Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bahaya

Panggil nama gue tiga kali, maka gue bakal datang dalam keadaan apa pun.

-Gavin-

Reya berguling-guling di kasur, ia mulai bosan hanya membaca novel dan bermain game sejak tadi. Rasanya Reya seperti dikurung di dalam penjara karena papanya mengetatkan penjagaan, ditambah kehadiran om Reno membuat Reya tak bisa berkutik.

Reya merubah posisinya jadi duduk, ia tampak berpikir sejenak. Mencari ide untuk mengelabui om Reno, apa pun caranya Reya harus bisa keluar dari rumah. Ia butuh udara segar dan cuci mata, matanya sudah butek hanya melihat huruf-huruf di buku novelnya.

"Ahaaa." Reya menjentikkan jari ketika ide gila melintas di kepalanya.

Reya segera berlari keluar, ia berjalan mengendap-endap saat menuruni tangga. Matanya terus mengawasi kepala om Reno yang terlihat menyembul di sofa, karena posisi sofa yang membelakangi jadi om Reno tak akan tahu jika Reya menyelinap ke pintu belakang.

Ehem!

Tinggal satu anak tangga lagi, tapi deheman om Reno membuat Reya menegang. Tubuhnya tiba-tiba kaku, apa dirinya ketahuan? Padahal Reya sudah memelankan langkahnya sampai tak menimbulkan suara.

"Mau ke mana kamu?" Suara bariton om Reno menginterupsinya.

"Eh, ada om botak." Reya menyengir, tapi wajahnya geregetan menahan kesal ingin mencabik-cabik om Reno. "Mau ke belakang kok om." Reya segera merubah mimik wajahnya saat om Reno menoleh ke belakang.

"Ngapain?" Wajah om Reno yang datar makin terlihat garang dengan kumis lelenya yang lebat.

"Mau ngapain?" Reya berpikir, mau ngapain ya? "Mau ...."

"Mau kabur hah?" Om Reno beranjak dari duduknya, tubuhnya yang besar tinggi menjulang ke atas. Mirip dengan Thanos.

"Mau ambil minum kok Om," sergah Reya, meringis memasang wajah tak tahu dirinya, lalu berlari ke dapur."

Melihat kelakuan anak majikannya, Reno hanya geleng-geleng kepala. Ia kembali duduk setelah memastikan Reya benar-benar ke dapur, bukan kabur lewat pintu belakang.

Reno mengambil tab-nya lagi, kembali membaca portal berita online. Namun matanya terus mengawasi Reya yang ada di dapur, bocah itu terlalu licik. Reya sering mengelabui Reno dan membuatnya kecolongan. Tapi kali ini Reno tak akan membuat dirinya lengah lagi.

Reya sendiri terus melirik om Reno, ia mendengus karena sadar jika om Reno tengah mengawasinya. Dalam hati Reya menggerutu, kalau seperti ini caranya bagaimana Reya bisa keluar. Kalau hanya mengelabui penjaga di luar itu hal yang mudah, tapi terlalu sulit untuknya mengelabui om Reno yang sudah hafal semua taktik Reya.

"Non Reya ngapain?" tanya bibi saat melihat Reya termenung di depan kompor.

"Hah?" Reya terkejut, ia refleks menoleh ke sumber suara.

"Non Reya ngapain di sini? Non mau sesuatu?" ulang bibi.

"Eh, gak kok Bi. Reya cuma haus mau minum." Reya menyengir, menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia berjalan ke kulkas mengambil air mineral dingin dan langsung meminumnya.

Reya memperhatikan bibi yang sedang merapikan laci, matanya terfokus pada botol obat yang tersimpan di laci.

"Bibi sakit?" tanya Reya.

"Hah ... gak Non, bibi sehat kok." Bibi menggerakkan tubuhnya, menunjukkan kalau dirinya baik-baik saja.

"Terus itu apa?" Reya menunjuk botol obat yang ada di laci, bibi pun melihat ke laci atas.

"Oh, itu obat tidur punya papa Non. Katanya akhir-akhir ini sering gak bisa tidur makanya minum obat tidur," jelas bibi.

Reya mengernyit, ia heran kenapa papanya harus menyimpan obat tidur di laci dapur bukan di kamar. Tiba-tiba sebuah ide super gila melintas di pikirannya, Reya menyeringai melirik obat tidur di laci.

Kebetulan sekali telepon berbunyi, bibi segera mengangkatnya. Memudahkan Reya beraksi tanpa takut akan ketahuan. Reya mengambil beberapa pil, ia memasukkannya ke dalam gelas berisi orange juice.

"Selamat mimpi indah om botak," gumam Reya sembari mengaduk orange juice.

Reno melirik Reya yang meletakkan nampan berisi dua gelas orange juice ke meja. Lalu mengalihkan pandangannya pada Reya, ia memperhatikan wajah Reya yang tersenyum lebar. Firasatnya berkata jika Reya tengah merencanakan sesuatu.

"Apa?" tanya om Reno.

"Gak apa-apa kok Om, nih orange juice. Pas banget sama cuacanya yang panas," kata Reya, menyodorkan gelas ke Reno.

Reno memicingkan matanya, menatap Reya penuh curiga.

"Yaelah Om, segitunya ngeliatin Reya. Tenang aja gak ada sianidanya kok. Emang Reya psikopat apa racunin Om pake sianida, kalau mau juga pake merkuri sekalian," gerutu Reya, memanyunkan bibirnya.

Reno mendengus geli, ia mengambil alih gelas dari tangan Reya dan langsung meminumnya. "Puas," ucap Reno setelah meminumnya, sambil menunjukkan gelasnya yang sudah kosong.

"Good." Reya mengacungkan jempolnya. Yes rencana berhasil. "Om, gimana kalau Om Reno temenin Reya main game."

Reno mengangguk, kemudian keduanya bermain game. Tapi rasa kantuk tiba-tiba menyerang Reno, ia terus menguap, matanya mulai redup. Sebisa mungkin Reno memaksakan matanya terus terbuka, ia tidak boleh tidur. Tapi rasanya benar-benar kantuk.

Ayo tidur, tidur, tidur. Reya bersorak dalam hati, ia menahan senyumnya agar om Reno tidak curiga.

Tapi Reya salah, Reno sudah sadar jika ada suatu yang dimasukkan ke minumannya. Ia menggeram, mencekal lengan Reya. Hal itu jelas membuat Reya terkejut dan mengerjapkan matanya berulang kali.

Mampus!

Apa dirinya ketahuan?

"Reya ... kamu ...." Tapi sayangnya Reno langsung tumbang tak sadarkan diri.

————————

Reya memacu Skateboard listriknya berjalan di jalanan, ia sudah keluar komplek. Reya tertawa girang, merenggangkan kedua tangannya menikmati udara yang menerpa wajahnya, meski terik matahari begitu menyengat. Sepertinya Reya tidak peduli.

Ia terlalu larut dalam kebahagiannya, setelah berhasil mengelabui semua penjaga di rumahnya termasuk om Reno. Reya yakin jika semua orang sedang kelabakan.

Reya memasang headset ke telinga dan kaca mata hitam, serta topi dan masker. Ia tak mau tertangkap paparazi, Reya benci jika ada wartawan yang mengikutinya. Padahal ia bukan selebritas, tapi kehidupan pribadinya selalu digali sampai ke akar-akarnya.

Reya terus memacu skateboard-nya, memencet tombol di remote control agar semakin cepat lajunya. Hingga ia baru sadar jika sudah terlalu jauh meninggalkan komplek.

Reya berhenti, ia mengedarkan pandangannya ke sekitar. Tempat ini terlalu asing baginya, Reya melihat google maps di smartwatch yang melingkar di pergelangan tangannya.

"LA?" beo Reya ketika melihat lokasinya saat ini. "Lah kok gue bisa nyampe ke sini si?" Reya memijit pelipisnya, bisa-bisanya ia nyasar sampai Lenteng Agung.

Reya celingukan, perutnya mulai keroncongan karena sejak pagi hanya makan roti dan susu. Matanya berbinar ketika melihat kafe internet di seberang jalan. Tempat yang cocok bagi Reya, selain bisa mengisi perut Reya juga bisa bermain game.

Reya masuk ke dalam, ia mengambil beberapa cemilan dan minuman dingin ditambah satu buah cup mie instan. Kemudian membawanya ke kasir. Mata Reya bergerak liar, memperhatikan setiap pengunjung yang sedang bermain game online. Rata-rata mereka berseragam sekolah, sudah dipastikan kalau mereka madol alias bolos. Pikir Reya.

"Semunya jadi delapan puluh ribu," ucap pegawai kasir.

Reya merogoh saku jaketnya, mengambil satu buah kartu berwarna hitam dan memberikannya ke kasir.

Kasir tampak mengernyit, ia memperhatikan Reya secara jeli. Bagaimana tidak jika Reya membayar dengan kartu VIP semacam kartu kredit tapi lebih diatasnya dan hanya orang-orang tertentu yang memilikinya.

"Kenapa? Apa gak bisa bayar pake itu?" tanya Reya.

"Oh, bisa kok, bisa." Mas-mas itu gelagapan dan segera menyecan kartu Reya lalu memberikannya kembali ke Reya. "Bilik nomor lima, ada di ujung. Kalau mau tambah waktu bisa tekan angka di pojok kiri monitor sesuai waktu yang diingkan," jelas mas-mas itu.

Reya mengangguk, ia langsung menuju biliknya setelah mengucapkan terimakasih. Reya meletakkan kresek berisi cemilan ke meja, ia menyalakan komputer. Cukup bagus, meski tetap saja tak sebagus komputer gaming di rumahnya yang keluaran terbaru dan dikirim langsung dari Amerika.

Reya makan mienya, sambil menekan-nekan keyboard. Ia tampak antusias memainkan game bersama teman-temannya. Kebetulan kelas sedang jam kosong jadi teman-temannya bisa ikutan mabar.

"Mail, sebelah kiri tembak!" teriak Reya.

Suara Reya jelas menarik perhatian, pasalnya dia satu-satunya cewek di sana.

"Woy, jangan berisik!" teriak salah seorang yang terganggu oleh suara Reya.

"Apaan si, gaje," gerutu Reya, mengabaikan orang itu. Ia kembali fokus bermain. "Rembo ke atas!! Yak lurus terus, awas musuh di kiri!!"

Brak!

Suara gebrakan mengejutkan semua orang, kecuali Reya yang tampak tak peduli dan tetap berteriak ketika melihat musuh. Bahkan ia tidak sadar jika cowok tadi berjalan ke arahnya dengan wajah kesal menahan emosi.

"Aaaww!" pekik Reya saat kuah mi mengenai dadanya, ia mendongak dan refleks berdiri. "Maksudnya apa ini?"

"Itu akibatnya kalau lo gak dengerin gue, bukan tadi gue bilang jangan berisik?" Cowok itu memandang remeh Reya, setelah menyiram mie ke Reya.

Reya mengepalkan tangannya, tak terima diperlakukan seperti ini. Tangannya refleks mengambil botol mineral dan mengguyurkannya ke wajah cowok itu. Seketika jadi ricuh, anak-anak yang tadinya tak peduli kini menjadikan keduanya sebagai tontonan.

"Lo ...!"

"Apa?" Reya menaikkan dagunya, seolah siap menantang cowok yang menjulang tinggi di depannya.

Cowok itu mendengus. "Gue jadi penasaran, kaya apa muka lo." Cowok itu mencopot paksa masker, kacamata dan topi yang dikenakan Reya. Tentu saja rambut panjang Reya langsung terurai.

"Tunggu deh, gue kaya kenal," celetuk salah seorang cowok, mendekat ke depan Reya.

Reya memalingkan wajahnya, berusaha menghindari tatapan cowok itu. Mampus, bisa mati dikeroyok Reya kalau sampai ketahuan siapa sebenarnya dirinya.

"Dia bukannya anak Rajawali?"

Tuh, kan.

Reya memejamkan matanya, apa wajahnya sepasaran itu sampai mudah dikenali?

"Iya, gue yakin dia anak Rajawali yang udah bikin Gaga masuk rumah sakit," ucap cowok itu.

Tak ingin jadi ayam geprek di sana, Reya langsung kabur. Lari terbirit-birit keluar dari tempat itu, bahkan ia juga meninggalkan skateboard-nya begitu saja.

"Woy, jangan kabur lo!" teriak cowok tadi yang mengejar Reya, disusul oleh gerombolan cowok di belakangnya.

Sial!

Reya merutuki dirinya, kenapa ia harus bertemu dengan anak-anak Garuda, apalagi gara-gara tawuran waktu itu salah satu anggota mereka masuk rumah sakit setelah baseball Reya menghantam kepalanya.

"Aaa ... mama!" teriak Reya, ia panik. Pasalnya anak garuda sangat banyak dan sudah pasti Reya akan kalah.

"Woy, jangan kabur! Kalian kejar dia, kita bakal buat perhitungan sama anak Rajawali!"

Reya berlari ke pasar, menabrak setiap orang yang lalu lalang di jalanan. Ia masuk ke gang sempit, tak peduli jika tempat itu sangat kumuh. Reya menjatuhkan bak sampah untuk menghalangi cowok-cowok itu.

"Shit!" umpat salah satu cowok ketika melewati bak sampah.

Reya terus berlari, menengok ke belakang dan semakin menambah laju larinya saat melihat gerombolan itu semakin mendekat.

Mampus, mampus, mampus.

Reya lari ke gang yang lebih sempit dan bersembunyi di balik gerobak. Jantungnya berpacu dengan cepat, ia tidak bisa menangani ini sendiri. Reya butuh bantuan.

"Panggil nama gue tiga kali, maka gue bakal datang dalam keadaan apa pun."

Reya ingat ucapan Gavin kemarin di taman, akhirnya Reya memutuskan untuk menghubungi Gavin lewat smartwatch-nya. "Halo, Gavin tolong gue ...." ucap Reya ketika sambungan telepon tersambung.

"Hei, anaknya ada di sini!"

Mampus!

Ketahuan!

Reya melebarkan matanya, ia beranjak berdiri dan kembali berlari. "Gavin ... tolong ...!"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel