16. Mengunjungi Tunangan
Ervania berputar di tempatnya bersimpuh, itu bukan tempat tidur biasa melainkan tempat tidur mewah dengan seprai dan selimut berwarna keemasan.
“Di mana ini?” gumam Ervania kebingungan. Pandangan matanya dengan liar menyapu ke sekelilingnya dan mendapati bahwa semuanya bernuansa emas.
“Ratu Kecil Navarin?”
Ervania menoleh ke sumber suara ketika ada panggilan itu, seperti suara Ahmose yang memanggilnya dengan nama Navarin.
Beberapa wanita berjalan mendatangi Ervania bersama seorang laki-laki muda dengan pakaian kebesaran lengkap dengan perhiasan yang menggantung dari bahu hingga dadanya.
“Ahmose?” gumam Ervania lagi. “Di mana ini ...? Aku – kita sedang di mana?”
Ahmose mengernyit.
“Ini kamar Anda,” jawabnya kalem. “Saya diperintahkan untuk menjadi pengawal Anda hari ini.”
“Apa?” tanya Ervania tidak mengerti. “Tapi ini jelas-jelas bukan kamarku ....”
Ahmose tidak menjawab dan menoleh kepada salah satu wanita yang ikut bersamanya.
“Raja sudah berpesan agar kalian merias Putri Navarin sekarang juga,” kata Ahmose, kemudian dia kembali memandang Ervania. “Saya tunggu Anda di depan, permisi.”
Takut jika ditinggal sendiri, Ervania buru-buru turun hingga dia jatuh tergelincir ke lantai.
“Ahmose, tunggu ... argh!”
“Hati-hati, Tuan Putri ....”
“Kalian mau apa?” tanya Ervania was-was.
“Tentu saja merias Anda,” jawab salah satu dari sekumpulan wanita itu.
Dua di antara mereka membimbing Ervania memasuki ruangan lain seperti kamar mandi, hanya saja tidak ada keran otomatis atau shower di dalamnya. Melainkan ada bak besar yang sudah terisi air, taburan bunga, dan juga wewangian tertentu.
“Silakan masuk, Tuan Putri.”
Ervania menurut saja saat mereka mempersilakannya untuk masuk ke dalam bak. Meski ragu, dia tetap menceburkan ujung kakinya lebih dulu, kemudian merendam seluruh tubuhnya setelah sebelumnya menanggalkan semua baju yang dia kenakan.
Nyaman, itulah sensasi yang Ervania rasakan ketika air hangat-hangat kuku mengenai setiap inci kulitnya. Saking nyamannya, dia tidak keberatan saat ada tangan yang menggosok rambutnya dengan begitu lembut. Harum bunga membuat tubuh Ervania semakin rileks dan terbuai hingga dia tidak dapat lagi membedakan mana yang nyata dan tidak.
Setelah ritual mandi selesai, Ervania meninggalkan baknya dan sudah ada seorang wanita yang menghamparkan kain lebar untuk menutupinya. Selanjutnya dia digiring untuk kembali ke ruangan semula.
Ervania mengenakan baju yang berbeda dengan baju pada umumnya. Belum aneka perhiasan yang kini menghiasi lehernya seperti toko emas berjalan. Dia diam saja ketika matanya dipoles dengan celak hitam yang membuat tatapannya menjadi lebih hidup dan tegas.
Selanjutnya Ervania tidak tahu lagi apa yang mereka oleskan ke kulit wajah dan tubuhnya hingga rasanya begitu halus dan juga lembut.
“Kita mau ke mana?” tanya Ervania bingung ketika dia diantar ke luar ruangannya.
Di sana, sebuah kereta kuda sudah menunggu bersama seorang kusir dan juga beberapa pengawal gagah lainnya termasuk Ahmose.
“Tuan Putri sudah siap?” Ahmose menoleh ketika Ervania tiba. “Mari saya bantu untuk naik.”
Laki-laki muda itu mengulurkan lengannya dan Ervania dengan ragu menyambutnya, kemudian dengan kikuk dia mau-mau saja saat Ahmose membantunya naik ke kereta yang sudah disiapkan.
“Ahmose, kita mau ke mana?” tanya Ervania lagi.
“Raja meminta Anda untuk mengunjungi tunangan Anda,” jawab Ahmose sambil tersenyum.
“Tunangan?” ulang Ervania, tapi Ahmose buru-buru melompat turun meninggalkan kereta.
Selanjutnya kusir mulai menghela kudanya dan kereta yang ditumpangi Ervania segera melaju membelah jalanan.
Pemandangan yang kemudian menyambutnya membuat Ervania segera melupakan semua kebingungan ini. Melalui jendela kereta, dia bisa menyaksikan lautan pasir yang membentang jauh di kanan dan kiri jalan.
Heran bagaimana bisa kereta kuda ini melaju di atas pasir, Ervania melongokkan kepalanya ke bawah dan melihat bahwa seperti ada jalan setapak yang bisa membuat roda kereta melaju stabil tanpa kendala yang berarti.
Ervania memutuskan untuk melewati perjalanannya, dia menyandarkan punggungnya dan menoleh ke samping. Tempat di mana Ahmose mengawal perjalanannya bersama beberapa pengawal berkuda lainnya.
Ervania mengerjabkan matanya saat melihat Ahmose yang tadinya begitu hangat dan penuh senyum, tapi sekarang terlihat bagaimana raut wajahnya begitu amat dingin sementara dia mengendalikan kuda yang ditungganginya agar tetap berlari sejajar dengan kereta.
Jujur saja saat itu Ervania merasa kalau Ahmose yang penuh senyum dan hangat seakan mirip sekali dengan Saghara.
Lalu, di mana Saghara sekarang?
Perhatian Ervania teralihkan saat matanya melihat ada piramida yang besar menjulang tinggi di depannya. Mulutnya seketika mengucapkan suara “wah” panjang karena kekaguman tiada tara. Sinar matahari yang cukup terik seolah memantul dengan gagah di permukaan piramida yang begitu misterius.
Setelah perjalanan yang sangat lama dan melewati beberapa piramida raksasa dan patung-patung, sang kusir menghentikan keretanya di depan bangunan megah yang dijaga beberapa orang prajurit.
Ahmose turun dari kudanya untuk melapor kepada salah satu dari mereka, kemudian dia melompat ke atas kudanya kembali dan memacunya lebih dulu di depan. Meninggalkan rekan pengawalnya dan kereta yang ditumpangi Ervania yang bergegas menyusulnya.
Setengah jam kemudian, Ervania merasakan laju kereta yang membawanya berhenti melaju. Saat dia akan turun, Ahmose sudah bersiap menunggunya.
“Aku sebenarnya tidak rela jika kamu menemuinya,” bisik Ahmose saat membantu Ervania turun dari kereta.
“Maksud kamu?” tanya Ervania tidak mengerti.
Ahmose tidak menjawab dan tetap mengawal Ervania hingga memasuki wilayah tunangannya.
“Jangan respons dia sedikitpun, ingat itu.” Ahmose masih sempat memperingatkannya ketika Ervania disambut oleh beberapa orang yang mengenakan pakaian kebesaran jaman itu.
***
Ervania dan para pengawalnya tiba di tempat asal saat hari mulai gelap.
“Apa saja yang sudah kamu lakukan dengan tunangan kamu tadi?” tanya Ahmose penuh selidik ketika dia mengantar Ervania kembali menuju kamar.
“Orang yang kamu sebut sebagai tunanganku itu sedang pergi berburu,” jawab Ervania sesuai dengan apa yang dikatakan pihak keluarga yang disebut-sebut sebagai tunangannya.
“Seandainya kita sederajat ...” keluh Ahmose sambil menghentikan langkahnya. “maka ayah kamu akan merestui kita.”
“Ahmose, kamu ini bicara apa?” tanya Ervania tidak mengerti.
Ahmose belum sempat menjawabnya, karena saat itu beberapa pelayan yang menyambut Ervania dan mengantarnya ke kamar.
Saat merebahkan tubuhnya ke tempat tidur, Ervania masih bingung dengan segala hal, semuanya. Dia masih belum tahu di mana dirinya berada sekarang, yang jelas ini bukanlah tempatnya.
“Aku mau pulang ...” lirih Ervania. “Mama ... aku mau pulang ....”
Ervania bangun dari posisinya dan mendekat ke tirai besar yang menyembunyikan kamarnya. Saat dia mengintip dari balik tirai, dia bisa melihat ada beberapa pengawal yang berjaga di depan.
“Gimana caranya aku bisa pulang?” gumam Ervania. “Ahmose, seharusnya kamu bisa bantu aku ....”
Ervania mencengkeram tepi tirai sembari memikirkan cara ampuh untuk kembali ke tempatnya sendiri.
Saat dia berbalik, sudah ada orang lain yang berdiri di belakangnya.
Bersambung –
