Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter XV

“Kau pasti sangat muda saat ia lahir " Ucapku spontan tanpa sadar saat melihat Dane menatap Ansel dengan tatapan hangat seorang ayah kepada anaknya.

"Ah! Veddira"

"Sekarang aku terlihat seperti stalker apartemen nya yang mengorek-orek informasi“ Batinku gemas pada diriku sendiri. Sedikit memungkinkan bisa saja Jacen adalah adiknya, tapi kurasa tidak.

“Saat usiaku dua puluh satu tahun"

“Wow lebih muda dari usiaku sekarang" Batinku. Sama sekali tidak terbayangkan memiliki anak seusia ku sekarang. Namun selama dua tahun terakhir adalah segalanya untuk Jacen. Berarti usia Zale sekarang sekitar 24 tahun.

'Ia bukan tipe pria yang bisa kau miliki, Veddira'

Kata-kata Alice mulai lagi terdengar ditelingaku bak hantu yang membisikkan sesuatu. Aku menghela nafas pelan Zale menambah panjang daftar pria yang menggiurkan namun tidak bisa kumiliki yang sisanya hampir semua selebriti. Biasanya melihat seorang pria yang telah memiliki anak sudah membuatku cukup untuk tidak tertarik namun ada sesuatu yang membuat Zale berbeda. Pandangan ku turun ke jemari indahnya yang sedang memegang gelas. Selama beberapa detik aku memperhatikan seluk beluk wajahnya bibirku bergetar akan imajinasi liarku saat ini.

“Sialan. Hentikan Vedirra" Batinku keras mengatakan nya.

“Kau melakukan pekerjaan hebat … membesarkan Jacen“ Ucapku setelah berdiam beberapa saat.

“Terimakasih"

“Apakah pasanganmu ingin melihat-lihat daycare sebelum kau benar-benar memutuskan mendaftarkan nya disana" Entah bagaimana pertanyaan itu keluar begitu saja. Walau terdengar casual dan profesional aku menunggu jawaban nya meskipun aku penasaran setengah mati terhadap keberadaan ibu nya Jacen karena itu berkaitan dengan status pernikahan nya dengan Zale.

"Tidak. Aku sudah mendaftarkan Jacen sepenuhnya. Hanya aku yang membuat keputusan, kau tak perlu cemas" Jawab nya tegas dengan nada suara yang menekankan bahwa pertanyaan ku tadi sangat dilarang untuk dipertanyakan.

“Orang tua tunggal. Pasti ada kisah tersendiri dibaliknya. Apakah mereka berpisah, atau … ia meninggal? kedua kemungkinan tersebut sama sama menyedihkan sekaligus menyakitkan" Batinku yang sudah terbiasa bertanya-tanya sendiri. Aku bertanya-tanya apakah ibu Jacen benar-benar tidak berhubungan dengan nya lagi dan jika demikian, Mengapa? Aku hanya menyimpan pertanyaan ini dalam hati.

Di cafe ini aku terbawa suasana seakan ini adalah kencan ku dengan Zale, dan tersadar bahwa itu hanyalah imajinasi semata saat mendengar suara teriakan anak-anak yang bermain di playground. Karyawan membawakan pancake berbentuk awan juga saus coklat nya Zale erdiri menghampiri Jacen agar ia berhenti bermain dan segera makan sebelum pancake nya dingin. Jacen sangat patuh dengan ayahnya aku menyapa pangeran kecil ini yang dibalas senyum polos bak malaikat khas dirinya. Ia memakan pancake itu sendiri, sangat mandiri. Beberapa kali Zale mengelap saus coklat yang menempel di bibirnya tatapan matanya menyirat bahwa hanyalah Jacen lah satu satunya dunia nya.

“Aku mendengarmu mendongengkan Goodnight stars dan dari cara Jacen memandangimu. Aku yakin kau pasti ayah yang hebat“ Ucapku sambil tersenyum bangga akan dirinya yang sudah berusaha sampai titik ini. Otot-otot wajah Zale mengencang selama beberapa detik ia memejamkan matanya seakan kata-kataku itu telah menyentuh area yang sangat sensitif. Tangan ku terkepal menahan diri untuk tidak menyentuh untuk tidak menyibakkan rambutnya yang sedikit menutupi alisnya dan untuk tidak tersenyum bahwa akulah wanita nya. Zale menutup mulutnya dengan sebelah tangan nya dan seperti membisikkan sesuatu.

"Hentikanlah Veddira tidak ada waktu untuk ini sekarang" Batin ku. Namun Zale terdengar hanya seperti mendengus dan bisa saja bisikan yang tebak dan kudengar hanyalah imajinasi yang berlebihan. Untuk menutupi kebingungan ku, ku alihkan perhatian ku ke Jacen membersihkan sisa makanan nya dan memberi semangat kepadanya karena ia telah menghabiskan pancake nya tanpa sisa. Ku pikir dia sangat kelaparan karena aku dan Zale cukup lama mengobrol di cafe ini.

“Sebaiknya kita pulang, sudah memasuki jam makan malam. Jacen pasti sudah lelah bermain disini" Tanyaku padanya. Reaksi Zale terkejut karena melihat keadaan hari sudah gelap, ia sempat melirik jam tangannya dan kebingungan. Waktu yang dilewati mengobrol hari ini cukup singkat.

"Baiklah, mari turun. Kita akan pulang.. Hup!!“ Sahutku pada Jacen menggendongnya dengan lembut yang disambut dengan senyuman Jacen yang indah. Zale melihatku dengan Jacen walaupun pegawai cafe tersebut memanggilnya berkali-kali agar segera membayar karena antrian sudah cukup panjang. Aku membawa nya ke mobil ayahnya menaruh nya di kursi belakang dan memakai tali pengaman ia sempat menggenggam tangan ku beberapa saat dan melepaskan nya saat aku mengatakan ia akan bertemu lagi denganku esok.

“Terimakasih sekali lagi karena telah menjaga Jacen“ sahut Zale beberapa saat setelah aku menutup pintu mobil miliknya. Aku hanya mengangguk dan mengatakan bahwa ia telah berkali-kali berterimakasih padaku sejak obrolan yang cukup panjang tadi. Sambil berjalan ke arah pintu mobil Zale tersenyum kepadaku senyum yang jauh lebih manis dan intens dibandingkan senyum anaknya.

"Jadi.. sampai bertemu nanti malam, Veddira“ Ucap Zale dengan suaranya yang berat. Aku tidak tau ada apa dengannya tapi setiap kali ia mengucapkan namaku suaranya merasukiku dan membuatku merinding. Dan ucapan terima kasihnya memiliki efek yang sama karena kurasa itu bukan kata yang sering dia ucapkan. Dengan pipi bersemu merah bak tomat aku mengendarai mobilku pulang menuju apartemenku. Selama beberapa detik aku bergerak gelisah di dalam mobil.

“Tarik nafas buang nafas" Ujarku berkali-kali. Rasanya bodoh sekali merasa gugup apalagi tadi aku yang mengatakan bahwa kami berteman. Seluruh wajahku terasa panas. Teman? Sungguh tidak pantas merasakan hal ini kepada seorang teman. Seorang teman seharusnya tidak membuatku merasa seperti ini, namun tidak mungkin ku akui hal itu kepada Zale.

[]

Dengan wajah yang memanas, aku membawa mobil dengan kecepatan cukup tinggi. Aku menyelinap lebih dulu dan meninggalkan mobil Zale dibelakang dengan sopan aku membunyikan klakson agar ia tau bahwa aku akan mendahului nya. Sekilas aku melihat wajah serius Zale dari kaca mobil nya. Wajah nya benar-benar menggoda.

"Fokus ke jalan jika kau tidak ingin celaka" Gumamku memperingati diriku sendiri. Sebelum pulang aku menyempatkan untuk singgah di beberapa truck makanan, aku membeli cukup makanan yang banyak. Entah suasana hati yang cukup senang atau aku hanya kelaparan karna mengobrol dengan Zale hanya memakan pancake tipis juga minuman kopi, tentu itu tidak mengenyangkan. Tapi tidak membuat aku berpikir bahwa nongkrong bersama nya adalah hal yang membosankan.

"Nona, makanan mu" Panggil salah satu karyawan yang melambai agar aku segera membayar makanan nya. Di saat keramaian seperti ini fokus ku hanya teralih kan oleh sosok Zale.

"Ia benar-benar menyihir ku" Gumamku sembari menghabiskan makanan ku. Lalu kembali pulang kerumah dengan perasaan yang begitu malas karna perut ku sudah terlalu penuh di isi oleh makanan.

Bersambung...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel