Bab 12
Hari berlalu hingga minggu sudah berganti minggu tanpa terasa. Pesona Damar mulai menyebar ke seluruh penjuru kampus. Bahkan Rinrin terang-terangan mencari perhatian Damar dan terus berusaha mendekatinya.
Damar memang tipikal pria yang humbel dan tidak menjaga jarak dengan para mahasiswanya. Bahkan sekarang ia sudah akrab dan mendekati Rinrin, Milla, Jeta, Dendi, Raka dan Adel. Hanya saja Adel terlihat menjaga jaraknya dan tidak begitu perduli dengan sosok dosen tampannya itu yang menjadi topik utama di kampus.
Selain Damar yang berusaha mendekati mereka dan Adel. Kedekatan Desi dengan Bara pun menjadi gosip hangat di kampus. Bukan hanya Adel dan Raka saja yang merasa curiga tetapi mahasiswa lainnya yang mengenal mereka beranggapan ada sesuatu di antara mereka yang semakin hari semakin akrab dan lengket. Bahkan dalam anggota senatpun gosip itu sudah menjadi trending topik. Raka berusaha tidak perduli dan lebih fokus pada Adel. Ia juga meminta Adel untuk tidak memikirkan semua itu sebelum ada bukti yang jelas. Raka takut kondisi Adel semakin drop kalau dia terus memikirkan gosip gosip itu.
Selain itu, Bara dan Desi kali ini lebih sering berangkat dan pulang bersama dengan alasan senat. Raka sudah sangat curiga,sedangkan Adel masih berpikir bahwa kedekatan dan keakraban mereka hanya sebatas Adik dan Kakak. Bara memang pernah berkata kalau dia ingin memiliki seorang adik perempuan, apalagi dirinya tidak memiliki adik dan hanya memiliki seorang Kakak, itupun laki-laki. Bara sempat berkata kalau ia sudah menganggap Desi sebagai adiknya sendiri. Maka dari itu Adel tidak menaruh kecurigaan apapun lagi. Meskipun terkadang Adel merasa sakit hati dan cemburu dengan kedekatan mereka. Tetapi beda halnya dengan Raka, Raka menyadari kedekatan Bara dan Desi sudah berlebihan makanya Raka sendiri menghindari Desi meskipun Desi terus mencoba mendekati Raka.
***
Hari ini adalah jadwal kontrol Adel, ia datang ke rumah sakit di temani Raka.
Adel di bawa ke dalam ruangan pemeriksaan dan sudah berganti pakaian dengan pakaian pasien, dan bersiap untuk melakukan pemeriksaan pertamanya. Raka masih bersama dengan Adel di luar ruangan pemeriksaan.
"Silahkan masuk," seru suster pada Adel.
Adel menoleh ke arah Raka dengan tatapan takut. Raka tersenyum dan mengambil tangan Adel, kemudian menggenggamnya dengan erat seakan memberi dukungan.
"Semuanya akan baik-baik saja dan lu bisa melewatinya, Adel yang cantik pasti bisa melewatinya." Raka mengacak rambut Adel menggodanya membuat Adel mencibirnya karena ia tidak suka saat Raka mengacak rambutnya.
"Gue akan tahan sakitnya, dan gue bisa melewatinya," seru Adel terlihat bersemangat dan rasa takut di matanya menghilang.
"Masuklah," seru Raka.
Adel berjalan mendekati pintu dan kembali menoleh ke arah Raka dan tersenyum merekah dengan mengacungkan jempolnya seakan mengatakan semuanya akan baik-baik saja. Kemudian ia pun masuk ke dalam ruangan itu bersama suster.
Raka menghela nafasnya, sebenarnya rasa khawatirnya sangat besar tetapi Raka berusaha menyembunyikannya karena tidak ingin membuat Adel merasa ketakutan juga.
Satu jam berlalu dan kini Raka berada di sebuah ruangan perawatan dengan Adel yang terlelap di atas blangkar. Raka mengenggam tangan Adel dan mengecupnya. Ia menatap wajah Adel yang terlelap.
---
Saat ini Adel berada di dalam mobil sport milik Raka, Raka sedang menebus obat di salah satu apotek karena tadi ada satu obat yang habis di rumah sakit.
Tak lama Raka masuk ke dalam mobil dan menyodorkan keresek berisi obat ke arah Adel.
"Syukurlah di sini ada," ucap Raka.
Raka memang akhir-akhir ini sudah tidak pernah menggunakan motor kesayangannya. Iya selalu membawa mobilnya.
Sebenarnya Raka tidak menyukai membawa mobil karena ia tidak suka dengan kemacetan Ibu Kota. Maka dari itu ia lebih suka menggunakan motor sport miliknya. Tetapi karena ia tidak ingin Adel semakin sakit dengan naik motor dan tidak mau membiarkan Adel terus menaiki taxi online, akhirnya Raka memilih membawa mobilnya ke kampus setiap hari. Adel terharu dengan alasan Raka membawa mobilnya, dia mengabaikan ketidaksukaannya demi dirinya.
Raka menoleh ke arah Adel saat tak ada suara sedikitpun sejak keluar dari rumah sakit tadi.
"Apa yang sedang lu pikirin?" tanya Raka memecah keheningan di tengah kemacetan.
"Minggu depan gue sudah harus menjalankan kemo pertama. Tetapi gue takut Ka, dan lagi gue bingung menggunakan kartu kredit Papa." Adel menghela nafasnya menatap lurus ke depan. "Gue sebulan tidak pernah menggunakan kartu kredit lebih dari 10 juta, dan sekarang gue harus menggunakannya lebih besar untuk biaya kemo. Gue takut Papa akan mempertanyakan itu, dan akan jelas sekali terlihat dimana gue menggunakan kartu kredit itu. Bagaimana kalau Papa mengetahuinya?" tanya Adel.
"Masalah biaya kemo, lu tidak perlu memikirkannya. Simpan saja kartu kredit bokap lu, biaya kemo dan pengobatan lainnya biar gue yang tanggung," seru Raka.
"Nggak Ka, ini gak adil. Lu juga harus membiayai kehidupan nyokap lu dan juga adik-adik lu. Apalagi perusahaan mendiang bokap lu belum stabil," seru Adel. "Beban lu udah sangat berat Ka, lu jadi tulang punggung keluarga lu. Dan gue gak mau menambah beban lu."
"Lu ngomong apa sih Del, lu bukan beban buat gue. Berhentilah beranggapan seperti itu, gue tulus melakukan apapun buat lu," seru Raka.
"Thank yah Ka, gue gak tau kalau tanpa lu gue akan bisa melewati semua ini atau nggak," ucap Adel.
"Lu harus yakin saja kalau gue selalu ada buat lu, kapan pun lu butuh gue, lu gak perlu sungkan. Kita sudah kenal dan bersama dari sejak kecil, jadi jangan anggap gue oranglain," seru Raka membuat Adel tersenyum.
***
