Hot and Sexy
Akhirnya mereka kembali ke apartemen Anjel, saat hari mulai malam, Anjel yang kelelahan mengajak Nindy ke apartemennya.
Kening Nindy berkerut, ketika mengetahui jika Anjel tinggal di Tower yang sama dengan Sean. Saat memasuki lift Nindy melamun, dia terjengit kaget ketika Anjel menepuk pundaknya pelan.
“Kamu kenapa, dari tadi sibuk melamun. Apa kamu ada janji dengan kekasihmu, kalau iya, sebaiknya kamu pulang saja, deh.”
“No, aku nggak ada janji dengannya, malam ini dia lembur, ada project yang tengah dia kerjakan.”
“Yakin, kamu?” tanya Anjel menggoda sahabatnya itu. Entah kenapa, semenjak dia dikhianati Wayan dia tidak terlalu percaya dengan makhluk yang berjenis kelamin laki-laki.
“Please jangan nakut-nakuti aku, ya. Aku sudah menyervisnya kemarin malam, awas saja kalau dia macam-macam, biar aku patahkan tangannya.”
Anjel tertawa terbahak, mereka keluar dari lift, Nindy tertegun, dia melongo, di hadapannya kini tampak apartemen milik Sean. Mendadak, Nindy kesusahan menelan salivanya. Sungguh kebetulan yang luar biasa.
‘Awas saja kalau Sean macam-macam dengan Anjel, akan ku hajar dia habis-habisan’
Meski dia tahu, Sean sahabat yang merangkap bosnya itu. Tak mungkin berani melakukan lebih pada wanita-wanita di sekelilingnya, dia bukan pencinta one night stand yang tiap malam berganti-ganti pasangan, dia memang suka bermain-main, namun hanya sekedar pemanasan, bukan yang lainnya. Dia hanya suka menggertak mereka, jika wanita-wanita itu ingin melemparkan diri mereka ke ranjangnya.
”Ayo masuk, Nin.”
“Jadi benaran kamu tinggal di sini?” tanya Nindy meyakinkan dirinya sendiri.
Anjel mengangguk, dia curiga dengan keanehan pada Nindy, “Kamu kenapa? Apa teman kamu ada yang tinggal di sini?”
“Seingatku bosku memang tinggal di sini, Njel. Tapi sudahlah, lebih baik kita masuk dan melurukan punggung, kakiku butuh istirahat, malam ini aku akan menemanimu. Aku tidur di sini. Apa kamu suka dengan ideku ini?”
“Tentu saja, nanti kita maraton nonton drama Korea, ada drama Korea yang baru, lho, Nin. Kamu sudah nonton. Ught mereka tuh so sweet banget, aku saja senyum-senyum sendiri, pas menontonnya.”
“Halah, pada dasarnya kamu memang agak-agak, makanya kamu senyum-senyum sendiri.”
Anjel melempar bantal sofa pada sahabatnya yang seenak jidatnya mengatai dirinya, padahal dia sendiri lebih kurang waras.
Nindy sengaja memancing Anjel, kali ini dia ingin tahu tentang Sean, apa yang terjadi dengan mereka berdua, membuatnya ingin tahu banyak, jiwa keponya menggebu-gebu. Apalagi tingkah Sean yang sangat jarang dia lihat. Membuatnya yakin jika Sean tertarik dengan Anjel.
“Anjel, balkon ini bisa, dong, buat flirting tetangga sebelah. Secara ini terbuka begini, dia pasti bisa melihatmu ketika kamu sedang berada di balkon, begitu juga sebaliknya.”
Anjel mengangguk, “Dan itu membuatku kesal. Kamu tahu apa yang ingin aku ceritakan padamu, ini tentang tetanggaku itu. Kami tak sengaja adu mulut ketika di bandara, kesombongannya itu mengalahi kamu, lho, Nin.”
“Damn It!” umpatnya pada Anjel. “Memang dia kenapa, kamu diapain sama dia? Mendengar perkataanmu yang menggebu-gebu, aku yakin itu sangat membuatmu marah.”
“Jadi kami tak sengaja bertabrakan di bandara, mana dia songong banget, sama sekali enggak mau minta maaf secara tulus, aku yang jet lag kesel, dong. Eh taunya, ketika aku sampai di apartemen, ternyata dia tinggal di sebelah rumah. Sial kan, aku. Di tambah lagi koper kami tertukar, Nin. Aku malah nggak tahu kalau koper kami tertukar.”
“Terus?”
“Kayak tukang parkir kamu, Nin.”
“Receh ah, buruan ceritanya, aku benaran penasaran, tau. Kamu nggak mau aku mati penasaran, terus gentayangan nyariin kamu di tiap-tiap malammu, kan?”
“Ya, dia datang menukar kopernya, tapi setelah kopernya aku balikin, dia nggak mengembalikan koper aku sampai sekarang, dan perlu kamu tahu, isi koper itu koleksi gaun malamku beserta dalaman victoria Sucret kesayanganku.”
Nindy tertawa terbahak-bahak, kejahilan Sean memang tidak ada obatnya, ‘Masa iya dia mau memakai koleksi Anjel, kenapa juga dia tak mengembalikannya, malah memantik api peperangan di antara mereka berdua. Apa mungkin Sean memiliki fetish.’
Nindy menggelengkan kepalanya, meyakinkan dirinya bahwa Sean bukanlah lelaki seperti itu, setahunya Sean tidak memiliki kelainan tersebut.
Anjel mengulum senyum melihat Nindy yang sedang melamun, menggelengkan kepala, dan tampak berpikir.
“Nin, kamu nggak lagi kesambet, kan? Tahu nggak, Kamu aneh! Lagi mikirin apa sih, aku jadi kepo akut.”
“Lagi mendalami cerita kamu, Njel. Terus bentukan tetangga kamu itu seperti apa, ganteng nggak?”
“He’s handsome, sexy and of course he’s a bit crazy. You know what i mean?”
Nindy mengangguk-angguk, tak dapat di pungkiri jika sosok Sean memang tampan dan juga sexy, memiliki tubuh proporsional bak model pria yang biasa berjalan di atas catwalk saat fashion Paris. Wanita mana yang tidak ileran ketika melihatnya. Hanya wanita gila yang ada di hadapannya ini, yang sama sekali tak tertarik dengan Sean. Atau mungkin belum tertarik, karena kesan pada pandangan pertama, sudah membuat Anjel kesal.
“Em,, kamu nggak tertarik sama sekali dengannya?”
“Hell No! Sejak awal dia bikin aku ilfeel, kamu tahu, malam ketika aku mencari keperluanku di toserba, aku bertemu lagi dengannya, kamu tahu apa yang dia beli, sarung!"
Nindy tertawa terbahak-bahak, kebiasaan teman-teman Sean memang tidak berubah, mereka selalu mengerjai Sean dengan kelakuan absurd mereka, menyuruh Sean membeli sarung dengan berbagai merek.
“Kamu bahagia banget ya, ceritaku membuat kamu bahagia? Jadi kamu berbahagia di atas penderitaanku, begitu?” tanya Anjel kesal.
“Satu lagi, seharian ini aku juga bertemu dengannya, entah dosa apa yang sudah aku perbuat, sehingga Tuhan menghukumku dengan bertemu dengan laki-laki sinting itu, terus-menerus. Aku bahkan sempat menangkap sosoknya yang sedang berintim ria dengan perempuan yang katanya patner kerjanya. Patner ranjang kali, ah, masa iya dia french kiss di jalanan yang menurutku terlalu terbuka, itu membuatku semakin ilfeel lagi.”
“Kebiasaan memang, kapan dia berubah,” lirih Nindy pelan, pasalnya dia juga kesal dengan kebiasaan Sean yang satu itu, meski di sana hal seperti itu adalah biasa, tapi Nindy juga tak menyukainya.
Anjel yang sempat mendengar lirihan Nindy, menatap Nindy tajam. “Apa kamu bilang barusan, telingaku nggak salah dengarkan, Nin?”
“Emang aku ngomong apa, aku cuma mengomel, kok. Tentu saja bukan mengomeli kamu, tapi mengomeli tetanggamu yang katamu hot neighbour itu,” ucap Nindy menaik turunkan alisnya, menggoda Anjel.
“Kenapa kamu tak mencoba mengambil kopermu lagi, itu kan, barang tepat guna yang selalu kamu butuhkan, sudah berapa duit kamu keluarkan buat dapat edisi terbatas itu, apa kamu nggak sayang?”
“Ya, sayang, lah. Kamu kan, tahu sendiri, itu barang koleksiku selain tas. Aku selalu memburunya ketika ada limited edition, tapi masalahnya nggak sesimpel yang kamu pikirkan, Nin. Jika aku mau koperku kembali, aku harus menerima tawarannya!”
“Maksud kamu?”
