Bab 13
Keesokan harinya Adel sedang mendengarkan musik di telinganya seraya membaca sebuah novel di taman fakultas hukum.
"Hai," sapa seseorang berdiri di hadapan Adel membuat Adel menengadahkan kepalanya dan melihat Damar berdiri menjulang di depannya.
"Mr," ucap Adel melepaskan earphone di telinganya dan menutup novel yang sedang ia baca.
"Novel romance," serunya melihat sampul novel yang di baca Adel. "Boleh aku duduk di sini," serunya menunjuk ke samping Adel dengan dagunya.
"Emm silahkan," seru Adel sedikit bergeser dan Damarpun duduk di samping Adel.
"Kamu begitu menyukai membaca Novel yah," seru Damar.
"Lumayan sih Pak, saat ada waktu senggang saja," ucap Adel yang di angguki Damar.
Damar terus saja bertanya berbagai hal pada Adel seakan ia ingin menggali informasi tentang kehidupan Adel sebanyak mungkin.
Tak jauh darinya Bara melihat ke arah mereka berdua dengan rasa cemburu yang memuncak.
"Jadi kamu begitu ingin menjadi seorang pengacara?" seru Damar.]
"Iya, aku ingin sekali menjadi seorang pengacara," seru Adel.
"Keinginan yang bagus, aku yakin dengan kepintaranmu, kamu bisa menjadi seorang pengacara yang hebat," seru Damar.
"Amin."
'Apa aku mampu bertahan hingga selama itu?' batin Adel.
"Kenapa melamun?" tanya Damar.
"Ah, itu..."
"Adel!" seruan tegas nan berat itu membuat mereka berdua menoleh.
"Bara," seru Adel.
"Aku ingin bicara," seru Bara tampak kesal.
"Pak, saya permisi dulu," ucap Adel beranjak dari duduknya. Bara langsung menarik pergelangan tangannya meninggalkan tempat itu dan Damar hanya memperhatikan mereka berdua yang berlalu menjauh.
"Lepaskan Bar, ini sakit!" Adel menepis cengkraman Bara di pergelangan tangannya saat mereka sampai di persimpangan jalan di lorong kampus.
Bara melepaskan cengkramannya dengan sedikit menghempaskan Adel hingga Adel mundur dan punggungnya membentur dinding di belakangnya.
"Ah!" ringis Adel.
"Aku gak suka yah lihat kamu dekat-dekat sama cowok lain!" bentak Bara. "Kamu tau kan aku sangat pencemburu, kemarin Raka sekarang dosen itu. Apa kamu begitu kegatelan ingin dekat dengan beberapa pria!"
"Apa maksud kamu?" seru Adel tak paham.
"Akhir-akhir ini kamu sering berangkat dan pulang bareng si Raka, dan sekarang kamu bersama Dosen yang menjadi incaran banyak wanita di kampus. Kenapa kamu begitu kegatelan, Adelia?" bentaknya.
Bug
"Ah!" pekik Adel saat sebuah bogem mendarat di pipi Bara hingga membuat sudut bibirnya robek.
"Sekali lagi lu hina Adel, gue gak akan segan-segan bunuh lu, sialan!" bentak seseorang yang tak lain adalah Raka.
"Berani sekali lu bersikap kasar dan membentak wanita! Dasar bajingan sialan!" Raka kembali meninju perut Bara hingga ia membungkuk dan mundur dua langkah ke belakang.
"Raka cukup Ka," seru Adel menahan lengan Raka.
"Lu gak apa-apa?" tanya Raka memeriksa seluruh tubuh Adel dengan matanya hingga tatapan tajam nan membaranya melihat ke arah pergelangan tangan Adel yang merah akibat cengkraman Bara.
"Sialan!" Bara kembali meninju perut Bara hingga ia kembali mundur.
"Raka cukup!" seru Adel.
"Kak Bara!" Desi baru saja datang dan membantu Bara. Ia menengadahkan kepalanya dan beradu pandang dengan Adel dan Raka.
"Raka, kamu ini kenapa sih!" amuk Desi.
"Kamu membela bajingan itu," seru Raka tersenyum kecut.
"Kenapa kamu begitu kasar! Apa tidak bisa di bicarakan baik-baik?" seru Desi.
"Berbicara baik-baik dengan pria seperti dia? Jangan harap!" seru Raka.
"Kamu ini tidak pernah berubah yah selalu saja emosional," seru Desi tampak berapi-api. "Aku ingin kita putus!"
"Desi!" seru Adel.
"Putus? Oke fine!" jawab Raka dengan tenang.
Desi sangat kesal dan juga sedih. "Ayo kak Bara, kita ke klinik kampus," seru Desi memapah Bara pergi meninggalkan mereka berdua.
"Kenapa lu setuju dengan keputusan Desi? Sudah jelas Desi selalu berkata asal saat emosi!" seru Adel menarik tangan Raka hingga menghadap ke arahnya.
"Terus gue harus berkata apa? Apa gue harus memohon padanya?" tanya Raka. "Lihatlah kelakuannya, bahkan dia tak malu menolong pria lain yang merupakan kekasih Kakak sepupunya sendiri di hadapan lu dan juga gue. Dia bahkan tidak bertanya apa masalahnya dan langsung mengecap gue yang bersalah! Biarkan saja mereka, gue gak perduli," seru Raka.
"Tapi..." Adel menoleh ke arah Desi yang memapah Bara yang semakin menjauh.
"Sudahlah biarkan saja mereka, ayo kita ke kantin. Memar di tangan lu perlu di kompres," ucap Raka menarik tangan Adel.
---
"Adel... Raka..."
Rinrin, Dendi, Milla dan Jeta menghampiri mereka di kantin dimana Raka sedang mengompres pergelangan tangan Adel dengan es batu.
"Kalian," seru Adel.
"Kami dengar gosip heboh, apa benar lu berantem dengan Bara si ketua senat?" tanya Jeta.
"Gosip cepat menyebar," seru Raka.
"Tapi kenapa?" tanya Milla bingung.
"Apa lu bikin gara-gara padanya?" tanya Rinrin.
"Kenapa kalian menuduh gue?" seru Raka tak rela di salahkan. "Lihat"ah perbuatan bajingan itu pada Adelia," seru Raka menunjukkan memar di pergelangan tangan Adel.
"Ya Tuhan!"
"Ini tidak bisa di biarkan! Dia bersikap kasar pada cewek!" seru Rinrin sangat emosi. "Gue harus labrak dia!"
"Sudahlah Rin, jangan memperpanjang masalah. Gue udah gak apa-apa kok," ucap Adel.
"Tapi apa benar Desi lebih memilih membantu Bara daripada kalian?" tanya Milla.
"Begitulah," jawab Raka dengan santai.
"Dan kalian putus?" tanya Jeta.
"Gue tidak ingin punya cewek seperti itu, berani membela pria lain di banding kekasihnya sendiri dan menuduh gue yang bukan-bukan tanpa mendengar penjelasan yang sebenarnya. Dan lagi dia tak tau malu, pria yang dia tolong itu kekasih kakak sepupunya," seru Raka kemudian menatap raut wajah Adel yang sedih. "Sorry, tetapi itu kenyataannya Del," tambah Raka. Adel pun tidak protes.
"Tuh kan bener kecurigaan gue, kedekatan mereka itu pasti ada sesuatu," seru Rinrin.
"Kenapa gak lu putusin saja sih si Bara, Del?" tanya Dendi.
"Gue belum yakin mereka ada hubungan. Gue butuh bukti yang jelas," seru Adel.
"Ck, kurang jelas gimana coba, Del," seru Milla.
"Jangan karena sifat lu yang baik hati, lu jadi menutup mata lu," seru Jeta. "Jangan biarkan hati lu di sakiti lebih parah dari ini."
Adel terdiam mendengar ucapan para sahabatnya.
***
