Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Gadis Dalam Mimpi

"Maaf, Bulik. Aku terpaksa ngejar taksinya," tutur gadis itu dengan napas tak beraturan.

"Lho, kamu ini. Taksi kok dikejar."

"Iya, Bulik. Ponsel aku ketinggalan di dalam taksi."

"Oalah, Nduk. Kamu ini masih muda, kok sudah pelupa. Masih untung taksinya bisa dikejar."

"Iya, Bulik. Eh, Bulik ... itu siapa, kok, lihat aku sampai nggak kedip, gitu?"

Aku yang sejak tadi terpegun memperhatikan gadis itu segera tersadar karena mendengar ucapan dia yang blak-blakan. Logat medok Jawa khas gadis desa terdengar aneh di telingaku.

Secara wajah, dia memang mirip gadis yang sering menemuiku. Tapi secara logat ... teramat jauh beda. Benar-benar aneh bagiku karena semua seolah menjadi dejavu.

"Ini Den Darren, anak majikan Bulik." Bik Atin memperkenalkan keponakannya yang terkesan norak itu.

Dengan percaya diri, gadis bernama Meisya itu mengulurkan tangan meraih tanganku. Tanpa malu-malu ia memperkenalkan diri terlebih dahulu. "Kenalin Mas Darren, aku Meisya Anindya Ningrum anak dari Pak Joyo Diwiryo juragan tembakau terkaya di desaku."

Gila bener! Seakan ingin menunjukkan status sosial padaku sampai segitunya dia memperkenalkan diri secara detail. Pakai nama bapaknya segala dibawa-bawa.

Aku tak menjawab, hanya mengulas senyum tipis. Kutarik perlahan tanganku dari genggaman jemarinya.

"Mas Darren ganteng, ya?" ucapnya sembari nyengir, membuat wajahku memerah dibuatnya.

"Hush! Kamu ini, Nduk. Jangan kurang ajar dengan Den Darren, dia anak majikan Bulik. Di sini nanti kamu juga numpang, jadi harus pinter-pinter jaga sikap." Panjang lebar Bik Atin menasihati keponakan yang kelewat percaya diri itu.

"Iya, Bulik." Meisya menjawab seraya mencebik.

"Ya sudah, Bik. Ayo masuk, Mama dari kemarin juga udah nungguin Bibi balik. Kasihan Mama kalau harus ngerjain kerjaan rumah sendirian."

"Baik, Den."

Bik Atin dan gadis itu melangkah mengikutiku dari belakang, kemudian  langsung ke kamar belakang untuk meletakkan barang bawaan.

Tak berapa lama mereka keluar lagi hendak menuju dapur. Sudah pasti untuk menemui Mama yang masih sibuk di dapur.

"Den Darren, Nyonya ke mana? Bibi cari di dapur nggak ada."

"Paling lagi istirahat di kamar, Bik. Nanti aja kalau Mama udah turun baru bicara, ya."

"Baik, Den." Bik Atin melangkah meninggalkan aku yang masih termenung.

Ingin rasanya bertanya lebih jauh lagi tentang Meisya, namun kuurungkan niat itu karena aku tak ingin ada kesalahpahaman. Apalagi gadis itu over percaya diri, bisa-bisa dia bakalan kegedean rasa.

Kuhempas tubuh di sofa dengan kasar bersamaan helaan napas panjang. Antara percaya dan tidak, selama lebih dari delapan tahun aku selalu mimpi yang sama dan hari ini sosok itu hadir dalam kehidupan nyata.

Beberapa kali aku tepuk pipi, mencubit lengan, dan bahkan menggigit telunjuk. Namun, semua terasa sakit. Sudah jelas ini bukan mimpi lagi.

Tetiba kepalaku berdenyut, serasa ditarik-tarik. Kupegang erat kepalaku, berharap rasa sakit ini segera menghilang. Namun, justru slide bayangan klise yang biasa muncul di mimpi kini hadir tanpa aku tidur.

Bayangan sebuah mobil menghantam motor yang aku tumpangi seolah nyata terjadi membuat aku berteriak dan terbangun dari posisi berbaringku. Sontak teriakan yang keluar dari mulutku mengundang semua yang ada di rumah datang menghampiriku.

"Darren, kamu kenapa, Sayang?" tanya mama dengan sorot netra penuh kekhawatiran.

"Ma, bayangan itu muncul lagi." Napasku tersengal, jantung berdetak teramat cepat.

"Bik Atin, tolong ambilkan air putih untuk Darren!" titah mama kepada Bik Atin yang berdiri tak jauh dari aku duduk.

"Baik, Nyonya." Bergegas wanita itu menuju dapur.

Tatapanku seketika tertuju pada gadis desa itu. Entah mengapa tetiba aku jadi merinding saat melihat Meisya. Apa mungkin ia makhluk tak kasat mata yang menjelma menjadi gadis dalam mimpiku itu?

Aku semakin ketakutan saat ia mulai mendekatiku. Spontan aku merangsek memeluk mama. "Ada apa, Sayang? Kamu nggak sedang sakit, kan?" tanya mama sembari memegang dahiku untuk mengecek suhu badan.

"Sebentar, kamu siapa dan kenapa ada di sini?" tanya mama saat menyadari ada gadis berambut panjang berdiri di depannya.

"Saya Meisya Anindya Ningrum anak dari Pak Joyo Diwiryo juragan tembakau terkaya di desaku, keponakannya Bulik Atin asisten rumah tangga Nyonya."

Aku mendelik mendengar celoteh panjang lebar dari gadis kampung yang menakutkan itu. Entahlah, dia memang cantik ... tapi bagiku dia bak makhluk mengerikan yang terus menerorku.

Aku terbatuk saat melihat Meisya tanpa sungkan meraih jemari mama dan mencium takzim punggung tangannya. Senyum ceria yang selalu menampilkan barisan gigi putih dan rapi itu terus saja tersungging.

"Aku mau ke kamar, Ma." Aku hendak berdiri, namun mama menarikku kembali.

"Minum dulu airnya, biar kamu lebih tenang." Tangan mama meraih gelas di atas nampan yang dibawa Bik Atin.

Segera aku tenggak tuntas air dalam gelas, tak tersisa setetes pun. Setelah itu dengan sedikit sempoyongan aku berusaha berdiri. Aku tak mengerti kenapa tulang kaki ini serasa melunak, lemas sekali.

"Biar Mama papah kamu ke kamar." Dengan sigap mama meraih lenganku dan meletakkan di bahunya.

Perlahan aku tapaki anak tangga yang berasa sangat jauh ujungnya. Ingin sekali segera mencapai pintu kamar tidur dan menghempas tubuh ke peraduan ternyaman.

"Hati-hati, Sayang." Mama mengingatkan saat aku telah mendekat ke tepi ranjang.

Tak sabar tubuh ini ingin berbaring, meletakkan kepala yang penuh dengan memori aneh. Semenjak bertemu dengan Meisya beberapa waktu lalu, justru membuat kilatan slide semakin jelas dan nyata.

"Ma, apa Mama kenal dengan Meisya?" tanyaku saat wanita yang melahirkan aku delapan belas tahun lalu itu hendak keluar dari pintu.

Ia menghentikan langkah, kemudian berbalik ke arahku kembali. Tangan penuh kasih sayang itu mengusap kepalaku dengan lembut.

"Kenapa, Sayang? Kamu suka dengan dia?"

"Bukan, Ma. Tapi Meisya itu persis dengan gadis yang selalu hadir dalam mimpi Darren, Ma."

Mama mengernyitkan dahi. Tatapan wanita di hadapanku ini seolah tengah menelisik dan ingin menemukan sesuatu yang ada di pikiranku.

"Ma, aku serius. Selama ini Darren sering mimpi dan anehnya mimpi itu selalu sama." Aku mencoba meyakinkan mama.

"Apa kamu sebelumnya pernah ketemu dengan Meisya?"

Aku menggeleng lemah. Kuremas rambut yang telah acak-acakan ini. Semakin aku mencoba menemukan jawaban, justru kepalaku semakin sakit.

"Aneh. Kalau kamu belum pernah ketemu dia, bagaimana kamu bisa mimpi tentang Meisya? Kamu yakin gadis itu yang ada dalam bunga tidurmu?"

"Iya, Ma. Darren juga kaget saat melihat gadis itu. Darren sama sekali tak pernah menyangka kalau mimpi itu akan menjadi nyata. Dan sekarang yang Darren takutkan adalah ...."

Aku terdiam tak mampu meneruskan kalimat. Ada yang tetiba menyesak dalam relung batin.

"Apa, Darren? Jangan bikin Mama khawatir, donk."

"Mimpi mengerikan itu, Ma. Sebuah mobil yang menabrak Darren. Aku takut kalau sampai hal itu menjadi kenyataan."

Mama sontak memelukku erat. "Jangan berpikir seperti itu, Darren. Mama tak akan sanggup jika harus kehilangan kamu."

Suasana hening. Mama yang tengah gelisah hanya mampu mendekap dan mengelus kepalaku. Pandanganku nanar menatap jauh menembus kaca jendela. Memandang langit dan berharap mimpi buruk itu akan segera berakhir.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel