Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3 Pengalaman Pertama

"Aaaaa .... Sakit!"

Aurel terus berteriak dan terus memukul. Bahkan dengan kuku panjangnya, ai mencakar pungung Stefan dengan kuat. Melampiaskan rasa sakitnya kepada pria itu.

"Dasar brengsek! Aaaaaa .... "

Aurel tahu apa yang terjadi padanya saat ini. Stefan telah membobol hal yang selama ini ia jaga.

Tadi, Aurel tidak bisa menghindar ketika Stefan terus menggodanya, memberi sentuhan-sentuhan lembut di setiap sudut di tubuhnya.

Dirinya adalah wanita dewasa normal. Jika terus mendapatkan provikasi dari seorang pria, ia jiga tidak berdaya. Tanpa sadar otaknya menjadi kosong dan menerima setiap sentuhannya.

Pria ini memang sungguh sangat hebat ketika memanjakan wanita di atas tempat tidur. Walau Aurel terus berkata tidak, tetapi dia malah membungkam mulutnya dengan bibirnya sendiri. Mengajaknya untuk terus menari hingga ia lupa diri.

Hingga tidak tahu bagaimana caranya, Stefan telah membuka semua penutup tubuh Aurel dan bermain di bagian yang paling sensitif, hingga Aurel tanpa sadar terbuai dan menginginkan hal yang lebih.

Tapi, ketika rasa sakit itu menyerang, ia baru sadar bahwa pria ini telah mengambilnya. Mengambil hal yang paling berharga dalam dirinya.

Kini, ia hanya bisa menangis dan menjerit. Merasakan rasa sakit dari setiap gerakannya.

Ketika Stefan sedang melancarkan aksi panasnya, ia menyadari ada hal yang berbeda dengan wanita ini. Stefan seketika terdiam. Ini sesuatu yang memang berbeda, sangat sempit dan sulit. Stefan bisa merasakannya.

Entah mengapa Stefan merasakan perasaan bersalah ketika menyadari akan hal ini. Apa benar ini pertama kali baginya? Tapi mengapa bisa? Bukankah dia wanita malam? Hal ini pasti sudah sering dia lakukan, bukan? Hanya saja dia terlalu memasang harga tinggi, hingga orang lain menjulukinya si 'wanita sulit'.

Melihat wanita yang berada di bawah tubuhnya masih menangis, dengan pelan Stefan bertanya, "Apa sungguh sangat sakit? Apa ini pertama kalinya bagimu?"

Mendengar pertanyaan dari Stefan, Aurel segera berteriak, "Sakit ... sungguh sangat sakit! Aku sudah bilang, tidak mau!"

Mendengar jawaban darinya, dengan enggan Stefan segera melepaskannya. Ia berdiri di samping tempat tidur sambil menatap wanita yang meringkuk di tempat tidur.

Dengan pelan, Stefan meraih selimut dan menutupi tubuh polosnya.

Stefan bukan pria brengsek yang suka mengambil paksa barang berharga milik orang lain. Malam ini ia melakukannya karena ia pikir, wanita ini adalah wanita malam dan sedang bertaruh dengan teman-temannya.

Tapi ternyata tidak! Wanita ini hanya bekerja di klub malam tanpa menjual diri.

Pantas saja dia selalu menolak ketika diajak tidur oleh setiap pria. Ternyata ini alasannya.

Stefan membungkuk dan menatap Aurel dari dekat. Wanita itu menatapnya penuh rasa benci. Tapi ia memakluminya. Wanita ini marah karena dirinya terlalu berani.

"Maaf menyakitimu! Tapi, aku bisa memastikan, aku belum membolol semuanya. Jadi, kau tidak usah khawatir!" Stefan berkata dengan pelan.

Ya, tadi dirinya memang masuk dan hanya beberapa kali menggerakan pinggul dan mendengar jeritan darinya. Untung saja segera dihentikan. Jika tidak, mungkin kesuciannya benar-benar akan diambil olehnya.

Walau sebenarnya sangat disayangkan harus berhenti di tengah jalan. Padahal itu tadi sangat nikmat. Tapi jika diteruskan, ia khawatir akan memberikan pengalaman buruk kepadanya. Ia tidak ingin itu terjadi.

Setelah mengatakan itu, Stefan kembali berdiri. Ia mengambil pakaian yang berserakan di lantai dan segera pergi ke kamar mandi.

Aurel masih berbaring di atas tempat tidur dengan tubuh bergetar. Ia mendengar ucapa dari Stefan. Tapi dirinya tidak yakin. Apa itu benar? Dia belum membobol semuanya? 'Apa aku masih seorang gadis suci?'

Tapi ... tadi benda itu masuk ke dalam tubuhnya. Aurel bisa merakannya. Benda besar dan keras itu masuk dan menyakitinya. Apa itu masih bisa dibilang tidak membobolnya?

Walau ia ragu, tapi ia sedikit merasa lega.

Aurel ingat, dulu ketika Shira menceritakan pengalaman pertama kepadanya, dia bilang sangat sakit dan sampai berdarah.

Aurel segera bangkit dan berdiri. Ia ingin memastikan. Melihat tempat tidur yang masih bersih tanpa noda, akhirnya ia semakin lega.

Dengan cepat, Aurel memakai bajunya kembali yang berserakan di lantai. Mengambil tas kecilnya yang ada di atas nakas. Ia bergegas pergi keluar dari kamar hotel.

Aurel tidak pergi ke Klub Jingga lagi, ia memutuskan untuk pulang ke apartemennya untuk menenangkan diri.

Kejadian malam ini, sungguh membuat Aurel terkejut.

*

Di pagi hari, Aurel terbangun dan melihat di sampingnya ada sesorang yang masih tertidur. Ia segera bangun dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Di bawah guyuran air hangat, Aurel berdiri sambil terus memejamkan mata.

Tadi malam adalah mimpi buruk baginya. Aurel tidak ingin mengingatnya kembali. Ia berharap, ketika ia bangun di pagi hari, ia bisa melupakannya. Tapi tetap saja kejadian itu terus berputar di kepalanya.

Setiap sentuhan pria itu, hembusan nafasnya bahkan ciumannya membuat Aurel melayang hingga ke awan. Pria itu memang sangat hebat membangkitkan hasrat dalam dirinya, hingga ia tidak bisa melupakannya.

"Aargghh, brengsek!"

"Siaallll." Aurel terus berteriak.

Aurel menuangkan shampo ke telapak tangannya, menggosok kasar kepalanya dan terus menggosoknya dengan kasar, sambil terus mencaci dan memaki seperti orang gila.

Ia juga menggosok seluruh tubuhnya dengan penuh tenaga, seolah ingin menghilangkan setiap jejak dari sentuhan pria itu. Ia berharap, dengan terus menggosoknya, ia akan melupakannya.

Setelah hampir dua jam dirinya berada di dalam kamar mandi, akhirnya ia keluar. Dengan menggunakan handuk di tubuhnya, ia berjalan ke dalam kamar dan berdiri di depan lemari.

Ketika Aurel sedang mencari baju untuk ia pakai, tiba-tiba terasa ada sebuah bantal yang dilepar ke tubuhnya. Diiringi suara teriakan dari seorang wanita.

"Hey, pergi kemana kau semalam? Aku sangat panik, hingga mencarimu ke setiap ruangan."

Dia adalah Shira, wanita yang sudah tinggal bersamanya selama satu tahun di dalam apartemen.

Aurel pergi dari rumah dan memutuskan untuk membeli sebuah apartemen sederhana di kota A dengan uang tabungannya sendiri. Hingga ia tidak lagi memiliki uang dan memutuskan untuk bekerja bersama Shira.

Orang tua Aurel tinggal dan menetap di kota D, membuat ia memutuskan untuk mengajak Shira untuk tinggal bersamanya di apartemen. Agar ia ada teman, dan tidak kesepian.

Ada perselisihan antara Aurel dan ayahnya, yang membuat Aurel memutuskan untuk pergi dari rumah, dan tidak ingin kembali lagi ke kota D.

Mendengar Shria bertanya, Aurel segera memutar badan, ia berjalan sampai ke samping tempat tidur dan menatap wanita yang masih berbaring di sana.

"Shira? Apa pesan singkat dariku tidak kau baca? Aku memberitahumu, bahwa aku pulang duluan!" Aurel bertanya dengan sedikit heran.

Semalam dirinya sudah mengirim pesan singkat kepada Shira. Tapi mengapa sekarang dia masih bertanya? Apa dia belum membacanya?

Mendengar ucapan dari Aurel, Shira segera bangun. Ia mengambil ponselnya dan membukanya.

Ternyata benar, semalam ada pesan singkat dari Aurel. Sekarang ia membacanya. Seketika ia merasa malu.

"Hehehe! Aku kira tidak ada pesan darimu!" Shira tertawa bodoh menatap Aurel yang berdiri di seberangnya.

Shira melihat Aurel hanya memakai handuk putih yang melilit di tubuhnya, menutupi dada hingga ke paha, hanya memperlihatkan tubuh bagian atasnya.

"Mengapa kau tidak melihat ponselmu, hemm? Apa kau sibuk melayani pria di atas tempat tidur hingga kau menghiraukan pesan singkat dariku?" Aurel bertanya penuh ejekan dengan sedikit bercanda.

Aurel merasa, sahabatnya semalam sibuk membuka kedua kakinya hingga tidak sempat untuk membuka ponselnya sendiri.

"Sibuk melayani pria di atas tempat tidur?" Shira mengulangi pertanyaannya.

Ia berjalan menghampiri Aurel dan berdiri di depannya, menatap Aurel dengan tajam.

Shira lanjut bertanya, "Apa kau tidak?" Pertanyaannya penuh sindiran.

"Apa?" Aurel tidak mengerti.

Mengapa Shira bertanya seperti itu kepadanya?

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel