Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

5. Dia Semakin Nyata

Untuk menjaga situasi agar tetap kondusif, Pak Ibnu akhirnya meminta salah seorang anak untuk mengantar Ervania ke ruang UKS.

"Sebenarnya apa yang terjadi sama kamu?" tanya Saghara ingin tahu saat menengok keadaan Ervania yang terbaring lemah di tempat tidur UKS.

"Itu juga yang mau aku tanyakan sama kamu," jawab Ervania pelan. "Memangnya apa yang terjadi sama aku?"

Saghara memandang Ervania lekat-lekat.

"Seperti yang dibilang Pak Ibnu tadi, kamu mengigau dengan bahasa yang aneh, asing. Sebelumnya aku memang lihat kamu menyandarkan kepala kamu di atas meja ..."

Saghara menarik napas sebelum melanjutkan ucapannya.

"Dan ini kedua kalinya aku dengar kamu bicara dalam bahasa asing," ujar Saghara. "Nggak ada satupun anak yang paham kamu bicara apa tadi."

Ervania terdiam sambil mengerjabkan matanya.

"Aku mimpi ... ada yang mendatangiku, Gha ..." kata Ervania lirih, setelah itu dia menceritakan tentang perwujudan sosok laki-laki muda gagah yang tadi dia lihat.

"Serius? Tapi siapa dia?" tanya Saghara sambil mengernyit. "Apa dia orang asing makanya kamu ikut bicara yang aneh-aneh?"

Ervania menggelengkan kepala.

"Enggak, dalam mimpiku itu dia bicara biasa. Entahlah, mama bilang ... mungkin ada salah satu mumi Mesir yang mendatangiku sampai ke sini ..."

"Jangan ngaco, Van." Saghara memotong. "Itu nggak masuk akal namanya."

"Mamaku yang bilang," sahut Ervania. "Aku setuju sama kamu, itu nggak masuk akal sama sekali."

Saghara rupanya tidak ingin membahas masalah ini lebih jauh lagi. Karena itu dia segera kembali ke kelas setelah meminta Ervania untuk tetap berada di UKS sampai jam pulang sekolah tiba.

Begitu Saghara berlalu pergi, Ervania menarik napas panjang dan bangun dari posisinya. Dia tidak ingin terlalu memikirkan masalah ini, meskipun suara-suara itu semakin jelas, bahkan ada yang mulai menemuinya lewat mimpi.

"Kamu serius?" tanya mama dengan raut wajah khawatir. "Perasaan mama jadi nggak enak, lebih baik untuk sementara kamu di rumah dulu aja."

Ervania mengangguk lemah, inilah alasan dia sebenarnya enggan memberi tahu ibunya karena tidak mau membuat ibunya khawatir.

"Jadi aku nggak boleh sekolah, Ma?" tanya Ervania dengan wajah lesu.

"Bukannya nggak boleh," tukas mama. "Tapi selain sekolah, kamu jangan dulu keluar-keluar rumah. Kalau Ghara mau main, boleh-boleh aja. Tapi nggak usah pergi ke luar rumah."

Ervania hanya mengangguk pasrah karena dia merasa tidak punya pilihan lain.

Setelah mengikuti saran mamanya, Ervania pikir kehidupannya akan berlangsung normal seperti sediakala. Bahkan saat Saghara juga mendukung saran yang diberikan mama kepadanya.

"Bosan nggak sih kalau begini terus lama-lama?" keluh Ervania ketika kekasihnya itu datang sambil membawakan martabak telur untuk mama dan martabak manis untuk dirinya.

"Wajarlah kalau mama kamu khawatir," ujar Saghara bijak. "Aku juga khawatir sama kamu sebenarnya, aku mau larang kamu ini-itu ... nanti kamu marah?"

Ervania hanya tersenyum sambil membuka kotak martabak manis kesukaannya.

"Ya udah, untuk sementara kita cuma bisa seperti ini hubungannya." Dia menegaskan sambil memberikan sepotong martabak kepada Saghara.

"Kita ini masih sekolah, memangnya kamu mau mengharapkan kita berhubungan seperti apa?" tanya Saghara heran, mendadak dia teringat bagaimana Ervania nyaris menciumnya malam itu ....

"Kamu memikirkan apa?" tanya Ervania curiga saat melihat Saghara yang tiba-tiba terdiam. "Jangan mikir yang aneh-aneh."

Saghara tergeragap dan buru-buru mengerjabkan matanya.

"Aku nggak mikir macam-macam, justru aku kepikiran sesuatu ..." elaknya.

"Kepikiran apa?" tanya Ervania ingin tahu, tetapi Saghara enggan menjawabnya. Dia tidak mau membuat Ervania merasa malu jika dia mengingatkannya tentang hal itu.

Begitu Saghara pulang meninggalkan rumahnya, Ervania langsung pergi ke kamar untuk berganti pakaian dan membersihkan wajahnya dari make up yang menempel.

Setelah itu, Ervania memutar film drama favoritnya.

Drama tentang dua insan manusia yang dilatarbelakangi sejarah masa lalu ....

Ervania mengerjabkan matanya saat melihat layar yang menampakkan pemandangan lautan padang pasir yang cemerlang. Seketika dia teringat kembali dengan pengalamannya selama dia menimba ilmu di negeri piramida beberapa waktu yang lalu.

"Navarin?"

Suara itu lagi! Ervania membulatkan matanya saat desisan itu terdengar di telinga.

"Kamu tidak perlu takut padaku, aku adalah separuh dari dirimu. Begitu pula sebaliknya."

Ervania berbalik dan terkejut setengah mati saat melihat sosok laki-laki muda itu lagi di depannya.

"Kamu ...?!" ucap Ervania kaget sambil memegangi bagian depan bajunya seiring detak jantungnya yang meningkat tajam.

Laki-laki muda berkulit eksotis itu mengarahkan tatapan matanya yang tajam kepada wajah oval Ervania yang memucat.

"Siapa kamu?" tanya Ervania sambil mundur beberapa langkah ke belakang untuk menciptakan jarak aman antara dirinya dan laki-laki misterius ini.

"Ahmose," jawab laki-laki beralis lebat itu.

"Maaf?" ucap Ervania sambil mengernyitkan dahinya.

"Ahmose, itu namaku. Dan kamu adalah Navarin," angguk si laki-laki muda.

Ervania terpaku sebentar. Laki-laki ini memanggilnya Navarin, pikirnya. Dia pasti salah orang ....

"Namaku Vania, bukan Navarin." Ervania meralat. "Kamu pasti salah orang."

"Tidak," kata Ahmose tegas. "Kamulah Navarin-ku."

Ervania menggelengkan kepala, dia mengedarkan pandangannya dan baru tersadar bahwa kini dia tengah berada di lautan padang pasir yang panas dan tandus.

Rasa takut yang dirasakan Ervania kini menguap dan digantikan oleh rasa ngeri-ngeri takjub yang sulit dia jabarkan.

Melihat Ervania kepanasan, Ahmose mengeluarkan selembar jubah dan menghamparkannya di atas kepala untuk menaungi cewek itu dari terpaan panas yang menyengat.

"Ini hanya mimpi," gumam Ervania. "Ini nggak nyata ..."

Meskipun ingin sekali memungkiri, Ervania bisa merasakan keberadaan Ahmose yang begitu nyata di sampingnya.

Perlahan, rasa takut dan ngeri perlahan sirna saat melihat sikap Ahmose yang membuatnya merasa dilindungi dari marabahaya yang entah apa.

"Aku belum bisa bilang apa aku ini nyata atau sebaliknya," ucap Ahmose sambil menunduk memandang puncak kepala Ervania.

"Jadi?" tanya Ervania singkat tanpa memandang Ahmose. "Kamu ini sebenarnya ... apa? Hantu?"

Ervania kagum sendiri dengan ucapannya itu. Mengingat sosok Ahmose yang jauh dari menakutkan, justru berisiko membuatnya tertawan dengan wajahnya yang rupawan.

"Aku adalah perwujudan cinta kita yang abadi," jawab Ahmose meyakinkan. "Sejak pertama kali aku melihat kamu di sekitar piramida tempat tinggalku, aku tahu bahwa inilah kesempatanku."

Ahmose menurunkan satu tangannya dan mengangkat wajah Ervania agar memandangnya.

"Untuk mendapatkan kamu kembali," sambung Ahmose sembari menunduk dan mendekatkan wajahnya sendiri hingga membuat seluruh darah dalam tubuh Ervania berdesir ngeri.

"Ikutlah denganku, Navarin. Kita bangun kembali cinta kita," pinta Ahmose, bibirnya yang seksi hanya berjarak sekitar beberapa mili dari bibir Ervania seakan tak sabar ingin mengecupnya.

Namun, Ervania mendadak membuka matanya dan bangun dari posisinya dengan secepat kilat.

"Hanya mimpi!" desahnya lega.

Rupanya hari sudah beranjak pagi, dan Ervania sempat tertidur pulas dengan televisi yang masih menyala meskipun dramanya sudah selesai diputar.

Bersambung -

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel