Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 4 Misteri Nyai Ratu Blorong Part 4

Tanpa banyak kata Udin langsung mandi dan berkemas, tanpa sarapan pagi ia langsung menuju pasar. Kuli panggul waktu itu memang banyak saingan jadi untuk hari itu udin tidak mendapat jatah untuk membawa barang, karena udin juga berangkatnya sudah siang

Dengan langkah sedih Udin bukannya pulang malah pergi kewarung langganan, ia kembali mencatat hutangnya dan tak perduli berapa banyak lagi hutangnya sudah menumpuk. Sedang para pengunjung yang lain tahu akan keadaan udin memandangnya dengan tatapan sinis.

Tapi Udin tak memperdulikan bisikan dan pandangan miring terhadapanya, karena disisi lain pikiran Udin sudah berat dan kalut ia hanya ingin sejenak melepas kepenatan dalam hidupnya diwarung kesayangan. Sesaat baru duduk didalam warung kakaknya yang sebagai Moden datang yang lewat depan warung langsung menghampirinya, karena tahu ada adiknya yang duduk menyendiri didalam.

Setelah bersalaman dan menanyakan kabar tanpa basa basi Udin langsung menceritakan kejadian yang dialami semalam. Udin siang itu yang masih sedikit takut langsung diberi do’a sama Moden agar tidak diganggu lagi sama hantu pakde Karto.

Dengan kesibukan Moden saat itu, ia tidak bisa lama-lama menemani adiknya diwarung. Siang itu juga Moden yang sudah ada janji dengan warga memutuskan beranjak pergi meninggalkan udin duduk sendirian

Sekian lama dia duduk selonjoran sendirian dan bermain angan-angannya bersama rokoknya sisa semalam tinggal separuh. Waktu siang beranjak ke sore hari, teman karibnya datang menyusulnya kewarung, Udin masih terdiam sendiri dalam lamunannya. Tiba- tiba Udin dikagetkan tepukan tangan dipundaknya,

“Kenapa kamu din ngelamun saja," Tanya Sarji yang ikut duduk disampingnya.

"Eh kamu ji, mengagetkan saja," Jawab Udin yang mulai membenarkan posisi duduknya dari selonjoran. “dari mana kamu?," tanya Udin.

“daritadi nyariin kamu din," Jawab sarji.

“Memang kamu kalau tidak ketemu saya sehari saja kangen ya," Goda Udin dengan kesal. “Hahaha bisa saja kamu ini din," Jawab Sarji bahagia.

Obrolan mereka pun berlanjut, Sarji tahu apa yang dipikirkan Udin. “Sudah tenang saja, kalau butuh uang bicara saja. Jangan seperti ini," Pinta sarji. “Ya Ji," Jawab Udin.

Sarji sore itu menghibur Udin, candaan Sarji yang jenaka membuat Udin sendiri cukup terhibur dan melupakan beban hidupnya. Tapi disaat kebersamaan yang akrab itu, Udin enggan untuk menceritakan kejadian semalam kepada Sarji.

Khawatir Sarji akan berburuk sangka kepadanya, selanjutnya udin dan Sarji melanjutkan canda tawa sampai sore hari. Menjelang magrib mereka pulang bersama kerumah, sarji yang membayar makan dan minumnya udin.

Saat sampai dirumah tak lupa Sarji membantu Udin lagi dengan memberikan sejumlah uang untuk kebutuhan keluarga Udin. Hari berganti minggu, udin sudah tidak mendapat gangguan lagi dari hantu pakdhe karto. Bulan purnama kedua datang menyambut.

Sarji melakukan hal seperti malam purnama pertama dengan Nyi Ratu Blorong. Paginya juga ia pergi menjual hasil jerih payahnya tetap bersama Udin, setelah mendapatkan uang Sarji juga memberikan bagian kepada Udin meski tambah sedikit bagiannya.

Hari terus berjalan, disaat mejelang empat puluh harinya pakde Karto, pagi yang masih buta Ronald datang kerumah Sarji. Seperti biasa ia bertamu kepada kawan seperguruan dan menagih uang kepada sarji, si tuan rumah sendiripun sudah menyiapkan sejumlah uang untuk melunasi hutangnya kepada Ronald. Bahkan dalam dua bulan Sarji sudah mampu melunasi hutang-hutangnya ditempat lain. Pagi itu Transaksi berjalan lancar, pembayaran hutang diterima Ronald dengan senang hati.

Sarji mampu melunasi utangnya kepada Ronald, dok: pixabay

Ronald sendiri mengajak bercengkrama Sarji diruang tamunya setelah melihat temannya sudah berhasil, kedekatan mereka sudah seperti saudara kandung sendiri. Matahari mulai meninggi, sinarnya ikut masuk menerangi ruang tamu sarji.

Ronald melihat kedatangan tamu masuk kerumah Sarji semakin siang semakin banyak yang datang, dengan rasa semakin penasaran ia bertanya kepada sarji.

“Ada apa ji, kok orang-orang pada berdatangan?,"

“Oh, orang-orang itu mau membantu buat acara empat puluh harinya bapak," Jawab Sarji dengan tenang

“Loh bapak kamu kena apa Ji," Tanya Ronald penasaran

“Bapaku meninggal nald," jawab sarji mulai sedih

“Kok tidak bialang dari tadi kamu," Tegas Ronald

“Halah buat apa nald, penting kamu sekarang sudah tahu sendiri kan sudah beres," Kata sarji

“Sama Ji, istriku habis meninggal. Kemarin habis tujuh harinya,” Kata Ronald serta menekuk wajahnya kebawah

“Masa sih Nald?," Tanya sarji kaget

“Erna istrimu itu meninggal? Kena apa nald?," cerocos sarji serius

“kecelakaan Ji, " jawab Ronald singkat

Selanjutnya Ronald menjelaskan Panjang lebar dan detail, perihal kronologi istrinya Ronald meninggal. Sedangkan Sarji menyambung cerita Ronald dengan cerita bapaknya sendiri yang meninggal. Mereka berdua merasa sedih karena ada kesamaan dalam nasib yang hampir bersamaan. Tapi ada sesuatu hal dari Sarji dan Ronald yang masing-masing disembunyikan, merekapun tak mau terbuka seutuhnya tentang masalah kematian anggota keluarganya.

Diakhir pertemuan, Ronald menawarkkan kerjasama kepada sarji untuk usaha. Perlahan Ronald membujuk Sarji melakukan hal itu agar kekayaan sarji yang didapat secara singkat dari Nyi Ratu tidak menimbulkan kecurigaan dimata masyarakat.

Sarji yang habis mendengar tawaran Ronald tanpa pikir panjang mengiyakan kerjasama tersebut, ia berpikir ada benarnya juga pendapat dan tawaran Ronald ini. Mereka berdua sepakat kerjasama akan dimulai minggu depan, karena Sarji sendiri sudah punya gambaran toko dan gudang yang siap disewa.

Besoknya sarji mengajak Udin pergi untuk menemui serta bernegosiasi dengan pemilik toko dan gudang, setelah bertemu dirumah pemiliknya perdebatan panjang tawar menawar sewa antara sarji dan pemilik sangat lama. Sampai akhirnya sore hari kesepaktan tercapai, udin yang masih kerja kuli panggul dipasar ditunjuk oleh sarji untuk mengelola usaha tersebut.

Dengan senang hati Udin menerimanya dan pensiun jadi kuli panggul hari itu juga, keesokan hari Udin membersihkan toko dan gudang dibantu para pekerja lain. Sarji sendiri pergi bersama ronald untuk belanja mengisi toko dan gudangnya.

Sarji dan Ronald sepakat untuk bekerjasama, dok: pixabay

Sebagian isi toko Sarji barangnya dipasok oleh Ronald, mulai besi, semen, cat dan barang yang bersifat fabrikasi. Tak begitu lama toko sarji seminggu kemudian dibuka. Diawal pembukaan langsung ramai pengunjung karena toko sarji terbilang besar.

Karena juga ditempat Sarji masih jarang toko bangunan yang serba lengkap serta tempanya yang terbilang strategis. Usaha yang pada awalnya hanya sebagai topeng dengan berjalannya waktu kini benar-benar berjalan diluar dugaannya.

Bulan demi bulan, purnama demi purnama telah dilewati Sarji. Pundi-pundi Kekayaannya semakin meningkat pesat, kebahagiaan ditahun pertama keluarga Sarji semakin terlihat. Mulai dari merenovasi rumahnya dan membuat garasi kendaraan pribadinya yang besar serta mewah.

Sarji juga membeli kendaraan roda dua, roda empat dan roda enam, begitu juga tanah-tanahnya semakin bertambah. Sarji juga membeli beberapa sawah didaerahnya, dengan bertambahnya semua itu Udin selaku orang kepercayaannya tetap mengelola semua harta sarji.

Menumpuknya beban Udin, gaji yang ia dapat juga semakin besar sampai akhirnya ia bisa melunasi semua hutang-hutangnya. Dengan kesuksesan Sarji sikap Udin selama itu juga tidak menaruh kecurigaan apapun kepadanya, karena setahu Udin selama ini sarji masih bertingkah normal.

Udin beranggapan bahwa Sarji selama itu hanya melakukan amalan yang dikasih Mbah Dirjo. Sedangkan Kematian bapaknya Sarji sudah terlupakan oleh harta yang datang tiba-tiba serta melimpah. Tapi ibunya masih belum bisa melupakan pakde Karto, dan istri Sarji juga sampai saat itu juga masih belum dikaruniai anak.

Selepas bulan purnama ketiga belas, ibu sarji atau bude Karto tidak seperti biasanya. Pagi hari selepas sholat subuh ia memasak didapur sendirian.

Bude Karto masak dengan semangat, entah apa yang menjadikannya demikian pagi itu. Pertama budhe menanak nasi terlebih dahulu, sambil menunggu nasi matang, bude karto mulai memasak sayur.

Bude Karto mengambil sayur sop yang sudah tersedia di lemari dapur atas ke lantai dekat pintu, perlahan dia duduk di bawah bersiap mengupas kulit kentang. Ia dengan perlahan dan hati-hati mengupas, memotong wortel, dan kentang kecil-kecil di atas talenan kayu, di tengah kegiatannya memotong semua sayuran yang hampir selesai ada ular kecil hitam mendatanginya dari bawah sela-sela pintu di sampingnya. Spontan bude Karto yang kebetulan melihatnya, dengan cepat mendatangi ular kecil itu.

Bude Karto yang sudah membawa pisau melekat digenggamannya, tanpa berpikir panjang dia langsung mencincangnya jadi kecil-kecil seperti potongan sayuran. Melihat ular kecil sudah mati, bude Karto mengumpulkan potongan tubuh ular itu dengan sapu lidi, dengan segera ia memasukkan ke kantong plastik hitam dan membuang di belakang rumah.

[Cerita ini diadaptasi dari Twitter.com/bayuuubiruuu]

Tepatnya sampah ular itu masuk di rerimbunan semak-semak rumput yang agak tinggi. Tapi tak berapa lama potongan-potongan ular memanjang membentuk kepala dan ekor kembali, dari sekian banyak bagian potongan akhirnya menjadi ular kecil yang utuh seperti sedia kala. Ular yang kembali hidup mendatangi bude Karto dengan cepat di dapur.

Di saat Budhe Karto yang berdiri di dapur mencuci sayuran, tak sadar di bawah kaki bede Karto telah berkumpul banyak ular, di waktu kepalanya menunduk bude Karto kaget bukan kepalang. Karena hal yang aneh terjadi di depan matanya begitu banyak ular di lantai, ia tertegun sejenak melihat kejadian ini.

Masih dalam diamnya bude Karto, ular-ular kecil yang sudah d ibawahnya dengan cepat kepalanya naik sedikit untuk menggigit kakinya. Sadar ular itu akan mengingit, bude Karto berlari ke depan dan berteriak

”Tolong, tolong Ji ada banyak ular," tapi apa daya dalam pelariannya ke depan tak sadar kaki bude Karto sudah terpatuk beberapa ular.

Ilustrasi Bude Karto berteriak meminta tolong, dok: pixabay

Sarji yang kaget, langsung keluar kamar dan menghampiri ibunya. “Ada apa bu," tanya Sarji dengan memegangi kedua bahu ibunya. “Itu nak banyak ular mengejar aku," Jawab ibunya menatap Sarji serta berjingkrak-jingkrak karena panik dan takut.

Sarji melihat di belakang ibunya tidak ada apa pun, dan ia kembali menatap ibunya.

“Mana buk, tidak ada apa-apa gitu," Jawabnya dengan meyakinkan dan menenangkan ibunya. Bude Karto ikut melihat di belakangnya ternyata ular-ular kecil tadi sudah tidak ada, saat perasaan budhe karto mulai tenang. Tapi ia merasakan sakit dik edua kakinya seperti ditusuk-tusuk jarum.

“Tapi kakiku kok sakit begini le," Kata ibunya yang memegangi kaki kanannya. “Sebentar bu, anda duduk dulu di kursi saya lihat dulu," Perintah Sarji.

Sarji kemudian berjongkok untuk melihat kedua kaki ibunya yang dirasa sakit, dia melihat dengan cermat dan perlahan. Sekian kali diamati dengan mata sarji sangat dekat, kedua Kaki ibunya tidak ada bekas apa pun, semua kulit kakinya terlihat normal.

Dalam lubuk hatinya teringat kejadian akan hal dialami oleh bapaknya satu tahun yang lalu, dalam keadaan panik dan sedih ia langsung memutuskan untuk mengajak ibunya ke dokter terbaik di kotanya.

Karena semakin lama ibunya merasa semakin merasakan sakit di kakinya, sampai rasa sakit itu menjalar ke seluruh tubuhnya. Dalam kondisi kesakitan, ibunya dibawa dengan cepat oleh sarji dan istrinya ke dokter. Waktu di tempat dokter ibunya diperiksa dan langsung disuntik, perlahan sakit ibunya Sarji mereda untuk sementara.

Dalam kondisi ibu sarji yang sudah tenang dan merasa baikkan mereka kembali membawa ibunya pulang ke rumah. Sampai di rumah Ibunya dibaringkan di tempat tidur kamarnya, dan dijaga oleh istri Sarji. Sementara Sarji pergi ke toko dan sawah untuk sekedar mengawasi serta melihat hasil kerja udin di lapangan.

Hari menjelang malam, Udin dan Sarji pulang bersama. Kedatangan mereka berdua dikagetkan dengan banyak orang yang sudah memenuhi rumah Sarji, dan tangis pilu dari beberapa tetangga serta kerabat sarji yang sudah berada di rumahnya.

Sarji masuk perlahan ke rumahnya di tengah kerumunan warga, beberapa warga yang dan kerabat yang sudah berdiri berjajar di dalam rumahnya. Ia melewati beberapa kerabatnya dan menepuk pundak Sarji dengan mengatakan “Yang sabar Ji," Setelah tiba di kamar ibunya ia melihat ibunya sudah tiada lagi, sedangkan istrinya tetap setia menangis di samping mayat ibu Sarji.

Singkat kata, malam itu sekitar jam sebelas malam ibu Sarji langsung dikebumikan. Dari sinilah kekacauan hidup mereka dan inti dari cerita Nyi Ratu Blorong dimulai.

Sebut saja Retno untuk panggilan istri Sarji, ia masih sedih di malam kematian ibu mertuanya. Dari hubungan kekeluargaan, beberapa kerabat ikut menginap di rumahnya, saudara yang menginap di rumah Sarji ikut menenangkan kondisi Retno.

Saat itu kondisi Retno sangat terpukul karena kehilangan ibu mertua secara tiba-tiba, rumah mereka yang mewah kini diisi dengan kesedihannya. Dari sorot mata yang sayu dia kelihatan memikirkan ke depan tentang rumahnya akan menjadi sepi tanpa mertua dan anak.

Retno saat ini sangat terpukul dengan kejadian yang menimpanya, dok: pixabay

Pagi menjelang, tamu dari jauh yang baru tahu mulai berdatangan. Sedang keluarga yang menginap ikut membantu untuk acara keagamaan di malam hari. Hari terus berjalan sesuai arahnya, Di hari ketiga kematian ibu mertuanya Retno, ia tidur ditemani mbak Sri.

Karena Retno keluarga yang menginap sudah pulang semua. Kebetulan mbak Sri ini juga adalah tetangga belakang rumah, istrinya Udin. Mereka selain tetangga dekat, juga sudah kenal lama sebelum berumah tangga.

Malam hari, setelah acara selesai mereka membereskan rumah dan tidur di waktu tidak terlalu malam sekitar jam sepuluh. Retno dan Sri serta ketiga anaknya tidur berjajar di ruang tengah beralaskan kasur yang tipis.

Sedangkan Udin dan Sarji sendiri setelah acara keagamaan langsung keluar berdua ke gudang, karena ada banyak barang yang datang dan harus masuk malam itu juga. Sekitar jam satu dini hari, Retno terbangun dari tidurnya.

Ia mendengar ada yang memanggil-manggil namanya dari belakang rumah. “Nak..nak…nak Retno..ini ibu sama bapak." Panggilan ini berulang kali sehingga Retno yang mulai jengah dengan suara-suara panggilan ini, dengan kepala yang masih kantuk ia memberanikan diri berjalan ke ruang dapur dan mencari asal suara tersebut.

Ia memandangi semua sudut ruang dapur terlebih dahulu dengan bantuan cahaya kuning dari belakang ruang dapur, sampai akhirnya Retno menyibak pelan tirai dapur yang menutupi jendela bersekat kaca bening. Saat ia melihat keluar tak ada apa pun di belakang rumahnya hanya sorot lampu kuning dari atas plafon.

Dengan perasaan jengkel Ia memutuskan kembali untuk tidur, tapi saat Retno baru berjalan di tengah dapur suara panggilan itu muncul lagi. Kali ini Retno sudah hilang rasa takutnya, ia memutar arah dan berjalan kembali mendekat ke jendela.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel