Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

11. Jangan Menampakkan Diri

"Stop, jangan lepas itu di depan aku!" cegah Ervania tegas.

"Kenapa?" tanya Ahmose kalem. "Kamu bilang aku harus ganti ...?"

"Gantinya di kamar mandi!" suruh Ervania dengan wajah memanas. "Jangan di depanku juga ...."

Ahmose mengangguk elegan dan membawa celana hitam itu ke kamar mandi.

Selama Ahmose berganti pakaian, Ervania lebih memilih untuk memainkan ponselnya. Dia menyalakan fitur kamera dan sesekali berswafoto untuk kesenangan pribadi.

"Begini bukan cara pakainya?" Ahmose tiba-tiba muncul mengagetkan Ervania, membuatnya tanpa sengaja memencet kamera saat terarah kepada Ahmose.

"Ah...!" Ahmose menutupi wajahnya dengan satu tangan saat ada cahaya terang menyala ke arahnya selama beberapa detik. "Sinar apa itu?"

"Maaf!" Ervania cepat-cepat meletakkan ponselnya di atas meja.

"Sihir apa yang kamu gunakan, Navarin?" tanya Ahmose dengan nada serius.

"Sihir ... maksud kamu?" tanya Ervania tidak mengerti.

"Itu tadi sinar apa?" tanya Ahmose lagi.

"Oh ... itu tadi fitur kameranya menyala," jawab Ervania sambil meringis. "Silau, ya?"

Ahmose menganggukkan kepalanya.

"Aku pikir kamu main-main sama sihir," komentar Ahmose. "Aku tidak mengerti itu apa."

Ahmose mengarahkan pandangannya kepada benda pipih yang tergeletak di atas meja.

"Sini aku jelaskan," sahut Ervania sambil meraih ponselnya dan menunjukkannya kepada Ahmose tentang kegunaan benda itu di masa modern seperti sekarang.

"Ah, itu seperti lukisan di tempatku." Ahmose tersenyum antusias saat Ervania menunjukkan beberapa koleksi foto miliknya. "Tapi yang di sini kelihatan hidup dan bernyawa."

"Begitulah," timpal Ervania sambil menganggukkan kepala. "Susah dijelaskan, karena semua yang ada di foto ini adalah orang aslinya."

"Jadi ... maksudmu mereka mirip-mirip?" Ahmose menarik kesimpulan. "Tidak salah lagi, ini adalah bagian dari sihir! Pasti mereka menggunakan mantra-mantra tertentu untuk membuat beberapa orang memiliki wujud yang sama persis ...."

"Terserah kamulah," sela Ervania sambil tertawa kecil. "Dijelaskan pun kamu nggak akan mengerti."

Ahmose heran sekali melihat Ervania menertawakannya.

"Baju ini lumayan pas di tubuhku," komentar Ahmose setelah tawa Ervania mereda.

"Itu baju milik papa yang sudah meninggal," sahut Ervania. "Kapan-kapan aku akan mengajakmu untuk beli baju, mama bisa marah kalau baju papa."

Ahmose terdiam cukup lama saat mendengar penjelasan Ervania.

Melihat Ahmose terdiam, Ervania tidak ingin mengusiknya. Dia membiarkan saja laki-laki muda itu mengamati dirinya sendiri yang sedang mengenakan pakaian masa kini.

"Oh ya, malam nanti aku mau pergi." Ervania mendongak menatap Ahmose. "Kamu jangan sekali-kali menampakkan diri di depan siapa pun, paham?"

Ahmose tidak menjawab.

"Gimana, kamu paham nggak?" desak Ervania.

"Kamu mau pergi sama siapa?" tanya Ahmose lirih, tatapannya kini berubah meredup setelah sebelumnya berbinar-binar.

"Saghara, dia pacar aku." Ervania memberi tahu. "Ya sudah, kamu menghilang dulu. Aku mau mandi, gerah sekali cuacanya."

Tanpa menunggu jawaban apa pun dari Ahmose, Ervania berjalan pergi meninggalkannya sendiri.

***

Saghara tiba di rumah Ervania sekitar pukul setengah delapan malam. Selama menunggu Ervania yang masih bersiap-siap, dia mengobrol bersama Santy.

"Gha, kamu nunggu lama?" sapa Ervania begitu dia turun ke ruang tamu dan melihat Saghara sedang berbincang dengan mamanya.

Saghara menoleh sambil tersenyum lebar.

"Baru saja kok, Van."

"Kalian masih ingat aturannya kan?" tanya mama kepada putrinya. "Pulangnya jangan kemalaman dan jangan jauh-jauh mainnya."

"Siap, Tante." Saghara menganggukkan kepala.

"Ma, aku pergi dulu ya?" pamit Ervania kepada ibunya. "Ingat, Mama juga nggak boleh kecapekan."

"Iya," angguk Santy sambil tersenyum.

Ervania dan Saghara memutuskan untuk jalan-jalan ke mal, sedikit berubah dari rencana mereka sebelumnya.

"Maaf ya, kita jadi jalan-jalan nggak nentu begini?" ucap Ervania kepada Saghara yang dengan setia menemaninya berkunjung dari satu outlet ke outlet lainnya.

"Nggak apa-apa Van, yang penting aku bisa terus menemani kamu." Saghara menyahut. "Memang kamu mau cari apa sih? Aku lihat kamu seperti tertarik banget sama fashion pria. Setahu aku, kamu kan nggakpunya saudara cowok."

Ervania tidak segera menjawab, dia teringat betapa dia begitu antusias saat berada di outlet fashion pria tadi.

"Oh, soalnya ... bagus-bagus semua!" sahut Ervania cepat-cepat. "Aku jadi ... teringat sama almarhum papa ...."

Saghara mengangguk saat mendapati wajah Ervania tiba-tiba meredup, dia lantas menggandengnya untuk melihat-lihat aksesoris.

Selama kurang lebih dua jam mereka berdua berkelana menjelajah mal dan berhenti di salah satu kafe untuk melepas penat. Ervania memutuskan untuk membeli pakaian secara online agar Ahmose tidak perlu mengenakan baju milik papanya lagi.

Sesuai aturan main yang diterapkan mamanya, Saghara mengantar Ervania pulang ke rumahnya sebelum jam malam. Setelah itu dia pamit pulang karena hari sudah terlalu larut untuk bertamu.

"Aku langsung ke kamar ya, Ma?" kata Ervania sembari mendaratkan ciuman singkat ke pipi mamanya. Tanpa menunggu jawaban dari Santy, dia segera berjalan menaiki tangga menuju lantai dua.

"Ahmose ... ya ampun!" pekik Ervania tertahan ketika melihat kondisi kamarnya yang tidak sama seperti saat dia meninggalkannya tadi.

Seprai di tempat tidur sudah terlepas di salah satu sisinya, beberapa botol skincare di meja rias tumpah ruah ke lantai, belum lagi buku-buku sekolah Ervania yang kelihatan sengaja dilempar ke setiap ruangan.

"Ahmose?" panggil Ervania sembari celingukan ke sana kemari dengan wajah kebingungan. "Ahmose, apa yang terjadi? Kenapa kamar aku berantakan banget seperti kapal pecah begini?"

Tidak ada sahutan sama sekali, membuat Ervania harus mengembuskan napas panjang beberapa kali.

Karena Ahmose tidak kunjung muncul, Ervania memilih untuk membereskan kamarnya sendiri hingga rapi seperti sedia kala. Saat dia duduk di tepi tempat tidurnya, tiba-tiba Ahmose menampakkan dirinya di samping cewek itu dan membuatnya hampir melompat karena kaget.

"Ahmose! Kamu nggak bisa ya muncul dengan cara biasa?" tanya Ervania terkaget-kaget.

Ahmose tidak menjawab dan hanya memandang Ervania tanpa ekspresi.

"Kenapa kamu melihatku seperti itu?" tanya Ervania curiga. "Sekarang kamu bilang sama aku, kenapa kamar aku berantakan sekali saat aku pulang?"

Ahmose berdiri dari duduknya dan memandang Ervania tanpa berkedip, terus terang tatapannya itu membuat Ervania agak tidak nyaman.

"Aku kehilangan kendali, Navarin." Ahmose berkata lambat-lambat. "saat aku melihat kamu berjalan di sampingnya."

Ervania balas memandang Ahmose dengan ekspresi bingung.

"Berjalan di samping ... maksud kamu Saghara?" tebak Evania. "Aku kan sudah bilang kalau Saghara itu pacar aku. Kenapa memangnya?"

Ahmose diam saja, membuat Ervania jadi berpikiran yang tidak-tidak.

"Jangan bilang kalau kamu ... marah karena aku nggak mengajak kamu pergi jalan-jalan di luar?" katanya menduga.

Ahmose masih diam membisu.

"Mengertilah, nggak semua orang bisa lihat kamu." Ervania beralasan. "Kalaupun bisa, aku harus bilang apa sama Saghara? Apalagi sama mama, bisa dimarahi aku kalau mama tahu ada laki-laki asing di kamarku."

"Baiklah, aku mengerti." Ahmose menarik napas. "Tapi aku tetap saja tidak tenang saat melihat kamu pergi sama dia."

Ervania diam dan mencerna setiap kalimat yang terucap dari mulut Ahmose.

Bersambung

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel