Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7 Memalukan

Tapi berbeda dengan Aurel, jika mereka tidak sering bertemu, mungkin Aurel akan semakin enggan untuk bersama dengan Evan.

Sekarang, lebih baik membiarkan mereka hidup bersama selama beberapa hari. Agar Aurel tidak bisa menghindar lagi.

Jhoni melanjutkan, "Aurel, bukankah di apartemenmu ada dua kamar tidur? Selama berada di kota A, Evan bisa tinggal di tempatmu!"

"Apa?" Aurel terkejut mendengarnya. Bagaimana bisa dirinya membiarkan seorang pria masuk ke dalam rumah? Apa yang akan dipikirkan orang-orang tentang dirinya?

Aurel yang bekerja di klub malam, hidup satu atap dengan seorang pria. Itu hanya akan memperburuk nama baiknya saja.

"Ayah! Kau tahu, di sana ada Shira! Bagaimana bisa Evan tinggal di tempatku?" Aurel jelas tidak setuju.

Walau ada satu kamar yang kosong, tapi itu digunakan untuk menyimpan barang, tidak digunakan untuk tidur. Bahkan tidak ada tempat tidur di sana. Bagaimana bisa Evan menginap di tempatnya?

Melihat kepanikan Aurel, Evan mencoba untuk menenangkannya, "Paman, aku bisa tinggal di hotel. Tidak perlu menumpang di tempat Aurel!"

Ya ... hanya tinggal beberapa hari di kamar hotel, masalah biaya? Dirinya sama sekali tidak keberatan.

Tetapi bukan itu yang dipikirkan oleh Jhoni. Jika masih ada jarak di antara mereka berdua, rencana perjodohan ini tidak akan berjalan dengan lancar. Aurel pasti akan menghindar lagi.

"Terlalu repot jika terus tinggal di kamar hotel. Lebih baik kau tinggal bersama dengan Aurel di tempatnya. Hanya dua minggu saja, tidak akan membuat Aurel repot." Jhoni menatap Aurel, "Iya kan?"

Aurel ingin sekali berkata 'tidak'. Tapi ia tahu, itu tidak ada artinya. Jhoni tidak akan mendengar dan akan tetap mencari alasan agar Evan tetap tinggal di tempatnya.

"Baiklah, hanya dua minggu! Tidak masalah." Akhirnya Aurel mengalah. Ia menjawab dengan acuh.

Jika seumur hidup? Baru itu masalah!

*

Malam hari Aurel masih berada di rumah, sedangkan Shira sudah pergi bekerja.

Kini hanya tinggal dirinya dan Evan yang ada di dalam rumah, membuat suasana sedikit canggung.

"Bisakah kita pergi keluar sebentar?" Evan sudah berpakaian rapi. Ia meminta Aurel untuk mengantarnya membeli sesuatu.

Aurel yang sedang duduk di sofa sambil menonton acara di televisi, segera mendongak dan menatap Evan.

Aurel melihat Evan yang sudah membersihkan diri dan berpakaian rapi, berdiri di sampingnya. Bahkan wangi dari sabun mandi masih bisa tercium. Begitu segar hingga membuat orang merasa nyaman berada di dekatnya.

Aurel segera menarik pandangannya, dengan sedikit acuh ia bertanya, "Mau membeli apa?"

Tadi siang mereka sudah pergi berbelanja, membeli banyak barang dan beberapa keperluan untuk Evan, termasuk membeli tempat tidur kecil untuk ditempatkan di kamar sebelah.

Sekarang dia membutuhkan apa lagi?

Evan terlihat sedikit ragu, "Itu ... ada sesuatu yang aku butuhkan sekarang!"

Aishh, bagaimana mengatakannya?

Tadi di dalam kamar mandi, ketika Evan sedang berpakaian, tiba-tiba celana dalamnya terjatuh dan basah. Sekarang ia tidak mempunyai celana dalam lagi untuk digunakan. Bekas kemarin ada dua pun masih belum kering. Jika tidak segera membelinya, ia khawatir malam ini dan besok, tidak bisa memakai celana dalam.

Ini akan sangat memalukan!

Aurel mendengar suara pelan dan sedikit bergetar, ia kembali mendongak dan menatap Evan.

Evan tidak berani menatapnya. Dia memalingkan muka, membuang pandangannya ke sisi lain ruangan. Tidak berani menatap Aurel.

"Apa yang kau butuhkan sekarang? Bukankah tadi siang kau telah membeli banyak barang?" Aurel masih belum mengerti.

Sudah malam seperti, dia membutuhkan apa lagi? Apa dia kelaparan? Pergi keluar untuk membeli makanan? Tapi, bukankah tadi mereka semua makan sebelum Shira berangkat kerja?

Tidak ingin Aurel menebak apa yang dirinya butuhkan, Evan segera berkata, "Antar aku ke mini market saja. Aku lupa membeli lotion. Jika tidak memakai lotion malam ini, kulitku akan terasa gatal."

Evan berkata dengan asal.

Ia tidak memikirkan, apa yang akan dipikirkan orang lain ketika mendengar ucapan seperti itu dari mulut seorang pria.

Benar saja, mendengar alasan dari Evan, Aurel terlihat mengerutkan kening. Ada tatapan aneh ketika mendengar hal itu.

"Apa? Lotion? Kau akan merasa gatal jika tidak memakai lotion? Apa kulitmu sesensitif itu? Bahkan aku saja sebagai wanita, tidak sampai seperti itu!"

Jika itu benar, Evan terlihat seperti pria lebay yang selalu mementingkan perawatan diri. Ini lebih parah dari seorang wanita.

Aurel merasa geli memikirkan hal itu.

"Bu-bukan ... bukan seperti itu!" Evan panik disalah fahami oleh Aurel.

Kulitnya tidak seburuk itu. Hanya saja, tadi dirinya tidak sempat untuk mencari alasan lain. Jadi mengatakan lotion, sebagai alasan.

Tadinya ia hanya asal berbicara, agar Aurel tidak bertanya lagi. Tapi malah ....

'Aishhhhh .... Bagaimana harus menjelaskannya?'

"Bukan apa?" Aurel sedikit mengejeknya.

Entah mengapa, dirinya merasa senang melihat tampang bodoh Evan yang seperi ini. Bahkan kini, wajahnya terlihat merah karena malu.

Pria gagah dan tampan seperti Evan, bisa terlihat bodoh juga. Hehe ....

"A-aku ... hanya," Evan tergagap menjawabnya. Ia tidak tahu harus berkata apa agar Aurel tidak lagi menatapnya seperti itu.

Akhirnya, dengan menebalkan muka, Evan berkata dengan suara keras dan cepat, "Aku ingin membeli pakaian dalam. Punyaku tadi jatuh di kamar mandi dan basah. Kini aku tidak memakainya. Apa kau sudah puas mendengar jawaban jujur dariku?"

Setelah mengatakannya, Evan berbalik badan dan melangkah dengan cepat menuju pintu ke luar. Ia segera membuka pintu dan pergi. Menghiraukan Aurel yang masih terbodoh mendengar jawaban darinya.

Aurel menatap pintu rumah yang tertutup dengan keras. Ia bisa melihat bahwa dia sedang marah. Entah marah, ataukah malu. Yang jelas, sekarang Aurel ingin tertawa sekeras-kerasnya mendengar hal itu.

'Dia sekarang tidak memakai pakaian dalam? Hahah, apa dia tidak merasa kedinginan, pergi ke luar dengan keadaan seperti itu?'

Aurel segera tersadar. Ia bangkit dari duduknya dan setengah berlari menuju pintu.

Di luar, Aurel melihat Evan berjalan dengan cepat di koridor apartemen.

"Hey, tunggu! Hahaha ... kau marah ya? Tunggu aku!" Aurel berteriak. Ia segera mengejarnya.

*

Aurel membawa Evan ke mini market yang tidak jauh dari tempat tinggalknya. Untungnya ada mini market yang masih buka. Jika tidak? Harus pergi menggunakan taxi untuk mencarinya.

Walaupun hanya mini market, tapi di sana tersedia banyak perlengkapan untuk pria, seperti pakaian dalam dan lain-lain.

Evan segera mengambilnya.

Walau ia sedikit malu, tapi mau bagaimana lagi? Dirinya memang membutuhkan barang ini.

Aurel mengambil beberapa makanan cepat saji, dan aneka makanan ringan untuk dirinya nanti. Ketika ia memasukan barang ke dalam keranjang belanja, ia hanya melihat dua kotak celana dalam Evan.

Aurel bertanya, "Hanya ini?" Ia tersenyum sedikit mengejek, "Mana lotionnya? Bukankah kulitmu akan gatal jika tidak mema___"

Belum sempat ia menyelesaikan ucapannya, terdengar Evan memperingatkan, "Aurel .... "

Tadi dirinya hanya berasalan. Bukan benar-benar membutuhkan lotion. Terus saja dia mengungkitnya!

Melihat tatapan mata Evan yang sudah tidak enak dilihat, Aurel segera berhenti, "Ya ... ya ... maaf! Aku hanya bercanda!"

Aurel segera berbalik dan berencana untuk mengambil barang lain.

Tapi ... ketika ia berbalik badan, tanpa sengaja menabrak tubuh sesorang dengan cukup keras. Sampai ia merasakan sakit di hidungnya karena benturan.

Padahal hanya tubuh seseorang, bukan sebuah kayu atau benda keras lainnya. Tapi mengapa begitu keras dan saki?

"Awwhh .... " Aurel meringis sambil memegang hidungnya yang sedikit memerah.

Sejenak, ia mencium aroma tubuh yang tidak asing di hidunya. Perlahan ia mendongakan kepala untuk melihat.

"Kamu?" Aurel mundur dua langkah ke belakang. Tiba-tiba kakinya sedikit bergetar.

Ia merasakan jantungnya berdetak dengan sangat cepat ketika melihatnya. Hawa yang sedikit aneh menyebar dalam dirinya. Dan kini, wajahnya sedikit memerah, entah karena marah atau karena gugup. Yang jelas, ada banyak perasaan aneh dari dalam hatinya, ketika melihat dia.

"Aurel?" Terdengar Stefan memanggil namanya.

Walau sebelumnya Stefan sudah mengetahui nama aslinya, tapi karena terlalu sering mendengar julukan 'wanita sulit' dari teman-temannya, jadi baru kali ini dia memanggil nama Aurel

.

"Wah, Nona! Ternyata kau ada di sini? Pantas saja, tadi di dalam klub aku tidak melihatmu." Edward yang berada di samping Stefan, sengaja berbicara.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel