Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

7. Siapa Ahmose?

Ervania menoleh dengan wajah terkejut saat melihat kemunculan Saghara. Namun, dia cepat-cepat melangkah menjauhi pohon dan mendekati sang kekasih.

"Itu ... itu tadi apa?" tanya Saghara yang tidak bisa lagi menutupi keingintahuannya.

Ervania terdiam sebentar.

"Kamu ... kamu juga bisa lihat ...?" tanyanya tidak percaya.

Meskipun terlihat ragu-ragu, tapi Saghara tetap menganggukkan kepalanya.

"Sepertinya mamaku benar soal ... kutukan mumi atau piramida yang ada di Mesir," ucap Ervania lambat-lambat ketika dia dan Saghara berjalan menuju kelas. "Saat aku di sana, ada penggalian situs kuno. Aku nggak tahu bagaimana caranya, ada teman aku yang bisa dapat akses untuk lihat proses penggaliannya."

Saghara mencerna penjelasan Ervania dalam diam.

"Nggak mungkin ... masa iya nggak ada pengamanan ketat saat penggalian situs kuno itu berlangsung?" cetus Saghara. "Situs kuno bersejarah yang pastinya dilindungi negara."

"Aku juga nggak tahu," geleng Ervania dengan bingung. "Nyatanya temanku bisa."

Saghara termenung lagi. Sejauh pengetahuannya, situs-situs kuno bersejarah yang ditemukan di Mesir telah disegel kuat dengan mantra yang bisa saja melahirkan kutukan tertentu kalau tetap dibongkar.

"Kamu terlalu sering baca novel atau film tentang mumi," komentar Ervania saat mereka sampai di depan kelas.

Saghara tidak mengatakan apa-apa dan menunda waktu untuk membantah opini Ervania.

Saat jam pelajaran sekolah berakhir, Saghara segera melanjutkan percakapan mereka yang sempat tertunda tadi.

"Apa ... penggalian yang kamu maksud itu adalah penggalian makam kuno?" tanya Saghara dengan penuh selidik.

Ervania yang mendapat giliran piket siang itu hanya mengangguk membenarkan.

Jauh di atas semua itu, Saghara lebih memikirkan tentang wajah misterius berbalut cahaya keemasan yang langsung menghilang saat dia muncul untuk menyusul Ervania.

"Namanya Ahmose," kata Ervania memberi tahu saat selesai piket. "Dia itu ..."

Saghara menunggu Ervania menyelesaikan ucapannya dengan tidak sabar.

"Manusia?" tebak Saghara akhirnya, meskipun dia sudah bisa menebak jawabannya.

"Entahlah ..." Ervania menggeleng samar. "Aku juga belum tahu persis. Tadi kita sempat berbicara sebentar sebelum akhirnya kamu datang."

Saghara mengayunkan ransel ke punggungnya dan menatap Ervania lekat-lekat.

"Kamu sama dia bicara dalam bahasa apa?" tanya Saghara ingin tahu.

Ervania balas menatapnya dengan bingung.

"Bahasa kita sehari-hari seperti ini," kata Ervania lugas. "Memangnya kenapa?"

"Aku nggak paham sama bahasa yang kamu pakai," ujar Saghara. "Aku dengarnya kamu itu ngomong dalam bahasa asing yang ... sedikit aneh."

"Begitu?" tanya Ervania sambil mengernyitkan keningnya. "Masa iya aku bisa bicara pakai bahasa asing tanpa aku sadari?"

Saghara mengangkat bahunya dan mengajak Ervania untuk segera pulang.

"Aku tahu kamu mulai menganggapku aneh," ujar Ervania saat tiba di rumahnya. "Tapi ... aku heran kamu bisa melihat Ahmose."

Saghara menarik napas. Dia tidak ingin mengakuinya, tetapi dia memang melihat kemunculan wajah berselimut cahaya emas itu dengan mata kepalanya sendiri.

Sementara itu Ervania terus merenung sambil telungkup di atas tempat tidurnya. Dia bahkan tidak segera turun saat ibunya menyuruh makan.

"Ahmose ..." gumam Ervania sambil membenamkan wajahnya di atas bantal. "Siapa sebenarnya kamu?"

Ervania terus terbayang dengan kemunculan wajah Ahmose di hadapannya tadi.

"Vania?" panggil mama sekali lagi. "Ayo makan dulu!"

"Iya, Ma!" sahut Ervania sambil membalikkan tubuhnya. Setelah itu dia segera berganti pakaian dan turun ke dapur untuk makan.

"Masak apa, Ma?" tanya Ervania saat tiba di meja makan.

"Sop tomat pedas," jawab mama. "Kamu kenapa sih, ketiduran?"

"Enggak ..." geleng Ervania sembari mengambil piring. "Mama udah makan?"

"Mama kan nungguin kamu," sahut mama.

Ervania meringis dan segera menyendokkan nasi ke piringnya. Dia makan dengan lahap dan bayangan tentang Ahmose sementara terlupakan dari pikirannya.

Selesai makan, Ervania bersantai di halaman belakang rumah sambil melanjutkan bacaannya yang sudah dia awali di sekolah tadi.

"Navarin?"

Ervania mengerjabkan matanya saat mendengar suara yang mulai dia kenal.

"Siapa itu?" Ervania menutup bukunya dan memandang ke sekeliling. "Ahmose?"

Dia memanggil satu nama yang terbersit dalam pikirannya dengan ragu-ragu.

Ervania menunggu selama beberapa saat, sampai tidak muncul tanda-tanda kehadiran sesuatu.

"Halu," gumam Ervania. "Mungkin dia memang nggak nyata."

Sambil menarik napas, Ervania berdiri dan membawa bukunya masuk ke dalam rumah.

Beberapa waktu kemudian, Ahmose tidak pernah lagi memperlihatkan penampakannya di hapadan Ervania. Saghara sendiri menunjukkan sikap bahwa apa yang pernah dilihatnya merupakan halusinasi belaka.

Meskipun pada kenyataannya, mereka berdua memang pernah melihat penampakan wajah Ahmose tepat di depan mata kepala mereka sendiri.

"Kita ke kafe biasanya?" ajak Saghara ketika akhir pekan tiba.

Ervania kelihatan berpikir sebentar.

"Boleh," angguk Ervania setuju.

Saghara tersenyum senang karena memiliki kesempatan untuk merekatkan hubungannya lagi dengan Ervania setelah sempat diwarnai keanehan gara-gara munculnya Ahmose yang misterius.

"Kamu mau malam mingguan?" tanya mama ketika melihat Ervania bersolek di kamarnya.

"Mama nggak sibuk, kan?" tanya Ervania sambil menolehkan kepalanya. "Aku mau pergi sebentar sama Ghara."

Mama mengangguk.

"Pulangnya jangan malem-malem," pesan mama.

"Beres!" Ervania mengangkat jempolnya dengan gembira.

"Mama kamu lagi nggak sibuk, kan?" tanya Saghara ketika dia menjemput Ervania di rumahnya.

"Enggak, mama selalu melonggarkan waktunya buat kita di malam minggu." Ervania memberi tahu. "Kita ke kafe sekarang yuk, nanti keburu malem."

Saghara menganggukkan kepala dan mempersilakan Ervania untuk membonceng di belakangnya.

"Suatu saat nanti kalau aku sudah kerja, aku akan beli mobil biar kamu ke mana-mana nggak perlu kepanasan atau kedinginan." Saghara berkata kepada Ervania yang malam itu mengenakan dress selutut berwarna navy.

Mereka baru saja tiba di kafe dan sedang mendatangi salah satu meja yang masih kosong.

"Kamu bahkan masih SMA, Gha!" sahut Ervania sambil tersenyum kecil. "Jangan mikir terlalu jauh dulu."

Saghara duduk di salah satu kursi kemudian menatap Ervania lekat-lekat.

"Tapi aku serius sama kamu lho, Van. Harapan aku adalah bisa nikah sama kamu," kata Saghara jujur.

Ervania tersipu malu mendengarnya.

"Aku juga bahagia kok menjalani ini sama kamu," kata Ervania sambil tersenyum. "Semoga aja kita memang berjodoh, ya?"

"Kalaupun enggak, aku bakalan tetap bilang sama jodoh kamu kalau aku yang ini calon suami kamu yang sebenarnya." Saghara mengomentari.

Ervania tertawa lagi saat mendengar ucapan sang kekasih.

Obrolan mereka terhenti ketika salah seorang pelayan muncul sambil membawa daftar menu.

Ervania dan Saghara sama-sama memesan cappuccino hangat dan kue red velvet sebagai teman mengobrol. Keduanya nampak gembira atas waktu yang kini mereka habiskan bersama untuk saling mendekatkan diri satu sama lain.

Tanpa terasa jarum jam sudah menunjuk ke angka sembilan dan Ervania mengajak Saghara untuk segera pulang ke rumah.

"Siapa Ahmose?" tanya Ervania kepada dirinya sendiri ketika dia sudah sampai di rumah dan bersiap mengarungi malam dengan tubuhnya yang letih.

Bersambung -

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel