Ruang Olahraga 4
Aku langsung berlari keluar mengejar ayahku. Karena aku melewati meja makan yang diatasnya tersedia berbagai macam buah, langsung saja aku mengambil satu buah apel yang nantinya akan ku makan di mobil.
Aku sudah berada di luar rumah. Aku melihat ayah yang sudah berada di dalam mobil. Aku menghampirinya, lalu masuk ke dalam mobil tepatnya bersebelahan dengannya.
Ayahku melajukan mobilnya agar aku tidak terlambat. Dan benar saja, aku sampai di sekolah sekitar 10 menit kemudian. Entah jaraknya yang dekat atau ayah yang menyetir mobil sangat cepat. Aku tidak tahu. Aku langsung turun dari mobil. Tak lupa berpamitan. Lalu berlari memasuki sekolah. Aku berlari menaiki tiga tangga untuk sampai dikelasku.
"Tamat riwayatku. Guru nanti akan menghukum ku karena terlambat." ucapku yang sebentar lagi sampai di kelas ku.
Dan saat aku sampai dikelas ku.
Semua siswa berkumpul di depan papan tulis. Aku heran sekaligus lega karena bukan guru melainkan seseorang yang tak asing bagiku. Siapa lagi kalau bukan Andre. Tapi kali ini dia tak sendirian. Dia bersama beberapa temannya.
Aku masuk ke dalam kelas seperti tikus. Bukan karena aku takut, hanya saja aku tak mau jadi bahan cerita kali ini. Aku langsung duduk di kursi ku. Dan mengatur nafasku.
"Kenapa kau terlambat?" tanya Sindy.
"Aku bangun kesiangan tadi. Ini ada apanya mana guru? Dan kenapa dia yang ada di sini?" tanya ku dengan nafas yang masih belum stabil.
"Kau tidak tahu? Dia itu ketua tim basket di sekolah kita. Dan dia sedang mencari calon anggota baru. Dan lihatlah, semua siswa di kelas kita mengerumuninya. Bukan hanya cowok tetapi cewek juga. Para cewek mengerumuninya bukan karena ingin masuk tim basket, tapi karena mereka mengagumi ketua tim basket ini." jelasnya
"Dan kau lihat, dia bersama teman-temannya." jelasnya sambil menunjuk mereka satu per satu.
"Apa? Dia ketua tim basket?" begitulah pertanyaan yang muncul dalam hatiku.
Saat aku melihat ke arahnya yang sedang sibuk memilih calon anggota tim basket yang nantinya akan diseleksi. Tiba-tiba saja dia melihat ke arahku. Pandangan kami saling bertemu. Entah apa yang ku rasakan sekarang. Hatiku berdegub tak berirama. Seolah-olah ingin mengajakku berlari.
Dan saat dia senyum padaku. Rasanya bibir ini juga ingin membalas senyumannya. Apa ini? Apakah aku menyukainya?
"Tami, helloooowwwww..." ucap Sindy dengan melambaikan tangan kanannya tepat di depan mataku. Sindy berhasil memalingkan pandanganku dari ketua tim basket itu. Siapa lagi kalau bukan Andre.
"Kau menyukainya, yah? Memang sih, dia memiliki banyak sekali pengemar.Sebagian besar siswi di sekolah ini. Jadi aku tak heran jika kau menyukainya." ucap Sindy.
"Aku tidak menyukainya." elakku seraya mengeluarkan buku ku dari dalam tas.
Saat aku masih sibuk dengan tas ku. Aku merasa ada seseorang yang menghampiriku.
"Bagaimana tidur mu? Apa kau memimpikanku?" lalu aku memandangnya. Dan ternyata dia adalah Andre.
"Apa urusanmu?" jawabku ketus yang berusaha jutek padanya. Tapi jujur saja, hati ini rasanya tak tega padanya. Biar saja apa peduliku.
"Jangan begitu padaku, aku pastikan kau akan menjadi pengagum ku juga." ucapnya percaya diri.
Aku tak menghiraukan perkataan. Tak lama, mereka pun keluar dari kelasku. Huhh, seandainya dia tak kunjung keluar tadi. Pipiku bisa jadi tomat.
Selang beberapa menit, seseorang mengetuk pintu kelasku. Seisi kelas ku hening. Kami kira itu adalah guru. Melainkan seorang senior cewek yang pernah ku lihat sebelumnya.
"Erin, sepertinya kita pernah melihat dia? Siapa namanya?" tanyaku berbisik pada Erin.
"Kau masih muda. Masa kau sudah lupa. Dia menolong kita saat baru masuk ke sini. Kalau tidak salah, Kak Susan namanya." jelas Erin.
Susan? Untuk apa dia kesini?
"Hai semua, apa kabar. Maaf mengganggu waktu kalian. Aku kesini ingin menyampaikan sesuatu. Karena hari ini khusus hari pemilihan ekstrakurikuler, jadi aku disini ingin mengajak kalian untuk bergabung dengan ku di ekstrakurikuler dance. Aku hanya membutuhkan lima orang saja yang akan bergabung denganku. Tetapi sebelum aku memasuki kelas ini, aku sudah menemukan dua orang. Jadi aku hanya membutuhkan tiga orang saja. Siapa yang ingin bergabung, silahkan angkat tangan kalian." Susan menjelaskan dengan sangat baik.
"Bagaimana kalau kita ikut saja. Hitung-hitung kita bisa memanfaatkan waktu luang." tawar Sindy.
"Tapi, aku tidak pintar dalam hal dance." ucap Erin.
"Tak apa Erin, kita coba saja dulu. Aku setuju dengan Sindy." kata ku.
Seketika Sindy mengangkat tangannya. Membuat seisi kelas melihat ke arahnya.
"Kak, aku ingin bergabung denganmu. Aku tak sendiri. Mereka juga akan bergabung." ucap Sindy seraya menujuk kami berdua.
"Baiklah. Besok kalian temui aku di ruang ekstrakurikuler dance setelah pulang sekolah." ucap Susan lalu keluar dari kelas.
"Sindy, kau bisa dance?" ucap Erin.
"Tentu saja, itu adalah hobiku." ucap Sindy bahagia.
Kemudian Sindy berdiri dan menunjukkan sedikit kemampuannya. Dan benar saja, dia sangat mahir. Aku seakan melihat seorang idol K-pop menari di depan ku.
"Wahhh, ternyata benar. Kau memang hebat" ucap ku seraya mengacungkan kedua jempolku.
Kami pun tertawa lepas. Sampai guru pun datang dan mengisi jam pelajaran sampai selesai.
Setelah pulang sekolah aku, Erin dan Sindy berdiri di gerbang sekolah. Kenapa? Kalian pasti lupa. Hari ini kami ingin menyelesaikan misteri di ruang olahraga. Kami menunggu disini sesuai kesepakatan kemarin. Tak lama, sebuah mobil hitam datang dan memasuki gerbang sekolah. Setelah mobil itu terparkir sempurna, keluar seorang pria dan wanita paruh baya. Yah, itu Michael dan ibunya Chandra. Dan seorang yang duduk dikursi roda dengan wajah datar. Dapat kupastikan ini adalah Sella. Tak lupa dua orang perawat yang mendampinginya.
"Sudah lama menunggu?" tanya Michael.
"Tidak, kami baru saja keluar dari kelas." ucap Erin.
"Cepat, kita masuk sekarang. Supaya kita tak pulang larut malam nantinya." ucap ku memotong percakapan mereka.
Kami berjalan menuju ke ruang olahraga. Yang berada di lantai tiga. Kalian tahu kan?
Sesampainya kami di ruang olahraga. Ternyata masih ada siswa yang sedang bermain basket. Dan ternyata mereka adalah calon anggota tim basket yang sedang mengikuti seleksi. Tentu saja, dengan ketua tim basket, Andre.
"Bagaimana ini? Masih ada orang disini?" ucap Sindy.
"Tak apa. Kita selesaikan ini di pinggir lapangan saja. Panggil saja Chandra ke sini." ucap Erin. Dia memang anak yang pintar dalam segala hal.
Kami bergeser ke pinggir lapangan. Dengan posisi, aku bersebelahan dengan Erin dan ibunya Chandra. Sisanya ada di depanku.
Langsung saja aku memanggil Chandra. Aku memanggilnya dalam hati. Seketika hindung Sindy mengeluarkan sedikit darah. Ini menandakan bahwa mahluk lain sudah ada di sekitar kami. Tak lama, aku melihat Chandra di belakang Michael.
"Chandra sudah ada disini. Sindy, kau bersihkan dulu darah yang keluar dari hidungmu itu. Setelah itu kita lanjutkan ini." tawarku. Sindy berlari menuju ke toilet yang ada dipojok sana.
Saat kami masih menunggu Sindy, aku melihat Chandra berjalan ke tengah lapangan. Aku melihat Chandra seperti sedang melihat-lihat orang yang sedang bermain basket. Tak lama, salah satu pemain basket tiba-tiba jatuh dan tak sadarkan diri.
Aku kaget saat melihat Chandra berada di dalam diri pemain yang pingsan tadi. Ternyata ini adalah ulah Chandra. Aku berlari ke arah dimana orang berkumpul. Aku melihat beberapa orang sedang memeganginya yang sedang meronta-ronta. Mungkin karena heran melihat ku berlari, mereka yang tadinya berdiri di pinggir lapangan, ikut berlari mengikutiku. Saat aku memanggil Chandra, dia masih meronta. Kemudian aku menyarankan ibu Chandra untuk memanggilnya.
"Chandra, kau kah itu?" panggil ibunya.
Dan benar saja, Chandra menjadi diam dan tenang. Kemudian Chandra mengangkat kepalanya untuk melihat ibunya. Sebenarnya bukan kepalanya, tetapi kepala siswa yang dia rasuki ini. Tak lama ia berdiri dan memeluk ibunya. Chandra meluapkan semua tangisannya di pundak sang ibu. Setelah melepaskan pelukannya, dia mulai bicara.
"Ibu, maafkan aku. Aku tidak membawa piala kemenangan waktu itu. Aku sungguh minta maaf." ucap Chandra dengan tangisan yang masih terisak.
"Ibu sudah memaafkanmu jauh sebelum kamu meminta maaf. Pulanglah dengan damai, nak. Ibu sudah mengikhlaskan mu." ucap ibunya dengan disertai tangisan yang serasa ditahan.
"Chandra...." panggil Michael seraya berjalan mendekati ibu Chandra.
Chandra melihat ke arah Michael. Lalu berjalan sempoyongan ke arah Michael. Lalu memeluknya erat.
"Maafkan aku, Michael. Aku tak sempat mengucapkan selamat ulang tahun waktu itu. Aku malah pergi meninggalkanmu." ucap Chandra yang masih memeluk Michael.
"Tak apa, Chandra. Lagi pula aku sudah menerima kotak kecil. Dikotak itu ada sepucuk surat dan sebuah gelang yang sangat indah. Sella yang memberikannya. Waktu itu, Sella datang ke rumahku. Dan memberikan kotak itu. Tanpa mengucapkan apa pun, dia langsung pulang. Langsung saja aku membuka kotak itu. Dan rupanya kotak itu darimu. Terima kasih untuk semuanya." jelas Michael seraya melepaskan pelukannya dengan Chandra yang memakai raga salah satu siswa.
"Benarkah, syukurlah. Maaf aku tak sempat mengucapkannya secara langsung." ucap Chandra dengan suara khasnya.
"Chandra, maafkan aku."
