Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

17. Berusia Ribuan Tahun

Hampir saja Ervania menjerit karena kaget setengah mati.

“Ahmose!” pekiknya tertahan. “Aku mau pulang, tolong antar aku ....”

“Navarin ... aku ingin sekali membawa kamu pergi sejauh-jauhnya dari sini, tapi ...” Ahmose menggantungkan ucapannya. “Aku ini pengawal kepercayaan ayah kamu, aku tidak bisa berkhianat padanya.”

Ervania melongo, dia benar-benar tidak mengerti apa yang sedang diucapkan laki-laki muda di depannya ini.

“Ahmose, aku cuma mau pulang ke tempat asalku.” Ervania berkata tegas. “Aku tahu kalau di sini bukanlah tempatku, entahlah ... kenapa aku bisa sampai tersesat di sini ....”

Ervania terdiam saat Ahmose mengulurkan tangannya.

“Navarin, aku siap dihukum.” Dia berkata sambil mengangkat dagu Ervania. “Ayo kita pergi dari sini?”

“Memang itu yang aku mau!” geleng Ervania sambil menyingkirkan tangan Ahmose dari dagunya. “Aku nggak tahu kamu ngomong apa, yang jelas aku mau kembali ke tempat asalku. Tapi ... gimana caranya kita pergi? Aku aja nggak tahu kenapa aku bisa ada di sini.”

Ervania sibuk berpikir, sementara Ahmose sudah membukakan jalan rahasia untuknya.

“Ayo, aku sudah siapkan kudanya di luar kamarmu!” ajak Ahmose tergesa. “Pakai cadar ini.”

“Kuda ...? Tunggu, aku nggak bisa naik!” sahut Ervania panik ketika Ahmose melilitkan satu lembar kain hitam ke atas kepalanya dan menutup bagian hidung hingga ke mulutnya.

“Ayo cepat,” bisik Ahmose sembari menarik tangan Ervania dan mengajaknya pergi diam-diam.

Sebetulnya tidak mudah bagi siapapun untuk meninggalkan setiap tempat yang dijaga pengawal diam-diam. Namun, posisi Ahmose sebagai pengawal pribadi membuatnya sedikit punya peluang emas untuk bisa membawa kabur Ervania.

“Kalau saja ada motor, kita bisa ngebut ...” keluh Ervania pelan ketika mereka berdua sudah sampai di luar dan mendapati seekor kuda tertambat pada sebuah pilar besar.

“Aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan,” ucap Ahmose sembari mengelus kepala kudanya. “Tapi kalau soal ngebut, jelas saja kuda ini bisa berlari sangat cepat kalau itu maksudmu.”

“Bukan itu, aku sama sekali nggak membahas soal kuda!” desis Ervania yang suaranya teredam dari balik cadar yang menutupi bibirnya.

Ahmose tidak menanggapi, dia segera melepas tali kekang yang tadi dia tambatkan kemudian menariknya hingga kuda itu berjalan mendekat.

“Naiklah dulu,” suruh Ahmose.

Ervania menggelengkan kepala karena seumur-umur dia belum pernah menunggang kuda dan tidak tertarik untuk mencobanya. Namun, tanpa menunggu jawaban Ervania, Ahmose segera mengangkat pinggangnya dan mendudukkan cewek itu di atas punggung kudanya.

“Ya ampun Ahmose, ini tinggi banget!” pekik Ervania tertahan.

“Jangan panik,” geleng Ahmose kalem. “Kuda itu sensitif, dia bisa merasakan ketakutan penunggangnya. Jadi sebaiknya kamu santai saja, Navarin.”

Santai? Batin Ervania dalam hatinya. Bagaimana dia bisa santai saat tiba-tiba dirinya duduk di punggung hewan yang setidaknya berjarak lebih dari seratus tujuh puluh senti dari tanah?

Ervania menarik napas panjang, dan berusaha membayangkan bahwa dirinya adalah seorang petualang bebas yang akan menaklukkan alam dengan menunggang kuda.

Selanjutnya Ahmose memanjat naik ke belakang Ervania.

“Kamu yakin nggak kuda ini kuat mengangkut kita berdua?” tanya Ervania ragu.

“Tentu saja, kamu akan lihat nanti,” jawab Ahmose kalem sembari mengetukkan tumitnya dengan pelan dan kuda yang mereka tunggangi mulai bergerak maju.

“A – aku harus pegangan di mana?” tanya Ervania takut-takut saat seluruh tubuhnya bergerak mengikuti irama si kuda yang berlari kecil menembus gelapnya malam.

“Pegang saja surainya, tapi jangan sampai kamu tarik.” Ahmose menyarankan.

Ervania menelan ludah dan berusaha keras untuk menikmati pengalaman barunya ini, hingga tanpa sadar dia menyandarkan punggungnya ke dada Ahmose yang duduk di belakangnya hingga terlelap karena rasa kantuk yang menyerang.

“Vania?” Sebuah menyadarkannya, membuat Ervania tersadar dan gerakan tubuhnya tanpa sengaja membuat kuda yang ditungganginya kaget dan langsung melontarkannya hingga dia terjungkal jatuh.

“Aduhhh!” pekik Ervania terkejut.

“Ya ampun Van, kamu ini!” Suara lembut Santy merambat ke telinga Ervania dan menyadarkannya.

Bahwa ternyata dia baru saja jatuh dari tempat tidurnya sendiri.

“Mama ...?” ucap Ervania linglung, semula dia pikir dirinya jatuh saat menunggang kuda yang dikendalikan Ahmose.

“Kok tumben kamu bangun siang?” tanya Santy heran. “Pakai jatuh segala ... kamu mimpi apa sih, Van?”

“Enggak Ma,” geleng Ervania sambil berdiri dengan sekujur tubuh sakit semua. “Aww ....”

Dengan panik, Santy membantu mendudukkan putrinya di tepi tempat tidur.

“Badan kamu agak hangat, biar mama minta izin ke sekolah kalau kamu nggak masuk hari ini ....”

“Memangnya boleh izin mendadak, Ma?” tanya Ervania ragu.

“Namanya sakit kan nggak direncanakan,” jawab Santy sambil memandang putrinya. “Mama buatkan teh hangat dulu buat kamu.”

Ervania mengangguk saja dan membiarkan mamanya pergi meninggalkan kamar.

“Jadi ... itu tadi cuma mimpi ...?” gumam Ervania sambil memijat-mijat keningnya. “Tapi badanku sakit semua ....”

Ervania berdiri sempoyongan dan memandang sekeliling kamarnya.

“Ahmose?” panggil Ervania coba-coba. Namun, suasana dalam kamarnya tetap hening seolah memang tidak ada kehidupan selain dirinya.

“Ahmose, muncullah ...” pinta Ervania. “Aku tahu semalam itu kamu datang ke mimpiku, atau aku yang mendatangi kamu melalui mimpi?”

Tetap tidak ada jawaban sedikitpun, hingga membuat Ervania harus tenggelam dalam kebingungannya seorang diri.

Hari itu Ervania akhirnya benar-benar tidak masuk sekolah dan Santy memintanya untuk istirahat di kamar.

Namun, yang dilakukan Ervania justru sebaliknya. Dia menyalakan laptop dan berusaha mencari tahu tentang legenda yang mungkin terjadi pada jaman Mesir kuno.

Berkali-kali Ervania melakukan pencarian dengan mengetikkan nama Ahmose dan Navarin di kolom, tapi dia tidak menemukan hasil yang relevan sedikitpun.

“Kok aneh?” gumam Ervania pada dirinya sendiri. “Seingatku dia pernah bilang kalau kisah kami sudah diabadikan dalam manuskrip yang terkubur ... Jangan-jangan dia yang dikubur ...? Ya ampun, aku pernah terlibat hubungan sama mumi berusia ribuan tahun?”

Ervania menelan ludah dengan gelisah. Kalau sudah seperti ini, dia jadi berpikir untuk menceritakannya kepada seseorang. Tapi masalahnya apakah orang itu akan percaya?

Sorenya, Saghara datang berkunjung ke rumah saat tahu kalau Ervania tidak masuk sekolah.

“Kamu masih nggak enak badan?” tanya Saghara ketika Ervania menemuinya dengan wajah pucat. “Maaf ya kalau aku ganggu kamu, aku cuma sebentar kok ....”

“Sagha, aku mau ngomong sama kamu.” Ervania menyela dengan gundah.

Saghara mengernyitkan keningnya.

“Kamu mau ngomong soal apa?” tanya Saghara ingin tahu sambil menatap pacarnya.

Ervania menghirup udara banyak-banyak sebelum menjawab.

“Gha, kayaknya aku ... memang diikuti,” jawab Ervania dengan suara lirih.

“Kamu diikuti?” ulang Saghara dengan mata menyipit. “Siapa yang mengikuti kamu? Om-om hidung belang?”

Ervania buru-buru menggeleng.

“Bukan, tapi ... kayaknya dia bukan manusia ... Dia bisa muncul dan menghilang sesuka hatinya dan ...” Ervania berhenti sebentar. “dia mungkin berasal dari peradaban kuno yang ada di Mesir.”

Bersambung –

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel