Pustaka
Bahasa Indonesia

My Obsesion Bos

37.0K · Ongoing
sfieroh1016
36
Bab
158
View
9.0
Rating

Ringkasan

Menceritakan tentang Gea yang terpaksa harus terikat dengan Bosnya Andito Pramana karena pria itu terobsesi dengan dirinya saat pertama kali melihatnya di kantor. Pria itu bahkan tidak sukar memberikan ancaman kalau Gea melawan dirinya. "Serahkan tubuhmu padamu, atau ku lenyapkan keluarga mu!" ucap Andito si mafia kelas wahid itu. "Tolong Bos, saya tidak mau. Saya masih suci!" tolak Gea sembari memundurkan langkahnya. Bagaimana kehidupan Gea setelah ini? yuk ikuti keseruannya. Khusus +18

PresdirNovel MemuaskanKehidupan SosialTeenfictionRomansaMetropolitanModernCerita

BAB 1 Perangkap Sang Mafia

Langit sore itu mendung, menggantung berat seolah tahu bahwa badai sesungguhnya sedang menanti di dalam hati seorang gadis bernama Gea. Ia berjalan cepat melewati lorong kantor yang mulai lengang, sepatu hak tingginya menimbulkan bunyi yang menggema dalam kesunyian. Di tangan kanannya tergenggam erat map laporan bulanan yang baru saja ia rampungkan, laporan yang diminta mendadak oleh sang atasan—Andito Pramana.

Andito bukan pria biasa. Di atas kertas, ia adalah CEO muda dari salah satu perusahaan investasi terbesar di Jakarta. Namun bisik-bisik di kalangan karyawan dan orang-orang dalam dunia bawah tanah menyebutkan satu hal: ia juga seorang mafia kelas wahid. Tak tersentuh hukum, tak pernah gentar, dan memiliki mata serta tangan di mana-mana.

Gea mengetuk pintu ruangannya dengan ragu. Ia berharap pria itu tidak sedang berada di tempat.

"Masuk," terdengar suara berat dari dalam, seperti panggilan dari neraka.

Ia menarik napas panjang lalu mendorong pintu. Di dalam, Andito sedang berdiri membelakangi jendela besar yang memperlihatkan langit Jakarta yang mulai kelabu. Jas hitamnya terpasang rapi, kemeja putihnya bersih tanpa cela. Tapi yang paling mencolok adalah tatapan matanya saat ia menoleh.

Tatapan milik pemburu.

"Laporanmu?"

Gea mengangguk dan menyerahkan map itu. Tangannya sedikit gemetar saat jari mereka bersentuhan. Andito memperhatikan itu dan tersenyum miring.

"Kau takut padaku?"

"Saya... hanya gugup, Pak."

"Andito. Jangan panggil aku Pak."

Gea menunduk. Hatinya tidak nyaman. Ada sesuatu dalam suara pria itu yang membuat bulu kuduknya berdiri.

Andito membuka laporan itu sekilas, lalu menutupnya kembali dan meletakkannya di atas meja. Ia berjalan perlahan mengitari Gea, membuat gadis itu semakin merasa seperti mangsa di tengah arena. Takut, dan hanya ketakutan yang ia rasakan saat itu.

"Sejak pertama kali kau datang ke kantor ini, aku tahu kau berbeda, Gea," bisiknya.

"Terima kasih, Pak... maksud saya, Andito," jawab Gea gugup.

"Aku ingin kau."

Ucapan itu membuat dunia Gea berhenti berputar. Ia menoleh, menatap pria itu dengan mata terbelalak. Apa tadi dia bilang? ingin aku? konyol, sangat konyol sekali.

"Maaf?"

"Kau dengar aku. Aku ingin kau menjadi milikku."

Gea mundur satu langkah. "Bos, saya tidak mengerti."

Andito mendekat, hingga wajah mereka hanya berjarak sejengkal. Nafasnya hangat di kulit Gea. Semakin merinding saja dia saat itu.

"Serahkan tubuhmu padaku, atau... ku lenyapkan keluargamu."

Suasana berubah beku seketika. Gea terpaku, tubuhnya membeku oleh ketakutan. Ia menggeleng pelan, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Ia tidak mungkin melakukan hal sebodoh itu bukan? Dia disana untuk bekerja, bukan untuk menjajakan tubuhnya,

"Tolong Bos, saya tidak mau. Saya... saya masih suci," ucapnya pelan, langkahnya terhuyung menjauh.

"Suci? Justru itu yang membuatmu lebih berharga."

Gea menyandarkan tubuhnya ke dinding, mencoba menjauh sejauh mungkin. Tapi ruangan itu terasa mengecil, seperti menelannya hidup-hidup.

"Mengapa saya? Dari semua wanita yang pasti bisa Anda dapatkan, kenapa saya?"

Andito menyeringai. "Karena kamu berbeda. Matamu, caramu bicara, sikapmu yang polos tapi tegas. Itu membuatku penasaran. Dan aku tidak tahan melihatmu berjalan setiap hari di kantor ini tanpa bisa menyentuhmu."

Gea menangis. Tangis dalam diam, penuh sesak, tanpa suara. Ia tahu, melawan pria ini bukan perkara mudah. Tapi menyerah juga bukan pilihan.

"Aku akan memberimu waktu. Satu malam. Besok malam, jam delapan. Datang ke apartemenku. Jika tidak... kau tahu apa yang terjadi."

Andito berjalan meninggalkannya, tanpa melihat lagi ke arah Gea. Seolah baru saja tidak melemparkan ultimatum yang bisa menghancurkan hidup seseorang. Pintu ditutup dengan suara pelan, tapi gema ancamannya masih bergema di kepala Gea.

Gea terduduk di lantai, memeluk dirinya sendiri. Ia menggigil, bukan karena suhu ruangan, tapi karena rasa takut yang begitu dalam.

Hidupnya baru saja berubah. Dunia yang ia kenal tak lagi aman. Orang yang ia hormati sebagai atasan, ternyata adalah iblis dengan wajah manusia. Tapi bahkan dalam ketakutannya, Gea tahu satu hal:

Ia tidak akan menyerah begitu saja.

Jika Andito Pramana mengira bisa mempermainkan hidupnya, maka pria itu belum tahu siapa dirinya sebenarnya. Gea bersumpah, entah bagaimana caranya, ia akan menemukan jalan keluar dari perangkap ini. Dan ketika hari itu tiba, ia akan membuat pria itu menyesali keputusannya.

Namun untuk sekarang, satu-satunya pilihan yang ia miliki... adalah bertahan.