Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 1

“Hai, sayang. Happy sweet seventeen.” Bara membawa satu buket besar berisi seratus tangkai mawar putih untuk diberikannya kepada Ruella.

“Eee.. cieeee!” Sorak sorai teman-teman Ruella yang tengah berada bersama mereka untuk merayakan surprise party ulang tahun ke tujuh belas gadis yang bernama Ruella itu.

“Bara? Woow. Thank you!” Ucap Ruella sembari menerima satu buket besar mawar putih yang disodorkan oleh kekasih hatinya itu.

Bara mendekatkan mulutnya ke daun telinga Ruella saat gadis itu tersenyum manis sembari menciumi aroma mawar yang diberikannya.

“Sweet seventeen. Sudah bisa dapat SIPP, kan?” Bisik Bara di telinga Ruella yang hanya bisa didengar oleh gadis itu.

Ruella menarik kepalanya untuk menatap Bara, gadis itu mengernyitkan keningnya dengan senyum yang terhenti saat mendengar bisikan Bara di telinganya.

Bara yang bisa membaca ekspresi wajah kekasihnya yang bingung akan ucapannya itu, kembali mendekatkan mulutnya ke telinga Ruella.

“Surat Izin Pecah Perawan!” Bara membisikan kepanjangan dari SIPP yang disebutkannya tadi.

Mendengar hal itu, Ruella bukannya marah, gadis itu malah tersenyum sipu, pipinya bersemu merah jambu. Ditatapnya wajah Bara yang sudah dua tahun menjadi kekasihnya. Ruella berganti mendekatkan bibirnya ke telinga Bara untuk membalas ucapan laki-laki itu.

“Of course, my first kiss and my virginity is yours tonight.” Bisik Ruella dengan malu-malu.

Ruella Hazeline, seorang gadis ceria, periang dan cerdas. Terlahir sebagai anak tunggal dari keluarga kaya raya. Sang ayah adalah seorang pengusaha tambang timah yang memiliki pertambangan timah terbesar di pulau Bangka. Ruella yang memiliki garis keturunan Cina-Arab itu memiliki kulit yang putih bersih selayaknya orang cina, namun kontur wajahnya, mata, hidung dan sebagainya tidak ubahnya seperti orang Arab.

Ruella kini tengah menempuh pendidikan sebagai murid SMA di salah satu sekolah menengah atas swasta terbaik di kota Jakarta. Sekolah ini adalah salah satu sekolah yang termasuk favorit di ibu kota ini.

Ketika jam pulang sekolah hari ini, Ruella yang merupakan salah satu murid populer di sekolah tersebut dan memiliki banyak teman, sudah memiliki rencana untuk pergi karaoke di salah satu hotel mewah yang ada di kota Jakarta bersama teman-temannya untuk merayakan ulang tahunnya secara private. Hanya dia dan teman-teman dekatnya saja. Sedangkan kekasihnya, Bara, tidak bisa ikut karena mendadak ada acara keluarga yang harus dihadirinya.

Pada ulang tahunnya yang ke enam belas tahun, Bara pernah ingin sekali mencium Ruella, namun gadis itu menolak. Bara terlihat sangat marah, mereka bertengkar, hingga akhirnya Ruella menjanjikan akan memberikan ciuman pertamanya kepada Bara saat ulang tahunnya ke tujuh belas tahun. Tidak hanya ciuman pertama, gadis itu juga menjanjikan keperawanannya sebagai tanda cintanya kepada kekasihnya itu.

Pemikiran yang terlalu dangkal untuk pembuktian cinta di usia remaja seperti mereka. Namun di jaman sekarang, hal itu terlihat sangat lumrah. Sudah menjadi rahasia umum susahnya menemukan seorang perawan di usia remaja jika hidup di kota-kota besar. Hanya sebagian kecil remaja yang bisa menjaga diri mereka untuk tidak mengikuti pergaulan bebas seperti itu, dan itu adalah sesuatu yang sangat patut untuk diapresiasi.

Ruella sebenarnya bukanlah gadis nakal yang mengikuti pergaulan bebas. Hanya saja, dia merasa mendapatkan kasih sayang penuh dari sosok Bara saat dirinya tengah merasakan haus kasih sayang dari kedua orang tuanya. Secara materi, Ruella tidak merasa kekurangan sama sekali, namun gadis itu merasa kurang akan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Sang ayah yang merupakan seorang pengusaha tambang timah terbesar di pulau Bangka, lebih memilih menetap di pulau tersebut, sedangkan Ibunya tidak pernah ingin berpisah jauh dari suaminya itu. Ruella dibiarkan tinggal sendiri dan hanya ditemani oleh satu orang asisten rumah tangga, satu orang sopir, dan satu orang satpam di rumahnya yang sangat besar bagaikan istana di kota Jakarta itu.

Saat dirinya tengah merasa kesepian, Ruella mendapatkan rasa nyaman dan kasih sayang itu dari kekasihnya yang sudah dipacarinya kurang lebih dua tahun saat awal masuk SMA hingga kini mereka baru saja memasuki awal tahun ajaran baru untuk duduk di kelas dua belas. Oleh karena itu, Ruella dengan yakin menyerahkan keperawanannya kepada Bara sebagai tanda cintanya.

“Kalian nggak cuma berdua ya di sini, ada kita-kita juga!” Teriak salah satu teman Ruella yang suaranya sukses memecah suasana romantis antara Ruella dan Bara.

“Hahahha. Let’s singing, guys!” Ruella berteriak sebagai tanda untuk memulai private partynya itu.

Seketika, suasana sunyi yang penuh keromantisan yang menyeruak ke seluruh penjuru ruangan yang diciptakan oleh sepasang remaja itu berubah ramai. Suara dentuman musik terdengar di beberapa titik speaker sound yang diletakan di beberapa titik sudut ruang karaoke hotel berbintang itu.

Sepasang muda-mudi yang tengah dimabuk asmara itu berjoget bersama teman-teman mereka yang lain seirama dengan musik yang tengah diputar mengiringi nyanyian yang tengah dinyanyikan oleh salah satu dari mereka.

Lagu yang ceria, musik yang menghentak, menggambarkan kebahagiaan suasana hati seseorang yang tengah berulang tahun saat ini. Ruella tidak berhenti tersenyum saat matanya beradu pandang dengan mata kekasihnya, Bara.

“Love you!” Gerak bibir Ruella kepada kekasihnya tanpa suara.

“Love you too!” Balas Bara dengan isyarat yang sama.

Tak terasa, sekumpulan remaja itu sudah menghabiskan waktu yang cukup lama untuk berpesta, hingga malam sudah menyapa.

“Guys. Thanks a lot. I’m so happy today.” Ucap Ruella menutup private partynya sesaat sebelum mereka membubarkan diri.

Senyum gadis itu mengembang sempurna, satu per satu temannya memberikan selamat kepada dirinya dengan memeluk dan mencium pipinya kanan dan kiri. Hingga akhirnya mereka pulang ke rumah masing-masing karena besok mereka masih harus berangkat ke sekolah.

Bara dan Ruella kini tengah duduk di dalam mobil citycar putih milik Bara menuju kediaman keluarga Ruella. Bara difasilitasi sebuah mobil berjenis citycar berwarna putih oleh keluarganya yang juga dari golongan orang berada untuk mobilitasnya hari-hari, sedangkan Ruella lebih memilih untuk diantar jemput oleh sopir pribadi keluarganya yang sudah bekerja dengan keluarganya dari kedua orang tuanya baru menikah dulu.

“Eh, ponsel aku kemana ya?” Ruella meraba saku seragamnya untuk mencari ponsel miliknya.

“Di tas mungkin, sayang.” Ucap Bara tanpa menoleh sembari mengemudikan mobilnya.

Mendengar ucapan kekasihnya itu, Ruella kemudian meraih tasnya yang berada di bangku penumpang bagian belakang. Dirogohnya tas sekolahnya itu untuk mencari ponsel pintar miliknya.

“Ketemu!” Seru Ruella yang tengah memegang benda pipih itu dan mengangkatnya ke udara.

“Astaga! Aku lupa kalau ponsel aku matiin dari tadi!” Gadis itu segera memencet satu tombol untuk menyalakan ponsel pintarnya itu.

Selang beberapa menit, ponsel pintar miliknya tersebut sudah menyala sempurna. Semua notifikasi masuk beruntun hingga menghasilkan suara yang cukup bising di telinga sepasang kekasih itu.

“Pemberitahuan apa sih, sayang?” Bara terlihat sangat terganggu mendengar bunyinya.

“Ini ada beberapa telepon masuk dari rumah, dari bik Mah, dari pak Jo. Sama beberapa pesan dari bik Mah dan pak Jo.” Tukas Ruella sembari menatap layar ponselnya untuk membaca satu per satu pesan yang masuk ke ponselnya sesaat setelah berhasil dinyalakannya kembali.

“Sudah, tidak perlu dibaca. Paling mereka nanyain kamu sedang di mana sekarang.” Ucap Bara sembari merebut ponsel pintar dari tangan Ruella.

Bara kemudian mematikan lampu sorot mobilnya hingga menyisakan beberapa lampu taman sebagai penerangan, namun laki-laki itu masih membiarkan mesin mobilnya dalam keadaan menyala.

Ruella tidak mencoba menahan tangan Bara yang merebut ponselnya tanpa permisi. Ditolehkannya kepalanya ke arah kekasihnya yang duduk di bangku kemudi tepat di sebelah kanannya itu. Gadis itu baru sadar jika kini mobil yang ditumpanginya tidak lagi melaju. Ruella memutar-mutar kepalanya untuk melihat sekeliling dari dalam mobil. Sebuah tempat yang dikenali oleh Ruella. Mereka kini sedang berada di sudut salah satu taman kota yang ada di Jakarta. Di titik ini, taman tersebut sangat jarang dilalui oleh pengunjung, tempat Bara menghentikan mobil tersebut juga sangat jauh dari jalan raya yang ramai akan kendaraan berlalu lalang. Terlihat, hanya mobil Bara yang berada di sana.

“Kenapa kita ke sini, Bar?” Tanya Ruella kebingungan.

“I wanna kiss you.” Ucap Bara sembari mendekatkan wajahnya perlahan ke wajah Ruella.

Ruella tidak melakukan penolakan, gadis itu malah ikut memejamkan mata sembari menunggu bibirnya disambar oleh bibir kekasihnya. Namun tiba-tiba ponsel milik Ruella berdering. Sebuah musik hip hop yang dipasang Ruella sebagai tanda telepon masuk, sukses menghentikan aksi Bara.

“Apa sih!” Bara menggeser tombol merah di layar ponsel milik gadis itu yang sedang berada di tangannya.

Laki-laki itu kemudian meletakan ponsel pintar tersebut ke dashboard mobilnya dan hendak meneruskan kembali kegiatannya yang sudah tertunda itu.

Bara mulai mendekatkan kembali wajahnya ke wajah Ruella secara perlahan, namun kali ini Ruella tidak ikut memejamkan mata. Hatinya tiba-tiba terasa tidak enak setelah melihat Bara menolak panggilan telepon di ponselnya tadi tanpa dia tau siapa yang tengah meneleponnya.

Beruntung, ponsel gadis itu kembali berbunyi dan lagi-lagi berhasil menghentikan aksi Bara. Ruella segera menyambar ponsel miliknya yang diletakan oleh Bara di dashboard mobilnya sebelum laki-laki itu menolak kembali panggilan yang masuk.

Gadis itu bertanya-tanya saat melihat nomer telepon yang masuk dari nomer rumahnya. Ruella segera menggeser tombol hijau di layar ponsel untuk menjawab panggilan tersebut.

Terlihat wajah Bara yang sudah kesal bukan main saat melihat kekasihnya lebih memilih mengangkat telepon tersebut dari pada melayaninya untuk berciuman.

Ruella hanya melirik ke arah Bara tanpa berniat untuk memutuskan panggilan telepon tersebut meski tau bahwa kekasihnya tersebut sedang kesal karena ulahnya.

“Halo.” Jawab Ruella ragu-ragu.

“Non, di mana? Cepat pulang, non.” Suara bik Mah terdengar ketakutan dan panik.

“Ella sudah di jalan, bik. Mau pulang. Kenapa, bik?” Tanya Ruella yang penasaran mengapa asisten rumah tangganya itu terdengar sangat panik dan ketakutan.

“Ini, non. Ada polisi di rumah.” Ucap bik Mah ketakutan.

“Polisi? Mau apa polisi ke rumah, bik?” Tanya Ruella yang juga merasa panik saat tau maksud dari telepon bik Mah itu.

Bara melotot, kemarahannya kini berubah menjadi sebuah kekagetan saat mendengar kekasihnya tersebut menyebutkan kata polisi secara tiba-tiba.

“Mengapa polisi ke rumah Ruella?” Tanya Bara dalam hati.

“Pak polisinya mau kasih tau kabar tentang tuan dan nyonya, non.” Suara kepanikan bik Mah sudah terdengar bergetar.

“Kabar ayah dan ibu? Kenapa sama ayah dan ibu, bik?” Ruella semakin panik saat mendengar suara isakan dari bik Mah yang masih tersambung dengannya lewat telepon.

“Tuan dan nyonya ditemukan meninggal di pulau Bangka, non.” Bik Mah tidak bisa lagi menahan tangisnya kali ini.

Ruella merasa aliran darahnya tiba-tiba berhenti. Tubuhnya mematung seketika, semua fikirannya menjadi kosong. Gadis itu berusaha memastikan sekali lagi apa yang tengah didengarnya barusan.

“Hehehe, bik Mah brcanda, ah! Ayah ibu ada di rumah, kan? Mau kasih kejutan ulang tahun Ella?” Ruella mencoba menolak berita yang baru saja didengarnya itu.

“Non cepat pulang, pak Polisi nungguin non dari tadi. Katanya ada yang mau disampaikan.” Ucap bik Mah yang sudah bercampur dengan suara tangisannya.

Ruella langsung mematikan teleponnya, dia mencoba berpikir positif bahwa ini adalah bagian dari rencana kedua orang tuanya untuk memberikan kejutan pada dirinya. Karena hari ini adalah hari ulang tahunnya yang ke tujuh belas tahun, dan kebetulan saat pembagian raport sekolah, lagi-lagi Ruella meraih peringkat umum pertama di sekolahnya.

“Bar, kita pulang sekarang.” Pinta Ruella kepada kekasihnya itu.

“Terus janji kamu gimana? Paling nggak, first kiss kamu dulu lah.” Ucap Bara dengan nada kesalnya.

Bara tidak tau tentang berita yang didengar oleh Ruella dari asisten rumah tangganya tadi, karena Ruella tidak menggunakan pengeras suara saat berteleponan.

Ruella menatap Bara yang tengah kesal dengan sorot matanya yang tajam.

“Kamu mau anterin aku pulang, atau aku pulang sendiri?!” Tegas Ruella.

Melihat kekasihnya malah emosi kepada dirinya itu, Bara ikut naik pitam.

“Kamu pikir, aku ini sama kayak pak Jo, sopir pribadi kamu itu?” Tanya Bara dengan nada bicara yang sudah meninggi.

Ruella tidak menjawab pertanyaan Bara sama sekali, sorot matanya masih tajam menatap Bara dengan lekat. Segera diraihnya tas sekolahnya yang berada di bangku penumpang bagian belakang citycar milik Bara tersebut, kemudian gadis itu segera turun dari mobil yang tengah ditumpanginya itu.

Ruella mulai berjalan cepat melangkah menjauhi mobil putih milik Bara yang masih terparkir di tempat semula, gadis itu menyusuri bahu jalan yang mengelilingi taman kota untuk menuju jalan raya. Belum jauh dia berjalan, sorot lampu mobil milik Bara menerangi jalannya, namun mobil putih tersebut hanya lewat tanpa terlihat tanda-tanda hendak berhenti.

Gadis itu hanya menatap kepergian citycar putih yang dikendarai oleh kekasihnya tersebut meninggalkannya sendirian di taman sepi seperti ini.

Sekitar sepuluh menit Ruella berjalan menyusuri bahu jalan, tibalah dia di sisi taman yang lumayan ramai pengunjung, terlihat dari kejauhan beberapa taksi berwarna biru terparkir di pinggir jalan. Gadis itu segera melangkahkan kakinya menuju pangkalan taksi biru tersebut dan segera memesan satu taksi untuk mengantarkannya pulang ke rumahnya.

Ruella tertegun saat dirinya sudah duduk manis di dalam taksi yang tengah melaju membawa dirinya untuk pulang. Gadis itu masih tidak percaya atas apa yang baru saja didengarnya. Dia masih berharap sembari berdoa dalam hati bahwa berita yang didengarnya itu hanya bagian dari skenario yang sudah diatur kedua orang tuanya untuk pesta kejutannya hari ini.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel