Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 3 Misteri Nyai Ratu Blorong Part 3

Saat udin masih bersih-bersih, Sarji pergi ke toko bangunan untuk belanja semua kebutuhan. Sesaat kemudian Sarji datang dengan membawa bahan bangunan, ia juga ikut membantu udin mulai membenahi plafon, pintu dan mengecat ulang tembok yang lusuh.

Hari demi hari Udin mengerjakan kamar itu tapi dirinya tetap tidak tahu maksud dan tujuan Sarji sebenarnya, sampai akhirnya tempat benar-benar terlihat bersih dan terlihat seperti kamar yang cukup mewah.

Sarji tetap masih jadi pengangguran sedang Udin kerja serabutan. Terkadang Udin sehari kerja, tiga hari ia menganggur, hal ini yang sering dijalani Udin. Siang itu Sarji duduk di teras rumahnya sambil menghitung hari, pada hitungannya hari itu nanti malam terjadi bulan purnama,

Karena petunjuk ini adalah wawasan dan pengalaman dari Ronald. Diwaktu sore hari ia kebelakang rumah berusaha menemui Udin yang tengah duduk sendirian dibawah pohon keres, sambil mengawasi kedua anaknya yang masih kecil-kecil bermain.

“Din nanti habis magrib antarkan aku cari jamu," pinta Sarji.

“Halah cari sendiri sana Ji, aku capek barusan istirahat ini Ji," tutur Udin.

“Sudahlah nanti aku belikan jamu sekalian," rayu Sarji.

“Bener ta ini, tumben kamu Ji," jawab Udin.

“Iya, kemarin Ronald mampir terus dia kasih aku uang lagi din," jelas Sarji.

“Oh jadi habis dapat rezeki lagi kamu Ji," kata Udin.

“Hehehe iya din,” jawab senyum Sarji.

Sehabis magrib sesuai janji Sarji, mereka berdua langsung pergi ke toko jamu tradisional yang berada di desa sebelah. Waktu di toko jamu, Sarji langsung pesan dengan lima telur ayam kampung untuk dicampur kedalam minumannya dengan maksud menyambut tamu di malam hari. Udin sedikit penasaran karena baru kali ini temannya begitu banyak minum jamu pakai telur ayam kampung

“Mau pelampiasan terus nambah ta Ji nanti malam," tanya udin sedikit menggoda.

“Jelas din,” Jawab Sarji dengan memulai minum jamunya.

"Jangan terlalu sama istrimu sendiri Ji, kasihan," celetuk Udin.

Hanya senyum Sarji yang terlempar pada wajah Udin sebagai jawaban. Setelah itu mereka langsung pulang. Sarji sendiri sekitar jam delapan malam langsung berdiam diri di atas ranjang kamar khususnya.

Tak lupa ia mengunci rapat-rapat pintu dari dalam kamar, sebelumnya ia sendiri berpesan kepada seluruh anggota keluarganya, kalau dia di dalam kamar tidak boleh diganggu apapun yang terjadi.

Di dalam kamar, penerangannya memakai lampu neon kuning remang-remang, dipan kayu yang mewah dengan kasur empuk telah ditaburi bunga-bunga di atasnya sudah disiapkan. Tak lupa kelambu putih bergelayut menghiasi kamarnya.

Kamar itu hanya diberi penerangan lampu redup, dok: pixabay

Kondisi kamar Sarji mirip seperti kamar pengantin baru. Sedang tiga sudut kamar masing-masing diberi sesajen lengkap satu nampan, sampai diseluruh penjuru ruangan kamar Sarji dipenuhi bau harum bunga dan dupa khusus.

Sarji memulai ritual seperti yang ia lakukan di tempat Mbah Dirjo sampai sekitar jam dua belas malam, tiba-tiba ada suara dari atap kamarnya.

“Ketoplak…ketoplak…Krimpying…Krimpying…Krimpying…” (suara kaki kuda serta lonceng kereta kencana yang berjalan dan berhenti tepat di atap kamar Sarji).

Sarji yang mendengar suara itu hanya diam dan terus konsentrasi membaca mantranya. Perasaan Sarji pertama kali ialah sangat takut bercampur bahagia mendengar pertanda itu, dengan sedikit keringat yang mulai muncul di kulitnya karena gugup. Sedangkan jantungnya mulai berdebar-debar terpacu dengan cepat.

Sesekali matanya terbuka untuk melihat isi ranjangnya yang masih kosong. Saat matanya sedang tertutup Tiba-tiba bau harum bercampur amis mengusik semedinya, timbul rasa penasaran pada dirinya.

Akhirnya ia membuka mata lagi dan tiba-tiba Sarji melihat sosok sang Nyi Ratu yang cantik jelita sudah berada di depannya dengan duduk bersimpuh. Nyi Ratu kali ini hanya memakai kemben hijau, tanpa perhiasan sama sekali saat di kamar Sarji, tapi kecantikannya sungguh sangat luar biasa menggodanya.

Dalam kondisi tercengang, mata Sarji tak berkedip sama sekali, ia hanya mematung menatap Nyi Ratu yang memesona. Beberapa saat kemudian semedi Sarji dihentikan oleh Nyi ratu,

Tanpa ada kata terucap sama sekali, Nyi Ratu langsung memulai dan mengajak hubungan suami istri dengan Sarji. Beberapa kali dalam kondisi yang penuh nafsu, antara sadar dan tidak sadar, tangan Sarji merasa beberapa bagian tubuh Nyi ratu licin dan membulat kecil seperti sisik ular.

Tapi dalam otaknya Sarji sudah kepalang tanggung, ia terus bergulat hebat malam itu sampai ia benar-benar terkulai lemas. Entah berapa lama ia melakukan dengan Nyi Ratu, sampai akhirnya ia tak sadar dan langsung tertidur di kamar khususnya.

Beberapa jam kemudian saat kesadarannya kembali ia merasa hanya sendirian di kamar. Sarji sendiri tak tahu kapan persisnya Nyi Ratu pergi meninggalkannya. Menjelang pagi ia sudah mulai benar-benar pulih dan sadar, Sarji mulai bangun dari posisinya yang masih telentang.

Sarji mulai bangun dan duduk, matanya langsung melihat uang dan lempengan emas seperti ujung sendok (oval) berserakan di atas spreinya bercampur keringat dan bunga. Setelah melihat dengan seksama kenyataan di dalam kamar, Sarji mulai senyum-senyum sendiri.

“Aku berhasil kaya, kaya, kaya!," teriaknya dengan menaburkan ke atas beberapa kepingan emas dan uang dari ranjangnya. Usai euforia didalam kamar sendirian, dengan cepat Sarji mengumpulkan uang dan emas di kantong kain yang sudah disiapkan sebelumnya dan memasukkan kedalam tas ransel. Kemudian ia keluar kamar dengan wajah bahagia tapi badan masih lemas.

Sarji langsung menemui istrinya di dapur dan menciumnya, ia merasa bahagia pagi itu dengan cepat ia memberi sejumlah uang kepada istri tercintanya. Setelah itu ia mandi dan berganti baju, ia bersiap untuk menjual emas-emas yang ia dapat dengan cepat. Karena khawatir emas – emas itu akan hilang dengan sendirinya. Belakang rumah, tepat di bawah pohon keres, Udin di pagi hari yang cerah sudah duduk-duduk santai karena tidak ada kerjaan, sementara temannya Sarji datang menghampirinya.

“Din ayo ikut aku," Ajak Sarji

“Kemana Ji, pagi-pagi begini," Jawab Udin

“Sudahlah, pokoknya ikut aku," paksa Sarji

“Males Ji, kalau tidak jelas," Jawab Udin lagi

“Ini Din, ayo jual emas," Kata Sarji dengan menunjukkan isi tasnya

“Loh, beneran ini Ji," Jawab Udin dengan mata terbelalak karena kaget

“Makanya ayo cepetan," Kata Sarji

“Ya..ayo tapi jangan lupa Ji bagianku,"

“Iyaaa ya din tenang saja,"Kata Sarji

Pagi itu mereka bergegas berangkat ke juragan toko emas yang berada di kota, mereka membawa sepeda onthel penuh karat. Karena Sepeda itu kendaraan satu-satunya yang dimiliki Udin, dan Sarji dibonceng di belakangnya. Jarak ditempuh memang jauh, sampai nafas udin tersengal-sengal meski jalan sebagian sudah beraspal. Sampai ditempat sang juragan, pembeli emas itu tidak mempertanyakan dan curiga dari mana asal emas tersebut. Juragan emas denga cepat juga langsung menghitung dan membayar kepada Sarji dengan uang cash.

Sarji yang senang bukan kepalang langsung memasukkan uangnya di tas ranselnya. Dirasa transaksi sudah selesai ia mengajak udin cepat kembali pulang, ditengah perjalanan ia melihat show room sepeda motor. Merasa sudah punya uang akhirnya ia mampir dan membelikan motor dari hasil penjualan emasnya. Sarji pulang dengan membawa motor perdananya,sedang udin tetap mengayuh sepedanya sampai rumah.Udin yang merasa dapat bagian,setelah menaruh sepedanya dirumah ia langsung kerumah sarji.

Sarji kaya mendadak, dok: pixabay

Udin dengan cepat langsung duduk di ruang tamu Sarji, sambil menunggu temannya keluar dari kamar. Waktu pintu kamar terbuka terlihat wajah sarji dan senyumnya bahagia mengembang,

“Ji bagianku mana?," Tanya Udin yang sudah tidak sabar.

“Oh ya sebentar Din, tunggu dulu," Jawab Sarji

Sarji kembali masuk kedalam kamar mengambil uang dan keluar memberikan uang kepada udin. Tapi bagiannya setelah dipotong utang kemarin. Dengan wajah sumringah Udin berjalan cepat kembali pulang. Ditengah perjalanan ia melihat ayah Sarji, sebut saja pak de Karto. Ia sedang meringis kesakitan memegangi kakinya dibawah pohon keres. Udin pun menghampirinya,

“Kenapa Pakde?," Tanya Udin

“Kakiku digigit ular Din," Jawab pakde Karto yang meringis menahan sakit

“Loh kok bisa Pakde, digigit di mana?," Tanya udin sambil melihat kaki pak de Karto

“Waktu jalan lewat belakang rumahku tadi Din, di rumput-rumput sebelah itu," jawab pak de Karto dengan menunjukkan tempat di mana ia digigit ular pertama kali

Pak de Karto meringis digigit ular, dok: pixabay

“Oh mana pak yang digigit," tanya Udin sambil melihat kaki pak de Karto, Udin mengamati pelan-pelan dan seksama. Tapi anehnya tidak ada bekas apa pun di kaki kanannya.

“Kok tidak ada bekas gigitannya ular pak?," Jawab Udin yang masih memegangi kaki kanannya pak Karto

“Ya tidak tahu Din, aku tadi langsung berjingkat kaget waktu digigit. Terus aku sekilas melihat ularnya lari cepat ke selatan, tapi belum sempat mengejar ularnya sudah hilang," Jawab pak Karto

Menantu pakde Karto dari belakang rumah Sarji muncul, matanya memandang mertuanya kesakitan dengan cepat dia mendatangi udin dan pak dhe karto. Saat istri sarji sampai ditempat pak de Karto kesakitan, Udin langsung menceritakan kejadiannya. Sore itu istri Sarji langsung menuntun mertuanya masuk ke dalam rumah, dan selang beberapa saat Sarji yang mengetahui hal ini, ia langsung mengantarkan ayahnya berobat ke dokter.

Udin pun langsung pulang kerumah dengan membawa uang banyak, ia langsung memberikan uang itu kepada istrinya. Hari bahagia buat udin malam itu, sedikit utang bisa tertutup. Dan ketiga anaknya bisa makan enak pagi harinya.

Pagi kenyataan yang tidak sesuai harapan Udin, teriakan dan tangis histeris terdengar kencang dari belakang rumahnya tepatnya dari rumah Sarji. Udin yang sudah bangun langsung berlari bersama istri dan anak-anaknya menuju rumah sarji. Kenyataan pahit yang ia lihat, pakde Karto sudah terbaring membujur kaku di kamarnya. Ibu dan istri Sarji menangis disampingnya, sedang Sarji hanya tertunduk lesu di pintu kamar.

Suara tangis dan jeritan terdengar dari rumah Sarji, dok: pixabay

“Mulai kapan tidak adanya bapak kamu ji?," tanya Udin

“Tidak tahu aku Din, tadi malam orangnya langsung tidur sehabis minum obat dari dokter. Tapi ibu habis subuh sudah langsung berteriak serta menangis memanggil-manggil bapak dari dalam kamar," Jelas Sarji dengan mata berkaca-kaca,

“Yang sabar Ji," Kata udin dengan menepuk-nepuk pundak sarji

“Iya din” Jawab sarji

“Din tolong panggilkan kakakmu yang pemuka agama, biar cepat dirawat bapakku ini," Pinta Sarji

Udin hanya menggangguk pelan, ia langsung bergegas menuju pemuka agama dikampungnya (moden) yang berada diujung pertigaan desa. Setelah sampai dan memberitahukan kepada moden, udin mengumumkan berita duka kematian ayahnya Sarji di masjid. Jam delapan pagi semua warga dan sanak saudara pakde Karto berdatangan kerumah Sarji, warga mulai memenuhi sekitar rumah Sarji karena ayahnya yang meninggal tiba-tiba. Tapi kematian pakde Karto waktu itu masih dirasa wajar oleh masyarakat, hal itu masih umum di sekitar lingkungan kampung Sarji.

Jam sembilan pagi jenazah pak de Karto dimandikan, selanjutnya dirawat dan siap untuk disholati. Saat jenazah masih dirumah Sarji banyak warga ikut mensholatinya, sebab Pakde karto sendiri di desa terkenal orangnya baik dan rajin beribadah, jadi wajar banyak yang ikut mensholatinya.

Setengah jam kemudian para pria dan sebagian keluarga Sarji mengantarkan jenazah pak dhe karto ke pemakaman untuk menguburkannya.

Beberapa saat acara pemakaman selesai, Udin dan kakaknya moden berjalan keluar pemakan.

“Kak, aku tak ikut berguru di tempatnya sarji ya?," pinta Udin

“Di mana din?," Tanya Moden

“Di gunung selatan," Jawab udin

“Tidak usah aneh-aneh din, kamu adikku satu-satunya. Kamu kan ya sudah ikut berguru di kiai sofyan, apa belum cukup," Jelas Moden

“Gimana ka ya, aku ya ingin kaya terus menutup cepat hutang-hutangku," Jelas Udin memelas

“Sabar din, pelan-pelan saja. Kerja yang bener, Awas!!! Jangan macam-macam kamu," Ancam Moden

“Ya sudahlah ka kalau begitu, tapi seumpama aku ikut kerja di tempat Sarji tidak apa-apa kan kak," Tawar Udin

“Ya gak papa din, yang penting kerja beneran dan halal," Kata Moden

“Ya sudah kak, kalau begitu terima kasih," Jawab udin pasrah karena harus patuh kepada sang kakaknya.

Hari itu ditutup dengan kesedihan mendalam bagi keluarga Sarji, Udin dan Moden pulang kerumah masing-masing. Seperti pada umumnya setelah ada orang meninggal, dikampung sehabis magrib acara keagamaan diadakan dirumah duka.

Malam itu Udin membantu keluarga Sarji dengan mulai menyiapkan perlengkapan acara sampai beres-beres selepas acara keagamaan. Serta duduk sejenak ikut menemani dan menemui tamu-tamu sarji yang datang dimalam hari.

Sekitar jam dua belas malam ia pulang untuk tidur, dikarenakan ketiga anaknya tidur satu ranjang bersama istrinya Udin memutuskan untuk tidur sendirian. Udin merebahkan tubuhnya dikursi bambu panjang yang berada diruang tamu.

Malam itu, Udin yang baru beberapa jam memejamkan mata bermimpi bertemu pakde Karto. Udin melihat pakde karto sendirian ditanah lapang yang luas dan sepi, ia yang masih terbungkus kain kafan sedang dililit ular hitam dan besar.

Udin melihat Pakde Karto kesakitan, dok: pixabay

Suara rintihan dan jerit kesakitan seakan memenuhi padang yang luas itu.

“Diiinn tolongin pak dhe le," Pinta dan tangis pakde Karto yang menyedihkan,

dan suara tulang-tulangnya seperti remuk dililit dengan kencang oleh ular hitam besar itu. Udin hanya terdiam, dia tak bisa melakukan apapun. Seluruh tubuhnya terasa tak bisa bergerak sedikitpun.

Bersambung

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel