kebingungan dan ragu.
"Ayolah Kak, plis. Sekali ini saja," ucap Desi penuh permohonan.
Adel hanya mampu menghela nafasnya dan menyetujuinya. Iapun berjalan keluar dari kamarnya.
Terlihat di depan rumahnya Raka sudah duduk manis di atas motor sport miliknya, Adel pun berjalan mendekatinya.
"Desi mana?" tanya Raka saat Adel sudah berdiri di hadapannya.
"Katanya dia ada keperluan dengan Bara, ia akan ke kampus dengan Bara nanti," jawab Adel.
"Apa? Kok dia gak kasih tau aku dulu," seru Raka terlihat kesal.
"Entahlah, sudahlah ayo berangkat. Sekarang jamnya Bu Faridah kan, kita tidak boleh telat," seru Adel.
Raka menyerahkan helm ke Adel dan membiarkan Adel menaiki motornya. Setelahnya ia menekan gas motornya dan meninggalkan halaman kediaman Adel. Saat keluar gerbang, motor Raka berpapasan dengan Bara yang menggunakan mobil sportnya. Bara menggunakan mobil lamborghini sehingga hanya mampu memuat dua orang saja.
Bara menghentikan mobilnya dan terlihat bingung melihat Adel berangkat bersama Raka. Bara sampai menuruni mobilnya dan melihat ke arah mereka yang semakin menjauh.
Desi yang melihat Bara di depan gerbang rumahnya, segera menghampiri Bara.
"Hai Kak Bara," sapa Desi dengan senyuman manisnya.
"Itu kenapa Adel berangkat bersama Raka?" tanya Bara langsung bertanya tanpa menjawab sapaan Desi.
"Desi yang minta, Kak. Desi ada perlu sama Kakak," seru Desi dengan polosnya.
"Kan bisa nanti di kampus, aku tuh kurang suka dengan kedekatan mereka. Raka dan Adel itu selalu membuatku cemburu," seru Bara terlihat kesal.
"Gak apa-apa dong Kak, toh mereka kan sahabatan, malah udah sahabatan dari sejak kecil. Tidak perlu cemburu sama mereka," seru Desi.
Bara hanya terdiam membisu dan masih terlihat kesal.
"Ayo Kak berangkat," seru Desi dan masuk ke dalam mobil Bara begitu saja. Bara pun hanya mampu menghela nafasnya dan menaiki mobilnya.
***
Bara melihat Adel sedang membaca buku di taman fakultasnya, ia pun berjalan mendekati Adel.
"Hai sayang," sapa Bara yang duduk di samping Adel.
"Hai juga," jawab Adel dengan senyumannya.
"Kenapa tadi kamu berangkat bareng Raka? Kan aku jemput kamu," seru Bara.
"Memangnya Desi gak jelasin ke kamu? Bukannya kalian ada perlu." Seru Adel.
"Iya dia jelasin, tapi aku ke sana kan untuk jemput kamu. Lagipula urusanku dengan Desi bisa di bicarakan di kampus," ucap Bara.
"Mungkin Desi gak bisa ngebahasnya di kampus," jawab Adel.
"Sebenarnya aku kurang suka dengan kedekatan kamu dan Raka," ucap Bara membuat Adel menghentikan aktivitas bacanya dan menoleh ke arah Bara.
"Kenapa?" tanya Adel.
"Aku selalu merasa cemburu dengan kedekatan kalian berdua," ucap Bara.
"Raka kan sahabatku, Bar. Bagaimana bisa kamu cemburu dengannya?" ucap Adel.
"Tapi aku gak suka, bisa kan kamu menjaga jarak dengannya demi aku?" seru Bara membuat Adel termangu.
"Tapi..."
"Sayang, demi kelancaran hubungan kita," seru Bara.
Adel menghela nafasnya. "Baiklah aku akan coba," ucapnya.
"Terima kasih sayang," ucap Bara terlihat bahagia.
***
"Kenapa tadi lu nolak ajakan si Raka buat balik bareng? Kan cowok lu sibuk di senat," seru Rinrin saat berada di sebuah kedai kopi bersama Milla dan Adel.
"Gue udah janji sama Bara," seru Adel.
"Janji apaan?" tanya Milla.
"Bara minta gue buat menjaga jarak sama Raka. Katanya dia merasa cemburu dengan kedekatan kami."
"Lho kok gitu? Kan kalian itu sahabat," ucap Milla.
"Ya gue juga sudah jelaskan begitu, tetapi tetap saja." Adel hanya bisa mengedikkan bahunya dan meneguk kopi miliknya.
"Ck, dia larang lu sedangkan dia bisa seenaknya deketin cewek lain, termasuk sepupu lu sendiri," seru Rinrin dengan nada tidak suka.
"Maksud lu?" tanya Adel.
"Jangan tutup mata, gue juga tau lu merasakannya. Dan gue ngeliat sendiri kedekatan mereka waktu di perkemahan kemarin. Sampai anak-anak lain menggosipkan si Desi. Menurut mereka, Desi tuh termasuk wanita ular, masa cowok kakak sepupunya sendiri dia embat," jelas Rinrin.
"Lu percaya gitu dengan ucapan mereka? Orang-orang kan begitu selalu menilai dari luar tanpa tau kebenarannya bagaimana. Lagi pula gue percaya dengan Desi juga Bara," seru Adel.
"Tapi menurut gue omongan si Rinrin ada benernya juga sih, soalnya akhir-akhir ini gue sering lihat si Desi datang ke fakultas Bara dan mereka ngobrol berdua di lorong kampus," ucap Milla.
"Benar tuh, lagian sekarang kan senat gak sedang ngadain kegiatan atau acara apapun, masa sih membicarakan masalah senat sampai harus segitunya," seru Rinrin.
Ucapan Milla dan Rinrin membuat Adel termenung sendiri dan mengingat kejadian sebelum-sebelumnya. Apa benar dengan kecurigaannya waktu itu?
"Saran gue sih, mending lu selidiki sendiri hubungan kedekatan mereka sebelum terlambat, nanti kan lu sendiri yang akan terluka. Ya, untuk memastikan saja, gue berharap pemikiran gue dan Rinrin salah." Adel hanya diam dan tak menjawab ucapan Milla.
"Tapi kalau boleh jujur yah, gue merasa lu lebih cocok bersama dengan Raka daripada Bara. Apalagi lu sering mendapatkan rasa kecewa dari Bara, berbeda dengan Raka. Walau sebagai sahabat, tetapi Raka lebih care sama lu di banding cowok lu sendiri," ujar Rinrin.
"Apalagi tadi saat lu nolak ajakannya, dia terlihat kecewa. Mungkin saja dia berpikir kalau dia ada salah sama lu," ucap Milla.
Memang benar adanya, karena sejak tadi Raka mengiriminya pesan menanyakan dia berbuat salah apa sampai Adel menolak ajakannya. Dan Adel sendiri pun menjadi merasa bersalah pada Raka.
"Kalian ini ngomong apa sih, gue dan Raka itu hanya bersahabat dan gak kepikiran untuk menjadi sepasang kekasih," kekeh Adel merasa lucu membayangkan berhubungan lebih dari seorang sahabat dengan Raka.
"Ck, malah ketawa. Tetapi benar kan selama bersama Raka, lu gak pernah merasa sedih ataupun nangis. Lu selalu tertawa di sampingnya," ucap Milla.
"Ck, apa itu bisa menjadi jaminan untuk kami berpacaran? Ngaco ah kalian. Lagipula gue gak ada pemikiran untuk berpacaran dengannya," kekeh Adel. "Gue sayang dia sebagai sahabat, Kakak, Sodara, pokoknya dia tuh gak akan tergantikan."
"Kalau Tuhan menakdirkan kalian berdua berjodoh, bagaimana coba?" tanya Rinrin.
"Ck, pemikiran lu kejauhan Rin. Gue gak bisa menjawabnya," seru Adel.
"Ya kan siapa yang tau, rezeki, jodoh dan mati itu rahasia Allah. Dan gak ada yang tau akan bagaimana," seru Rinrin.
"Udah ah bahas yang lain saja, kenapa jadi sibuk bahas si Raka. Kasian nanti dia bersin bersin karena kita gosipin," kekeh Adel.
***
