Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2 Tidak Butuh Uangmu

Aurel mengendarai mobilnya dengan tenang, sambil sesekali menatap pria yang duduk di sampingnya. Pria tampan yang sedang tertidur ini, sungguh membuat orang tidak bosan untuk terus menatapnya.

Aurel pun hanya bisa tersenyum samar sambil menghela nafas panjang. Ia kembali menatap ke depan dan memperhatikan jalan.

Butuh waktu sepuluh menit baginya untuk bisa sampai di gedung hotel.

Ia segera turun dari dalam mobil, berjalan menuju pintu mobil Stefan dan membukanya.

"Tuan, kita sudah sampai!" Aurel sedikit ragu, ia menarik tangannya, ingin membantunya berdiri.

Merasakan gerakan dari Aurel, Stefan malah merangkul leher Aurel dengan kedua tangannya, hingga wanita itu tanpa sengaja ditaik sampai menimpa di atasnya.

"Ah, Tuan!"

Aurel kini berada di atas tubuhnya. Merasa situasi ini begitu canggung baginya. Ia mencoba untuk bangun, dengan sekuat tenaga mengangkat tubuhnya sendiri dan berdiri tegak di samping Stefan.

"Huh, orang mabuk memang sangat merepotkan!" Jika bukan karena sudah diberi uang oleh temannya, saat ini Aurel pasti sudah meningalkanya di dalam mobil, tidak ingin mengantarnya ke dalam hotel.

Merasakan tangannya masih melingkar erat di lehernya, Aurel dengan mengeluarkan semua tenaganya, menarik Stefan agar turun dari dalam mobil dan berjalan menuju pintu masuk gedung hotel.

Dengan susah payah, Aurel sampai juga di depan meja resepsionis. Ia segera meminta kunci dan memperlihatkan bukti check-in hotel kepada nona resepsionis.

"Iya, atas nama Stefan!"

Setelah mendapatkan kunci kamar, ia masih berjalan dengan susah payah sambil membantu Stefan berjalan menuju pintu lift.

Di dalam lift, Aurel masih mencoba untuk berbicara kepadanya, berharap dia mau merespon dan mau berjalan sendiri. Tidak terus dibantu olehnya.

"Tuan! Bisa berdiri tegak tidak? Tubuhmu sangat berat, aku sudah tidak kuat lagi." Aurel sangat tidak nyaman terus di peluk olehnya, juga merasa sangat lelah.

Benar saja, sekarang Stefan melonggarkan ikatan tangannya, tidak lagi memeluk dan menekan Aurel sekuat tadi. Kini ia berdiri dan berjalan tanpa mempersulit Aurel lagi. Tapi masih merangkul lehernya, tidak ia lepaskan.

Sampai di depan pintu kamar nomor 343, Aurel segera membuka kunci dan membuka pintu kamar. Ia sedikit ragu, menatap Stefan yang kini masih terlihat lemah, dia tidak mampu untuk berjalan sendiri masuk ke dalam kamar.

Akhirnya, Aurel membuka lebar pintunya, masuk ke dalam kamar membawa Stefan, tidak lupa untuk menutup pintu.

Ini adalah sebuah kamar Presidential Suite yang sangat indah dan luas. Dengan pemandangan gemerlap cakrawala kota yang menakjubkan sebagai latar, dan ada dua ruang keluarga megah sebagai tempat untuk menjamu tamu. Ada tiga balkon berperabotan lengkap, membuat ini menjadi tempat istirahat yang sangat nyaman.

Ya, walau sebenarnya, kamar Presidential Suite ini tidak bisa dipesan secara online, tapi tadi Edward bisa memesannya! Aurel merasa sedikit tidak percaya dengan ini. Apa ada orang dalam yang membantu Edward dalam memesan kamar ini? Jika tidak, bagaimana bisa?

Ahh, sudah lah.

Setelah membatu Stefan berbaring di tempat tidur, Aurel segera berdiri. Tetapi sebelum ia berdiri tegak, Stefan menariknya hingga ia terjatuh di atas tempat tidur, setelah itu Stefan memutar tubuhnya hingga berada di atas tubuh Aurel dan menekannya.

Kini, Stefan membuka mata, menatap wanita yang berada di bawa tubuhnya dengan lekat.

Menyadari perubahan yang besar pada diri Stefan, Aurel sejenak mengerutkan kening. Merasa ini sungguh konyol. Dia sengaja berpura-pura mabuk untuk membawanya masuk ke kamar hotel!

Memikirkan hal ini, Aurel sedikit benci, benci dengan cara licik pria ini.

"Kau! Apa kau tidak benar-benar mabuk?" Aurel menatapnya dengan tajam.

Stefan melihat aura dingin dari tatapannya, seketika ia tahu bahwa wanita ini sudah menyadari permainannya.

"Ya! Aku hanya ingin tahu, apa yang dikatakan oleh semua orang itu benar? Kau, si wanita sulit sungguh tidak bisa dibawa ke kamar hotel? Tapi ternyata tidak! Menurutku, sangat mudah membawamu masuk ke dalam kamar hotel."

Stefan masih berada di atas tubuhnya dan menekannya. Dengan jari telunjuknya, Stefan menyusuri setiap bagian di wajahnya. Sungguh sangat menggoda.

Menyadari gerakan dari Stefan, Aurel berteriak, "Singkirkan tanganmu! Siap yang mau pergi ke kamar hotel bersamamu, jika tidak dijebak?"

Aurel masih sibuk dengan gerakannya yang terus berusaha untuk lepas darinya.

"Apa? Dijebak?" Stefan tertawa dingin. "Kami bukan ingin menjebakmu, hanya memberimu kesempatan untuk bisa mendapatkan uang yang banyak."

"Berapa banyak uang yang kau inginkan untuk malam ini? Hemm?" Stefan bertanya dengan penuh penghinaan.

Wanita pada umumnya menyukai uang, apalagi para pekerja klub malam. Jika bukan uang, apa lagi yang mereka cari? Tentu saja, para wanita yang bekerja di klub malam bukan wanita baik-baik, semuanya demi uang baru bekerja di sana.

'Cihhh, menjijikan!'

Mendengar pertanyaan dari Stefan, Aurel sangat marah. Bisa-bisanya pria ini menawarkan uang kepadanya. Seratus juta pun dirinya tidak akan sudi tidur dengannya.

"Aku tidak membutuhkan uangmu! Cepat menyingkirlah dari tubuhku!" Aurel tidak tahan terus ditekan olehnya. Apalagi sekarang, tangan besarnya semakin nakal masuk ke dalam pakaiannya, menyentuh sana sini, seenaknya.

Tadi di dalam klub, dirinya merasa nyaman berbincang dengan dia, hingga ia menyingkirkan semua kewaspadaannya kepada pria ini.

Tapi ternyata, pria ini sama saja dengan pria lain. Mendekatinya hanya ingin mengajaknya tidur bersama.

'Brengsek!'

Melihat kemarahan dari raut wajahnya, Stefan sedikit ragu. Baru kali ini ia berhadapan dengan seorang wanita yang terus saja jual mahal. Sebenarnya berapa banyak uang yang dia inginkan?

"Tidak butuh uang? Jika lima ratus juta, bagaimana?" Stefan sungguh menantangnya.

Di dunia ini, tidak ada yang tidak bisa didapatkan dengan uang. Walau uang lima ratus juta ini terlalu tinggi untuk harga seorang wanita malam, tapi dirinya hanya ingin tahu, sampai angka berapa wanita ini baru bersedia membuka kedua kakinya.

"Tidak! Satu miliar pun aku tidak sudi!" Aurel sungguh tidak tahu, harus dengan cara apa lagi untuk menegaskan bahwa dirinya tidak sudi menemani dia tidur.

"Apa? Tidak sudi?" Stefan merasa terhina dengan ucapannya.

'Satu miliar pun, tidak sudi? Dasar wanita gila, terlalu menganggap dirinya istimewa!'

Selama ini, tidak ada wanita yang berani menolak dirinya. Tapi sekarang ... wanita sulit ini dengan tegas mengatakan 'tidak sudi'. Itu sungguh melukai harga dirinya sebagai seorang pria.

Stefan akui, wajah Aurel memang sangat cantik. Bahkan selama hidup ini, dirinya baru pertama kali melihat wanita secantik dia. Dengan mata bulat yang memiliki tatapan menggoda, bulu mata lebat dan lentik, hidung mancung, bibir seksi berwarna merah muda, terlihat lembut dan lunak seperti jelly, sungguh membuat kaum pria dapat bertekuk lutut kepadanya. Apalagi tubuh tinggi dan seksi itu, membuat semua pria ingin mencoba untuk mencicipinya. Wanita ini sungguh karya Tuha yang sempurna.

Terdengar Aurel berteriak, sambil terus memberontak, "Tidak! Aku bilang tidak! Berapapun, tidak! Cepat kepaskan aku!"

Aurel tidak punya kesabaran lagi untuk menunggu pria ini melepaskannya. Jika tidak berusaha sendiri, ia khawatir dirinya tidak bisa melarikan diri dari pria ini.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel