5
Savana terbangun dengan tubuh remuk. Bukan karena luka, tapi karena semalaman tubuhnya diperlakukan seolah bukan miliknya.
Kael memperlakukannya seperti boneka, atau lebih buruk lagi—seperti pelacur yang harus menuruti setiap sisi gelap hasratnya.
Dada Savana naik turun, terengah. Punggungnya basah oleh keringat, pahanya masih terasa ngilu, dan tenggorokannya kering akibat terlalu sering menjerit dan menangis tanpa suara.
Kael terbaring di sampingnya, telanjang, dengan dada yang naik turun perlahan serta nafasnya yang berat tapi teratur. Ia begitu lelap, setelah puas menyetubuhi Savana berkali-kali seperti orang kesetanan.
Savana menolehkan kepalanya perlahan untuk mengamati wajah pria itu.
Tampan. Terlalu tampan untuk seseorang sekejam Kael Rainier. Matanya tajam, rahangnya keras, dan bibir itu... bibir yang mencium dan menggigitnya dengan rakus semalaman.
Air mata menetes dari sudut mata biru milik Savana. Ia gegas menggigit bibir agar tak mengeluarkan suara.
Lalu perlahan, ia geser tubuhnya untuk turun dari ranjang. Setiap langkah menusuk seperti ribuan jarum menyayat ototnya, tapi ia harus keluar dari sini.
Harus lepas. Harus mengakhiri semua ini.
Savana melangkah masuk ke dalam kamar mandi yang sama mewahnya seperti kamar Kael, dengan lantai dan dinding yang sama mengkilapnya bagaikan disepuh dengan emas.
Tatapannya berkelana mencari, kemudian menemukan sebuah lemari yang menempel di dinding. Di dalamnya ada berbagai macam botol obat dan peralatan mandi dan... pisau cukur.
Savana mengulurkan tangannya yang gemetar saat mengambil salah satunya.
Untuk sejenak, ia hanya diam dan memandangi bilah tipis itu sejenak. Kecil sekali, tapi cukup untuk membawanya pergi dari dunia yang penuh kebencian ini.
Tubuhnya yang lemas kemudian terduduk di atas lantai marmer, lalu duduk bersandar pada dinding.
Ia mengangkat tangan kirinya, lalu menempelkan bilah tipis itu ke kulit pergelangan.
Satu tarikan saja. Hanya satu—dan ia bisa pergi menyusul ibu, ayah, dan kakaknya. Bertemu orang-orang yang Kael ambil darinya.
Pemikiran pendek dan impulsif Savana adalah akibat dari jiwanya yang terguncang begitu hebat dalam waktu yang teramat singkat. Semalam ia masih bercengkrama dengan ibu dan ayah, serta bercanda dengan Sean.
Dikeliling oleh kasih sayang keluarga yang hangat. Dan sekarang semuanya telah sirna. Meninggalkan dirinya sendirian di dunia.
“Ayo, Savana. Jangan jadi pengecut. Hanya satu tarikan, maka semua ini pun selesai...” bisiknya, seiring dengan air mata yang mengalir deras di wajahnya.
Namun sebelum sempat menarik bilah pisau cukur itu, tiba-tiba saja pintu kamar mandi dibuka dengan keras dari arah luar.
Terlihat sosok Kael yang berdiri di ambang pintu, dengan matanya yang tajam menyala penuh marah.
“SAVANA!” bentaknya, sebelum tubuh besarnya menerjang ke depan.
Ia merampas pisau dari tangan Savana, lalu melemparnya ke luar pintu hingga berbunyi nyaring karena menghantam dinding.
Savana pun terisak ketakutan dengan tubuhnya yang gemetar hebat. Melihat dari ekspresi mengerikan Kael saat ini, Savana mengira jika pria itu akan memukulnya. Atau mungkin juga menamparnya.
***
