BAB 6 AKU LAPAR
Catalina sedang duduk di depan laptop menyelesaikan salah satu novel terbarunya. Ketika tiba-tiba dia merasa ada hembusan angin bertiup di belakang tengkuknya. Dengan cepat Catalina menoleh. Matanya langsung bertemu dengan sepasang mata biru yang menyejukkan. Hampir saja Catalina melompat karena terkejut.
Beruntung Billy memegang kedua bahu Catalina. Membuatnya tetap duduk di tempat. Wajah Billy tepat berada di atas bahu Catalina. Membuat jantung Catalina berdetak lebih cepat. Di dalam penciumannya, Billy memiliki aroma yang khas.
Aroma yang membuat Catalina selalu ingin mendekat padanya. Aroma yang membuat Catalina merasa menjadi bagian dari diri Billy jauh lebelum mereka bertemu. Meski selama tiga hari ketika Billy tidak sadarkan diri di rumahnya, aroma tubuh Billy tetap sama. Aroma yang tidak bisa dirasakan oleh orang lain.
"Kapan kau datang?" Catalina menoleh ke arah pintu ruang kerjanya. Masih sama, dalam keadaan terkunci. Saat dia sedang menulis, Catalina memang selalu mengunci pintu. Tidak ingin seorang pun mengganggunya.
"Sepersekian detik yang lalu," Billy menjawab dengan santai.
"Kau … masuk dari jendela?"
Sial! Billy baru sadar ruang kerja Catalina dalam keadaan terkunci. Tapi alpha dalam diri Billy tidak membiarkannya gagal di langkah pertama. Dengan kekuatan telepati, selot pintu kamar Catalina bergeser. Perlahan dan tanpa suara.
"Aku masuk dari pintu."
"Memangnya kau ini makhluk apa bisa menembus pintu?"
"Kenapa aku harus menembus pintu?" tanya Billy dengan nada heran.
"Karena pintu itu dalam keadaan terkunci. Lihat! Jadi,…." Catalina menunjuk ke arah pintu ruang kerjanya. Keningnya langsung berkerut. Beberapa detik lalu dia menoleh ke sana. Dia sangat yakin selot pintu masih di posisinya dalam keadaan terkunci.
Perlahan dengan wajah heran, Catalina berdiri dan berjalan mendekati pintu. Dia mulai ragu dengan pandangan matanya sendiri. Perlu beberapa langkah untuk Catalina sampai tiba di depan pintu. Pintu kayu berwarna hitam dengan folding di bagian atas dan bawah. Membuat pintu itu bisa dibuka dan ditutup dengan cara digeser.
Sebuah selot perak yang terhubung dengan rantai kecil menjadi kunci tambahan selain kunci dengan anak kunci di bagian tengah. Catalina selalu mengaitkan selot itu saat dia sedang menulis. Memastikan tidak ada orang yang bisa masuk begitu saja dan mengganggu konsentrasinya.
"Tapi … tadi … aku yakin sudah mengunci pintu ini."
"Sesekali manusia harus ragu pada keyakinannya sendiri." Billy menjawab santai dan mengambil alih kursi tempat Catalina duduk untuk menuliskan cerita.
"Hmm,…." Akhirnya Catalina mengalah. Mungkin dia memang lupa menguncinya tadi.
"Malam sudah selarut ini. Kau masih saja sibuk dengan pekerjaanmu? Ruangan ini satu-satunya yang masih terang benderang di seluruh hutan."
Catalina memonyongkan bibir, "Tentu saja, di hutan ini memang hanya ada rumahku."
"Kenapa kau tinggal di tempat terpencil seperti ini?"
Mata Catalina memicing pada Billy. Dia memanang curiga pada pria yang ada di hadapannya. Setelah pergi dengan cara misterius tadi pagi, pria ini tiba-tiba kembali di tengah malam. Semua pakaiannya telah berganti. Wajah dan tubuhnya juga lebih bersih. Tidak ada lagi jejak-jejak darah hitam yang tersisa.
Secara keseluruhan Billy memang tampan. Rambutnya berwarna pirang. Tubuh yang ideal, tinggi, besar dan berotot. Yang paling utama adalah sepasang mata biru. Mata yang bening dan indah. Siapa pun yang menatap mata Billy akan larut dalam kedamaian. Mata Billy bisa membuat wanita tenggelam dalam cintanya.
Itu juga yang sedang Catalina rasakan sekarang. Melihat kedua mata Billy dan mengaguminya. Tapi dia tetap saja pria asing yang aneh! Catalina harus waspada. Sebaik apa pun pria, mereka adalah makhluk kejam yang berbahaya.
"Mau apa kau datang tengah malam begini?" tanya Catalina.
"Aku lapar."
Tawa Catalina hampir meledak karena melihat wajah memelas Billy. Pria dengan badan tegap, datang ke rumahnya tengah malam hanya untuk mendapatkan makanan.
Memperlihatkan akting kesal, Catalina mendekat ke arah laptopnya. Dia menekan tombol simpan dan kemudian menutup laptop. Lalu mematikan lampu ruang kerja dan melangkah menuju lantai bawah rumahnya. Billy segera mengikuti dari belakang.
"Lain kali jangan masuk ke rumahku seperti penyusup. Kau bisa membuat semua orang ketakutan."
"Di rumah ini hanya ada kau dan Martha, bukan?"
"Betul, karena itulah kau harus masuk dengan cara yang sopan."
Billy melirik ke arah jam dinding yang berada tepat di depan tangga tempat mereka turun.
"Sekarang pukul tiga pagi, Nona. Jika aku menekan bel, justru akan membuat Martha terbangun. Dia harus membukakan pintu. Kau pasti menganggap aku seorang yang datang untuk merampok."
Mereka berdua sampai ke dapur. Tempat yang di design minimalis, dengan peralatan yang lengkap dan modern. Kitchen set berwarna hitam kombinasi putih. Di ujung kitchen set ada sebuah kulkas sebesar lemari memiliki dua pintu di sisi kiri dan kanan. Benda itu tertanam di dinding, sekilas tampak seperti pintu biasa.
Catalina membuka kulkas dan mengeluarkan dua buah mangkuk pasta siap santap. Dia hanya perlu memanaskan sebentar ke dalam microwave. Billy duduk di kursi meja makan yang berada tidak jauh dari tempat Catalina menyiapkan makanan.
Dia memandang sekeliling. Rumah yang sangat indah di tengah hutan Alaska. Berbatasan dengan laut. Membuat suasana rumah itu terasa sangat eksotis di siang hari. Namun begitu romantis dan mengerikan di malam hari.
Seluruh design rumah Catalina minimalis. Tapi sangat modern. Entah bagaimana rumah seperti itu bisa didirikan di sana. Siapa yang telah bekerja mendirikannya.
Catalina datang dengan dua mangkuk pasta panas. Kepulan dari dalam mangkuk menggugah selera. Catalina melengkapi pasta dengan potongan daging asap dan keju. Dia menyodorkan satu kepada Billy.
"Terima kasih," ucap Billy saat menerima mangkuk tersebut.
Dia memulai suapan pertama dengan antusias. Seharian ini dia belum makan sama sekali. Setelah sarapan yang dia nikmati bersama Catalina tadi pagi. Waktunya terbuang percuma untuk membaca buku-buku konyol tentang cara membuat wanita jatuh cinta.
"Tempat ini, bukanlah tempat yang aman bagi seorang wanita tinggal seorang diri." Billy memulai pembicaraan.
"Aku baik-baik saja,"
"Sejak kapan kau tinggal di sini? Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya."
"Lima bulan terakhir. Kau juga tinggal di hutan ini? Aku tidak melihat rumah lain di dalam hutan ini. Rumah terdekat dengan penghuni berada jauh di perbatasan hutan bagian utara. Di situ ada sebuah desa dengan beberapa penduduk. Apakah kau berasal dari sana?"
Senyum mengembang di wajah Billy. Dia sempat bingung menjawab pertanyaan wanita ini. Tidak mungkin Billy mengatakan bahwa dia berasal dari kastil rahasia di tengah hutan. Tapi perkataan Catalina memberikan jawaban atas pertayaannya sendiri.
"Ya, aku berasal dari desa itu. Aku sedang berburu ketika pembantumu menemukaku terluka."
"Bukankah kau adalah Billy Howard"
"Aku memiliki sebuah rumah di desa itu. Sebenarnya aku sedang dalam liburan."
"Hmm ... boleh aku bertanya sesuatu?"
