Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Meninggalkanku-2

Flashback

Pria berkaus putih itu terbangun karena alarm di sebelah ranjangnya. Ia mematikan dan melihat ke arah samping, ia tak menemukan isterinya pun turun dari ranjang keluar, matahari sudah bersinar, dapurnya terang benderang sekilas membuat matanya silau.

Ia mendengar tawa kecil wanita yang selalu mempesonanya, Milena. Dia sedang berkutat di dapur, menatap suaminya sambil terus memasak.

"Selamat pagi."

"Selamat pagi. Ini weekend, tapi kau sudah wangi dan di sini," ujar pria itu memeluk isterinya dari belakang. Ia mengecup tengkuk isterinya yang terbuka, menghirup aroma tubuhnya.

"Aku tahu, apa kau lupa semalam kita berencana mau piknik bersama keponakanmu, Lynch?" tanya isterinya. Pria itu mengerjab dan berpikir sambil menyandarkan tubuhnya di tepian meja dapur.

"Oh, aku lupa soal itu. Pastinya dia senang jika kita mengajaknya."

"Tentu saja, dia berteriak kegirangan waktu kutelepon, dia sepertinya berteriak sambil berputar." Milena bercerita soal dirinya yang semalam menelepon keponakannya.

Lynch ikut tersenyum mendengar cerita isterinya, ia memilih meninggalkan meja dapur dan beralih pada meja makan. Di sana sudah ada teh dan roti bakar untuk sarapan. Milena paham sekali bahwa suaminya itu mempunyai masalah dengan pencernaan, jika dia sarapan menunggu masakan Milena matang perutnya akan melilit.Selebihnya ia akan tenggelam dalam berita-berita pagi di koran,sementara Milena menyiapkan bekal untuk kegiatan mereka nanti.

Hening, meski tak sepenuhnya. Yang membedakan rumahnya dengan rumah tetangga adalah, tak ada kehadiran bocah-bocah yang ramai. Hanya ada mereka berdua di rumah, setiap hari dan sepanjang perjalanan pernikahan mereka yang menginjak usia tujuh tahun.

Lynch menggigit roti bakar dengan selai buah yang keempat dan membalik lembaran korannya. Ia melihat sekilas ke arah isterinya, Milena sudah memasukkan makanan yang akan dibawa mereka piknik. Kebun binatang selalu menjadi tempat favorit Kevin, meski sudah ke sekian kalinya ia ke sana tetap saja masih jadi tempat utama piknik keluarganya.

"Lynch, ayo segera mandi. Sebentar lagi Kevin pasti datang."

"Sebentar lagi, ini belum selesai," ujar Lynch beralasan

"Ayo, nanti Kevin datang kau belum bersiap dia bisa ngambek seperti waktu itu." Milena mengingatkan suaminya.

Lynch menatap isterinya dan menutup lembaran koran paginya, bangkit dari meja makan menuju kamarnya. Ia segera melepas pakaian dan mengguyur tubuhnya dengan air dingin yang segar. Ia ingin segera menyelesaikan acara mandi, tetapi saat melihat ke arah kaca wastafel ia melihat bahwa jambangnya sudah tumbuh tak sesuai keinginannya, jadilah ia berlama-lama di kamar mandi.

Sementara di tempat lain, di dapur. Milena tersenyum senang bahwa bekalnya sudah siap, ia pun sudah wangi dan suaminya sedang bersiap. Ia merasa haus sekali dan lelah seketika, jadilah ia berjalan mendekati meja makan hendak mengambil teh hangat yang manis dan selembar roti. Dua langkah lagi mencapai meja makan namun tubuhnya seketika kehilangan keseimbangan dan tersungkur.

Gelas yang Milena pegang terjatuh dan pecah di atas lantai. Tubuh itu tak bergerak di atas lantai. Gelas pecah yang terdengar dari kamar mandi membuat Lynch menajamkan indera pendengarannya, tetapi karena keran air yang menyala mendominasi telinganya jadilah ia tak curiga. Ia melanjutkan acara mencukur jambangnya hingga usai.

Barulah ia keluar dari kamar mandi dan mengenakan pakaian, menyemprotkan parfum kesayangan dan keluar dari kamar. Ia tak menemukan sosok Milena yang akan memujinya setiap hari. Lynch mencari isterinya itu ke ruangan lain, tetapi tetap tak menemukannya.

Ia kembali ke dapur tetap sepi, kakinya terantuk seseuatu, terkejutlah ia mendapati tubuh Milena tersungkur di atas lantai dan tak sadarkan diri. Rasa tak percaya berubah mencekam kala ia tak mendapati napas dan denyut nadi pada isterinya. Segera ia menggendong Milena dan meraih kunci mobilnya di mangkuk kaca di atas meja ruang tengah.

Ia tak peduli sapaan tetangganya atau keramaian anak-anak mereka yang sedang bermain di halaman. Mereka tertegun karena melihat Lynch tergopoh-gopoh membawa Milena ke dalam mobil dan mengendarainya cepat menjauhi rumah.

Lynch menatap isterinya nanar, ia menggenggam erat tangan Milena yang masih hangat itu berharap akan bertahan. Ia menghentikan mobilnya di depan IGD dan berteriak meminta tolong, seorang satpam mendorong meja periksa mendekatinya. Langkah Lynch terhenti oleh petugas parkir yang meminta mobilnya diparkir dengan baik. Ia memberikan kunci mobilnya pada tukang parkir tak peduli pada mobilnya, ia lebih peduli pada isterinya yang tak bergerak.

Saat ia masuk ke ruangan berkelambu merah ia mendapati isterinya sedang diperiksa oleh dua suster dan dua dokter. Seorang perawat pria berlarian membawakan alat-alat yang dibutuhkan.

Lynch menatap nanar pemandangan yang tak ingin ia lihat atau alami di Minggu pagi seperti ini. Matanya berkaca dan masih setia menatap Milena, berharap wanita itu membuka mata dan berteriak "Surprise!" padanya. Namun, tatapan dokter dan suster padanya mengisyaratkan hal lain. Mereka mengatakan bahwa isterinya sudah meninggal tanpa ada penyakit apa pun.

Lynch diam? Tentu saja tidak. Ia merenggut kerah jas dokter pria yang memeriksa isterinya, memintanya kembali ke dalam bilik dan memeriksanya kembali.

"Tak mungkin dia sudah meninggal dokter!"

Dokter hanya diam dan menunggu sampai Lynch bisa diajak bicara memgenai kondisi terakhir isterinya. Sepupu Milena yang datang dengan isteri dan keponakannya mendekati Lynch. Mereka diberitahu tetangga Lynch bahwa ia keluar menggendong Milena pergi.

Sepupu Milena menutup mulutnya tak percaya bahwa saudaranya itu tiada secepat ini. Ia menenangkan Lynch dan memintanya mengikhlaskan Milena pergi. Lynch meraung, ia tak ingin ini terjadi, semestinya ia dan Milena akan pergi ke kebun binatang, melihat ratusan binatang kemudian makan bekal yang sudah ia siapkan sejak pagi.

Kevin, keponakan Milena menangis. Ia sangat dekat dengan Milena. Lengan kecilnya merengkuh tubuh Milena dari sisi lain, menangis bersama Lynch.

Sepupu Milena dan isterinya mengurus pemulangan jenazah Milena ke rumah. Mereka saling memeluk meratapi kesedihan yang menimpa sepupunya. Milena dikenal sebagai wanita cantik dan baik, yang sangat mencintai suaminya.

Marsya memberikan sebuah surat pada Lynch, surat dari pihak asuransi Milena. Surat itu menerangkan bahwa Milena tidak bisa segera di bawa pulang, karena Milena menyetujui perjanjian bahwa jika ia meninggal, organ penting dalam tubuhnya yang masih sehat akan disumbangkan.

Terang saja membuat Lynch berang! Ia menolak dan memaki pihak asuransi. Ia mendatangi kantornya dan mengancam bahwa ia akan melaporkan mereka pada pihak berwajib. Namun, Marsya dan suaminya mencegah tindakan anarkis Lynch. Mereka berdua tahu bahwa Lynch saat ini tengah sangat kalut.

Kenyataan lain bahwa Milena diam-diam menyumbangkan organ penting tubuhnya membuat Lynch makin tersiksa. Ia berhenti berbuat anarkis dan menyetujui tindakan lanjut yang memerlukan persetujuannya sebagai suaminya ketika tenang.

Ia menatap kosong ke arah tubuh Milena yang terbujur tak hidup lagi di atas meja periksa. Dua jam lagi dokter akan membawa tubuh Milena ke ruang operasi. Jantung Milena akan diambil karena ada pasien yang cocok dengan jantung Milena. Lynch duduk diam di kursi di samping tubuh isterinya yang sudah meninggal.

Ia mengelus lembut tangan Milena, ia mencari sisa kehangatan mereka semalam. Kini, ia tak bisa lagi merasakan itu. Berulang kali ia meminta pada Tuhan agar menukar apa yang ia miliki dengan kembalinya nyawa Milena, tetapi sepertinya keputusan mutlak itu tak bisa dirubah seenaknya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel