Bab 4
“Aaarrggh!” Teriak Ruella saat lengan kekar Manggala menariknya dengan keras.
“Lepaas..! Lepas! Lepas! Lepas!” Ruella memukul-mukul lengan Manggala yang tengah menariknya itu.
“Hei, tenang. Aku tidak akan berbuat jahat padamu, adik kecil.” Ucap Manggala yang terlihat sangat tenang saat menghadapi gadis yang tengah mengamuk itu.
“Tidak akan berbuat jahat, tapi kamu mengejarku sampai ke kamar!” Ucap Ruella sembari berteriak.
“Aku tidak mengejarmu. Kamulah yang memancingku untuk mengikutimu hingga ke sini.” Ucap Manggala yang masih terlihat tenang.
“Gila kamu, Manggala! Kapan aku memancingmu?” Tangan Ruella masih berusaha untuk melepakan genggaman tangan kekar Manggala dari pergelangan tangannya.
“Kamu menyambutku dengan berpakaian seperti ini, bukankah kamu sengaja memancingku, adik kecil?” Manggala menyeringai.
“Berhenti memanggilku ‘adik kecil’! Aku bukan adikmu, bangsat!” Teriak Ruella memaki laki-laki itu.
“Oh, benar. Kamu bukan lagi ‘adik kecil’. Kamu sudah dewasa sekarang, bukan?” Manggala kemudian menghentakkan tangannya dan menarik paksa Ruella untuk mendekat padanya.
Dengan sekali tarikan saja, tubuh ramping Ruella sudah berhasil jatuh dalam dekapan Manggala. Laki-laki itu kemudian mengangkat tubuh Ruella yang sudah berontak dari tadi. Dipikulnya tubuh Ruella seperti seorang kuli yang tengah memikul beras di pundaknya. Ruella tidak henti-hentinya memukuli punggung kekar milik Manggala agar laki-laki itu melepaskannya.
Ruella semakin berontak saat dilihatnya langkah Manggala yang tengah memikulnya itu semakin mendekati ranjang mewahnya.
“Lepaskan aku, Manggala! Apa yang akan kamu lakukan?!” Ruella terus saja menggoyang-goyangkan kaki dan tubuhnya agar terlepas dari Manggala.
Laki-laki itu menjatuhkan tubuh ramping Ruella dengan keras ke atas kasur empuk itu.
“Diamlah dan nikmati saja pembalasan dendam yang akan aku lakukan.” Manggala mengeratkan rahangnya.
“Kalau kau ingin balas dendam, balas saja kepada ayahku, jangan kepadaku. Aku tidak tau apa-apa!” Ruella berusaha bangkit dari posisinya.
Melihat Ruella yang sedang berusaha untuk bangkit, Manggala lalu menaiki tubuh gadis itu lalu menahannya hingga gadis itu kembali berbaring.
“Manggala! Menyingkir, kamu!” Ruella terus memukul-mukuli tubuh kekar milik Manggala.
Mata Manggala sudah memerah menahan marah, dendam yang bersarang di dalam dadanya selama sepuluh tahun ini akhirnya bisa dilaksanakannya. Dengan sigap ditahannya kedua tangan Ruella yang sedari tadi sibuk memukuli tubuhnya. Dilepaskannya dasi panjang yang tengah terkalung di kerah kemejanya, lalu digunakannya untuk mengikat kedua tangan Ruella agar tidak bisa bergerak lagi.
Ruella bertambah panik saat Manggala mengikat kedua tangannya. Gadis itu sudah hampir menangis dalam situasi itu. Tubuhnya tetap saja digerak-gerakannya ke kanak dan ke kiri berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman laki-laki yang sudah berada di atasnya itu.
Di tengah rontahan Ruella, Manggala mengangkat kedua tangan Ruella yang sudah diikatnya dijadikan satu, lalu ujung dasinya diikatkannya ke kepala ranjang bertiang kokoh itu. Hingga akhirnya laki-laki itu tersenyum lega. Paling tidak, Ruella tidak akan bisa berbuat banyak setelah diikatnya seperti itu.
“Bangsat kamu, Manggala!” Ruella berteriak memaki Manggala.
Manggala tersenyum sinis mendengar makian gadis itu kepadanya. Semakin gadis itu berteriak memakinya, rasa bencinya semakin menyeruak, keinginan balas dendamnya semakin menjadi dan menggebu.
Laki-laki itu menarik tubuhnya untuk turun dari ranjang besar tempat Ruella berbaring. Ditatapnya lekat tubuh Ruella yang terbaring di atas ranjang dan masih meronta. Tak didengarkannya cacian dan makian yang dilontarkan oleh Ruella kepadanya.
Laki-laki itu sibuk membuka perlahan jas yang dikenakannya sembari menatap Ruella dengan tatapan penuh nafsu. Satu per satu Manggala menanggalkan pakaian yang tengah dikenakannya, hingga tersisa segi tiga penutup alat vitalnya.
Melihat Manggala yang sudah nyaris telanjang, Ruella semakin yakin dengan cara pembalasan dendam yang hendak dilakukan oleh laki-laki itu. Ruella sudah mulai menagis sembari terus menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Tidak, Manggala! Aku mohon jangan. Ada banyak cara untuk balas dendam, jangan lakukan dengan cara ini.” Ruella meracau memohon kepada Manggala agar laki-laki itu tidak meneruskan aksinya.
Namun bukannya berhenti, Manggala semakin mendekatinya hingga tubuh laki-laki itu kembali berada di atas tubuhnya.
Manik mata kecokelatan Ruella menatap lekat mata Manggala dengan sinar memelas meminta belas kasih, berharap Manggala akan menghentikan niatnya. Namun dugaannya salah. Manggala malah mulai menciumi bibir tipisnya dengan kasar.
Ruella hanya bisa berusaha menggerakan kepalanya untuk melepaskan pagutan Manggala dari bibirnya. Gadis itu merasa sangat sedih ciuman pertamanya hilang dengan cara direbut paksa oleh seseorang yang tidak dicintainya.
“Manggala!” Ruella kembali berteriak sesaat setelah Manggala melepaskan pagutan di bibirnya.
Manggala tidak menjawab apa-apa, dia hanya menyeringai sinis. Tangan laki-laki itu mulai meraba kulit tubuh Ruella masuk menyusup ke dalam terusan hitam yang dikenakan oleh gadis itu.
Ruella meremang, spontan ditariknya tubuh rampingnya itu saat pertama kali merasakan sentuhan langsung seorang laki-laki di kulit tubuhnya tanpa penghalang. Saat gadis itu hendak berteriak kembali, Manggala kembali melumat bibirnya agar tidak dapat mengeluarkan suara.
Tangan kekar Manggala terus menjalari lekuk tubuh Ruella. Gadis seusianya sudah memiliki bentuk tubuh yang sempurna bagi kaum wanita, sungguh sesuatu yang luar biasa. Manggala kemudian meremat salah satu dari dua buah dada milik gadis itu. Ruella terpejam menahan geli yang tiba-tiba menjalari seluruh tubuhnya melewati aliran darahnya. Bibirnya masih dibungkam oleh lumatan bibir Manggala, hingga dia hanya bisa menjerit dalam diam.
Ruella merasa kemaluannya sedikit lengket, seperti sebuah cairan keluar dari sana. Gadis itu tidak tau apa yang tengah membasahi vaginanya, namun tidak sempat untuk dirinya dan otak pintarnya mencari tau cairan apa itu dalam situasi seperti sekarang.
Tiba-tiba saja tangan kekar Manggala yang tadinya asik bermain di buah dadanya, kini sudah merambah menyusuri kemaluannya. Laki-laki itu menyelipkan tangannya di sela celana dalam hitam yang dikenakan oleh Ruella.
Lagi-lagi gadis itu memejamkan matanya menahan geli yang baru pertama kali ini dirasakannya. Ruella terus saja menjerit meski jeritannya tertahan karena Manggala masih membungkam mulutnya. Ruella terus menghentak-hentakan kakinya saat jari-jemari Manggala sudah bermain di belahan kemaluannya hingga menyentuh daging kecil yang ada di puncak kemaluannya itu. Gadis itu tiba-tiba saja membusungkan dadanya dan menengadahkan wajahnya ke atas saat Manggala sudah menekan dan menggoyang-goyangkan daging kecil di kemaluannya itu menggunakan ujung jarinya.
“Manggala, hentikan!” Ucap Ruella sembari terpejam dengan suara yang tertahan karena menahan geli.
“Lihat, kemaluanmu sudah sangat basah.” Manggala mengangkat jari-jemarinya yang digunakannya untuk mempermainkan area kewanitaan Ruella ke hadapan gadis itu.
Jari-jemari Manggala terlihat basah diselimuti lendir yang Ruella sendiri tidak tau itu apa. Karena baru pertama kali ini ada laki-laki yang menyentuh kemaluannya.
Meskipun Ruella sibuk memberontak untuk menolak, lain halnya dengan tubuhnya. Tubuh gadis itu dengan senang hati menerima sentuhan demi sentuhan yang dilakukan oleh Manggala.
Laki-laki itu kemudian menarik segitiga pengaman yang masih menempel dan melindungi kemaluan Ruella. Meski Manggala agak kesusahan saat melepaskannya karena Ruella yang terus menggoyang-goyangkan kakinya untuk menahan, namun akhirnya celana dalam itu berhasil terlepas.
“Manggala! Hentikan! Bajingan, kamu!” Ruella berteriak sejadi-jadinya sembari menangis.
Manggala tidak menjawab apa-apa. Laki-laki itu kembali turun dari ranjang. Dilepaskannya celana dalam yang masih dikenakannya hingga kemaluannya yang sudah berdiri tegak itu menonjol keluar. Laki-laki itu kemudian mengambil saputangannya yang berada di saku jasnya yang tergeletak di lantai sebelum menaiki ranjang kembali.
“Salahmu mengapa tidak mau diam dan terus berteriak.” Manggala lalu menggulung saputangannya dan menyumpalkannya ke mulut Ruella hingga suara teriakan gadis itu terpendam.
Ruella terus berusaha berteriak dan memberontak, namun kini suara teriakannya tidak lagi terdengar, bahkan oleh Manggala sekalipun.
Manggala kemudian memaksa untuk membuka lebar kaki jenjang Ruella, kemudian diarahkannya batang kemaluannya yang besar itu menuju liang vagina Ruella yang terlihat sangat menggoda. Tidak dihiraukannya wanita itu yang terus menggeleng-gelengkan kepalanya dan memintanya menghentikan aksinya, Manggala tetap memaksa memasukan kejantanannya ke dalam lubang kewanitaan milik Ruella. Saat ujung kemaluannya sudah berhasil masuk di pintu lubang vagina gadis itu, Manggala langsung menekannya secara paksa hingga pinggiran lubang vagina Ruella memerah.
Gadis itu memejamkan matanya kembali, menahan sakit yang teramat sangat saat kejantanan Manggala berhasil membobol keperawanannya. Gadis itu terus saja menjerit kesakitan meski suaranya tidak bisa keluar. Tangisnya kini semakin menjadi, tidak bisa dibayangkannya jika dia harus kehilangan keperawanannya dengan cara seperti ini.
Manggala mulai menggerakan bokongnya, menarik ulur batangnya di dalam vagina Ruella. Perasaan lega menyeruak di dirinya karena telah berhasil menjalankan rencananya untuk balas dendam. Laki-laki itu terus saja memompa kemaluannya di dalam lubang yang masih terasa sangat sempit itu.
Sumpalan di mulut Ruella akhirnya terlepas karena gadis itu tidak henti-hentinya menggeleng-gelengkan kepalanya. Jerit tangis gadis itu kini sudah terdengar kembali. Ruella kembali mencaci-maki Manggala dengan kata-kata kasarnya. Namun, laki-laki itu tetap saja tidak peduli.
“Aaaaah! Sakiitt! Ampuuunn!” Teriak Ruella dengan suara yang sudah terdengar parau nyaris tak terdengar.
Ruella tengah mengerang kesakitan saat ini karena kemaluannya tengah dihujam berkali-kali oleh seorang laki-laki yang sudah dikenalnya dari kecil itu. Gadis yang baru saja menginjak usia tujuh belas tahun kemarin itu tidak bisa berbuat apa-apa saat penis besar milik Manggala memaksa masuk ke liangnya yang masih sangat sempit.
“Aku mohon! Hentikan!” Ruella memohon dengan pilu kepada laki-laki yang kini tengah berada di atasnya.
Dengan isak tangis yang masih terdengar, nafas gadis itu tersengal menerima hujaman bertubi-tubi dari seorang laki-laki yang memiliki perbedaan usia sepuluh tahun darinya itu.
Kamar pribadi milik Ruella menjadi saksi bisu atas pemaksaan yang dilakukan oleh Manggala. Laki-laki itu mengikat kedua tangan Ruella ke atas kepala ranjang agar Ruella tidak dapat bergerak maupun berontak.
“Bajingaaan!” Caci Ruella pada laki-laki yang tengah menciumi leher jenjangnya sembari mempermainkan puting payudarahnya menggunakan jari-jari kekarnya.
Sebagai seorang wanita normal, tubuh Ruella tanggap terhadap sentuhan Manggala. Puting payudarahnya mengeras saat menerima rangsangan dari laki-laki itu. Namun, meski tubuhnya menerima, tapi dirinya dengan penuh kesadaran menolak atas paksaan yang dilakukan oleh Manggala.
“Aaaarrrgghh! Setan kamu, Manggala! Hentikaaan!” Ruella kembali berteriak, namun suaranya nyaris tidak terdengar.
Manggala menyeringai licik mendengar cacian yang terlontar dari mulut gadis itu. Dia terus saja menghujami kemaluan Ruella yang sudah terasa basah dan licin itu.
Gadis itu terus saja menggeleng untuk meminta belas kasih dari seorang Manggala agar menghentikan aksinya.
“Aku mohon! Hentikan semua!” Rintih gadis itu memelas dengan pilu kepada Manggala.
Seolah tidak mendengar rintih kesakitan dan permohonan yang sangat memilukan hati dari gadis itu, Manggala tetap menghujami liang vagina milik Ruella. Tanpa ampun, semakin gadis itu merintih kesakitan, semakin Manggala menaikan kecepatan gerakan bokongnya menghujami lubang kemaluan milik Ruella.
Dua jam sudah Manggala menggauli Ruella tanpa henti. Setelah berhasil menyemprotkan benih kenikmatan di liang vagina Ruella, akhirnya Manggala mengakhiri aksinya.
“Itu sebagai balasan atas kematian orang tuaku!” Ucap Manggala sinis dengan tatapan penuh kebencian kepada gadis yang masih berada di bawahnya saat ini.
Laki-laki itu memundurkan tubuhnya dari atas tubuh Ruella yang sudah terkulai lemas setelah dirinya menghentikan aksi jahannamnya. Sekilas, tanpa sengaja Manggala melihat sebercak darah mengotori sprei berwarna cream yang membungkus kasur empuk di atas ranjang itu tepat di antara kedua paha mulus Ruella yang masih terbuka.
“Darah perawan.” Gumam Manggala berbisik dalam hati.
Tentu saja laki-laki itu tau bahwa Ruella masih perawan saat pertama kali dirinya memaksakan penis besarnya untuk masuk ke lubang vagina milik Ruella. Namun, saat dirinya melihat sebercak darah perawan yang masih terlihat segar karena baru saja keluar dan mengotori sprei, tiba-tiba saja ada suatu perasaan yang entah apa, bahkan Manggala sendiri saja tidak bisa menjelaskannya.
Ruella hanya bisa menatap tajam mata Manggala dengan perasaan jijik tanpa bisa berbuat apa-apa. Gadis itu merasa sangat lemas, dirinya sungguh tidak berdaya saat ini. Sekujur tubuhnya terasa remuk redam, dia kehabisan tenaga karena sibuk memberontak selama dua jam penuh yang hasilnya tetap sia-sia. Dengan posisi kedua tangan diikat di kepala ranjang, Ruella menangis tanpa suara meratapi nasibnya saat ini. Bagaimana bisa semua berubah hanya dalam waktu dua puluh empat jam saja.
Dua puluh empat jam lalu, dirinya masih merasakan kebahagiaan menikmati private party ulang tahunnya yang ke tujuh belas tahun bersama kekasih tercintanya dan teman-teman dekatnya. Namun dua puluh empat jam setelah itu, dia kehilangan segala-galanya dengan cara yang tidak pernah bisa dibayangkannya.
Gadis itu sudah berencana untuk melepaskan keperawanannya kepada orang yang sangat dicintainya, kekasih hatinya, Bara. Dia membayangkan suatu moment yang indah penuh keromantisan saat Bara merenggut kesuciannya. Namun yang terjadi semua bertolak belakang dengan apa yang dibayangkannya.
“Tunggu saja, aku akan melaporkanmu pada polisi!” Ancam Ruella di sisa-sisa tenaganya.
Manggala yang tengah mengenakan pakaiannya kembali malah menyeringai lucu mendengar ancaman dari gadis itu kepadanya.
“Melaporkanku? Dengan pasal apa?” Tanya Manggala ingin tau.
“Pemerkosaan, pelecehan, pemaksaan.” Ucap Ruella yang masih menangis tanpa suara.
“Pemaksaan? Bukankah kamu sendiri yang mengizinkanku untuk masuk ke rumahmu? Aku memiliki saksi, satpammu sendiri yang akan bersaksi untuk membelaku.” Manggala tertawa.
“Pelecehan dan pemerkosaan? Kamu memiliki bukti untuk itu? Setauku, rumahmu tidak memiliki CCTV di dalam. Jadi bisa saja aku mengatakan bahwa kita melakukannya atas dasar suka sama suka. Jika sudah seperti itu, kamu sendiri yang akan rugi.” Manggala duduk di samping Ruella setelah selesai mengenakan pakaiannya kembali dengan rapi.
Air mata Ruella semakin deras mengalir, otak cerdasnya membenarkan apa yang barusan dikatakan oleh Manggala.
“Memang bajingan, Kamu!” Tukas Ruella penuh kebencian.
Manggala tersenyum sinis menatap Ruella. Didekatkannya wajah tampannya itu untuk melihat lebih dekat wajah Ruella yang tengah menatapnya dengan penuh kebencian.
“Aku berharap, hidupmu akan jauh lebih menderita dari apa yang aku rasakan dulu.” Tutur Manggala terdengar seperti sembilu tajam yang siap mengiris lawannya.
Laki-laki itu kemudian membuka dasi miliknya yang mengikat kedua tangan Ruella di kepala ranjang dan membiarkan tangan gadis itu terbebas dari ikatannya.
“Selamat merasakan penderitaan.” Bisik terakhir laki-laki itu sebelum meninggalkan tubuh Ruella yang terbaring lemas di atas ranjang setelah digaulinya secara paksa selama dua jam penuh.
