Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Attected Him

Setelah melakukan perdebatan yang panjang dengan pria arogan itu pada akhirnya semua keputusan kembali ke awal dimana Risa harus tinggal bersama Sean untuk waktu yang tidak bisa di tentu saja kapan akan Risa bisa meninggalkan rumah itu namun untuk saat ini hanya Kevin yang mampu menahan Risa disini.

Di layar laptop di depannya masih setia menampilkan deretan informasi tentang Grew Sean, seminggu sudah terlewati Risa tinggal bersama Kevin.

Risa cukup penasaran tentang kehidupan Grew Sean, pria itu terlalu misterius baginya, terkadang dia bisa sangat baik tapi ada saatnya pria itu sangat kejam, saat Risa pulang terlambat dua hari lalu misalnya, Sean memaki Risa tanpa ampun seperti seorang ayah yang mendapati anak gadisnya pulang malam dari klub.

Pertengkaran itu terjadi begitu saja, Sean mengklaim dirinya mempunyai kewajiban menjaga Risa karena dia sudah berada dalam teritorial dimana Sean harus bersifat protektif.

Sementara Risa sama sekali tidak peduli dengan kewajiban yang Sean terapkan, dia dan Sean tidak memiliki ikat dalam hak dan kewajiban apapun.

Setahu Risa dia sudah menekankan sejak awal bahwa tugasnya hanya mendampingi Kevin, kehidupan pribadinya sama sekali tidak boleh dicampur adukan Sean.

Tapi kembali lagi ke realita yang diajak berdebat adalah Grew Sean, pria yang tidak pernah mau dibantah dan begitu posesif dalam segala hal.

"kenapa tidak langsung bertanya padaku, berita dari internet belum tentu ada kebenarannya."

Risa terkejut kaget, dia sudah mengenal jelas suara itu, tangannya dengan reflek menutup layar laptopnya, dan dia membalik tubuhnya menatap seseorang yang sudah mengetahui kegiatannya.

"apa yang ingin kamu tahu dariku?" ucap Sean, dia melipat kemejanya hingga siku, pria itu baru pulang.

Risa menarik nafas dalam melihat jam menggantung di dinding, sudah pukul dua malam dan Grew Sean baru tiba dirumah?

"Tidak ada."

Risa berusaha menutupi rasa malunya, dia begitu ceroboh melupakan keberadaan Sean, Rasanya dia ingin segera berlari ke kamar dan membenamkan diri di antara selimut tebalnya.

"sudah jelas kamu sedang mencari sesuatu tentangku disana."

Sean mengangkat dagunya menunjuk pada Risa laptop yang sudah tertutup, bibirnya bawahnya Risa gigit pelan berusaha mencari alasan logis yang tidak mempermalukannya untuk yang kedua kalinya, tapi apa? Bahkan otak Risa memenjarakannya dalam tatapan sensualnya.

"kamu salah lihat."

 

Risa mengalihkan pandangannya kemanapun, asal tidak menatap seringai nakal yang tercetak jelas di wajah Sean, alis Sean terangkat sebelah, kakinya melangkah mendekati Risa.

"mataku masih belum rabun Risa, kalau begitu kenapa tidak kita buka kembali laptopmu, kita bisa lihat historynya."

Salah satu sifat menyebalkan Sean adalah tidak mau dibantah, ketika dia meyakini sesuatu maka dia akan memastikannya dengan begitu dalam.

"Tidak perlu.”

Sean menyeringai melihat Risa sudah terpojok, geraman kesal itu terdengar begitu menyenangkan di telinganya.

"tapi bagiku itu sangat penting!"

Entah bagaimana caranya kini wajah Sean dan Risa terpaut beberapa centimeter, kegugupan luar biasa mendera Risa, dia semakin kencang menggigit bibir bawahnya.

"itu—tidak—penting."

"bagiku itu penting, untuk mengetahui seberapa tertariknya dirimu padaku."

Nafas hangat Sean berhembus di wajahnya, Risa yakin sekali jika saat ini wajahnya sudah merah.

"kelinci bodoh." setelah mengatakan itu Sean mengecup bibir Risa sebentar.

Risa tidak percaya bahwa pria didepannya sudah mencuri ciuman pertamanya, oh Risa yang malang, bahkan remaja saja tahu jika itu hanya sebuah kecupan bukan ciuman.

"Ayah—,"

"K—kevin."

Risa mendorong dada Sean, sebelum akhirnya menatap pada Kevin yang tengah sibuk mengucek matanya pelan.

"kenapa Kevin terbangun?"

Tangan Kevin menyentuh lehernya, membentuk sebuah ekspresi menggemaskan di wajahnya. "kevin haus, Ibu."

Setelah menyuruh Kevin duduk di sofa Risa mengambil segelas air putih, Kevin menenggaknya hingga habis, sepertinya anak itu benar-benar kehausan.

"oke, sekarang kita tidur lagi." 

Kevin mengangguk pelan saat Risa mengusap pelan rambutnya.

"tapi aku ingin tidur bersama Ibu."

"baiklah" Risa mengisi kembali gelasnya dengan air lalu meneguknya hingga setengah, baru saja Risa ingin meletakkan gelas tangan Sean menahannya mengambil gelas itu lalu meneguk sisa air itu.

Risa menatap tak percaya pada sosok di depannya, sejak kapan dia menjadi sedekat ini dengan Sean? Berbagi minum bersama? Yang benar saja, Risa mendengus sejenak melupakan kegugupannya.

"sekarang pergilah tidur," Sean mengangkat tubuh Kevin, anak itu terlihat masih linglung,

"ayah mau tidur bersamaku dan Ibu?"

"tidak!!" dalam hati Risa, dia ingin berteriak, dia tidak ingin satu ranjang dengan pria itu.

"sepertinya menyenangkan." 

dan tubuh Risa lemas seketika mendengar ucapan Lian, bencana apalagi yang akan terjadi setelah pria itu mencium bibirnya, Risa tak yakin bisa memejamkan kedua matanya dengan jantung berdebar seperti ini.

*********

"Ada apa denganmu?"

Asyla menatap heran pada Risa yang sejak tadi hanya diam saja, lingkaran hitam dibawah matanya begitu terlihat mengganggu.

"apa Tuan Sean itu kembali memarahimu? atau dia melakukan sesuatu padamu? Seperti memukulmu mungkin?" ucap Asyla, dia terlihat sangat khawatir saat Risa hanya menggelengkan kepalanya.

"dia memang melakukan sesuatu padaku, tapi bukan memukulku, dia menciumku!" batin Risa berteriak, kenapa efek ciuman Sean begitu separah ini terlebih lagi semalam Risa tidur bersama dengan lelaki itu, meski sepenuhnya tidak bisa dikatakan tidur karena Risa hanya memejamkan matanya tanpa pergi ke alam mimpi.

"Asyla." suara Risa terdengar begitu putus asa.

"menurutmu pria seperti apa Grew Sean itu?"

"tampan." Asyla mengacungkan jari telunjuknya.

"tampan." jari tengahnya menyusul setelah itu, kening Risa mengerut.

"tampan." bahkan kini jari manis gadis itu, turut serta.

Risa meraih tangan Asyla menghentikan aksi kekonyolannya, dia meminta pendapat bukan mengatakan hal tak berguna yang bahkan diketahui oleh semua wanita jika Grew Sean adalah pria tampan.

"aku menyesal bertanya padamu."

Risa menelusupkan kepalanya di antara dua lengannya yang bersilang manis diatas mejanya.

"sebenarnya apa yang terjadi diantara kalian?" tanya Asyla.

"tidak ada!"

“aku tidak yakin?"

"sungguh tidak ada Asyla!"

"aku tidak percaya, jangan katakan padaku jika kamu mulai menyukai Sean?" Asyla memekik kencang, beruntung tak ada orang lain di ruangan ini selain mereka berdua.

"suka?" Risa menggeleng cepat.

"aku hanya bertanya tentangnya, bukan berarti aku menyukainya."

"karena rasa suka diawali dengan rasa penasaran, percayalah padaku sebaiknya kamu menekan rasa penasaranmu terhadap Sean, jika kamu tidak ingin jatuh cinta padanya!"

**********

"lihat." Kevin berlari menghampiri Risa yang tengah menunggunya di luar kelas.

"aku menggambar ini," dengan penuh antusias Kevin menunjukan kertas gambarnya.

"tadi ibu guru menyuruhku menggambar sesuatu yang aku inginkan di sekolah tadi."

"aku menggambar Ibu, ayah, dan aku, karena yang Kevin inginkan hanya kebersamaan Ibu dan Ayah." tunjuk Kevin pada setiap goresan crayon diatas kertas.

"gambarnya sangat bagus." Risa berjongkok menyamai tinggi Kevin.

"kamu harus menunjukkannya pada Ayah nanti."

Kevin mengangguk penuh antusias, "tentu saja, Ayah harus tahu aku menggambar ini dengan begitu susah."

Senyum yang mengembang di wajahnya membuat Risa semakin merasa bersalah, kebersamaan?

Kenapa dia begitu tega membohongi Kevin dengan kebersamaan palsu yang dia buat bersama Sean.

bagaimana jika dia nanti harus mengakhiri sandiwara ini?

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel