Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

12. Menikah

Sore ini, Parmi tengah menunggu kedatangan kakak beserta ibunya. Mereka akan menyaksikan pernikahan Parmi yang akan dilaksanakan besok. Tepatnya dua hari sebelum lebaran idul fitri. Harusnya sejam yang lalu sudah sampai, Parmi menunggu dengan gelisah, karena kakak dan ibunya belum pernah sama sekali ke Jakarta. Entah dengan siapa mereka diantar, yang jelas saat ini Parmi begitu menanti kedatangan ibu dan kakaknya. Anton yang baru saja selesai mandi dan sudah rapi, menghampiri Parmi yang duduk dengan gelisah.

"Belum sampe juga ya, Ibu kamu?" tanya Anton sambil melihat ke arah Parmi. Parmi hanya melihat Anton sekilas, lalu menoleh kembali menatap pagar rumah Anton.

"Ga denger dia mah, Pasti!" gerutu Anton dalam hati. Huuufftt.." Anton menarik nafas panjang lalu duduk di kursi teras, tepat di sebelah Parmi.

"Mandi dulu sana! Bau tau!" Anton menutup hidungnya, karena memang aroma tubuh Parmi cukup menyengat, sedari pagi Parmi sibuk di dapur, di sumur. Semua rumah bersih mengkilap karena Parmi.

"Nanti aja tuan!" sahut Parmi pelan.

"Sengaja saya tidak mandi dulu!".

"Lho kenapa?" tanya Anton keheranan, sambil ia menggaruk tangannya yang gatal digigit nyamuk.

"Bau saya ini sebagai pompas. Biar ibu saya tidak kesasar! Penunjuk arah" sahut Parmi sambil menyeringai. Anton terkekeh.

"Kompas Parmi, bukan pompas!" untuk kesekian kali Anton membetulkan ucapan Parmi.

"Ngaco, mana ada bau badan sebagai penunjuk arah." sergah Anton menggelengkan kepalanya.

"Ada percaya deh sama saya!" ucap Parmi sambil tersenyum.

Parmi menatap Anton yang kini sedang memainkan ponselnya. Masih duduk di teras menemani Parmi.

"Tuan!" panggil Parmi sedikit berbisik.

Anton menoleh " Apa?"

"Kalau kita sudah menikah, saya tidurnya dimana?" Parmi menunduk malu setelah mengucapkan hal tersebut.

"Di garasi!" sahut Anton asal, sambil berusaha menahan tawanya.

"Oh, kalau gitu bareng mobil tidurnya?" tanya Parmi lagi dengan polosnya.

Anton mengangguk pasti. Parmi memainkan kedua bola matanya, mencoba mencerna ucapan Anton.

"Emang bisa punya anak ya kalau saya tidur sama mobil! gimana caranya ya?" gumam Parmi lagi sambil berbisik. Anton tak lagi bisa menahan tawanya Hahahahaha...ia tertawa dengan keras.

"Duh, Parmi. Kamu itu. Ya, kalau sudah menikah kamu tidur sama saya di kamar saya. Kamu di sofa, saya di ranjang. Begitu!"

Parmi menyeringai, lalu mengangguk.

Puk...puk...Anton masih memukul lengannya yang digigit oleh nyamuk.

"Banyak nyamuk ih!" gerutu Anton sambil menggaruk lengannya.

"Kok kamu biasa aja sih, ga kegatelan. Disini banyak nyamuk lho, Mi!"

"Makanya saya belum mandi tuan, biar nyamuk ga berani dekat saya. Belum lagi sampai mereka menghisap darah saya, mereka sudah mati duluan dengan bau saya!" Parmi menerangkan sambil terbahak.

"Iya, sebentar lagi saya yang mati karena bau kamu!" umpat Anton lalu berjalan dengan kesal, masuk ke dalam rumah. Meninggalkan Parmi sendirian di teras. Anton melewati meja makan, semua hidangan berbuka sudah tersedia disana. Anton lalu memutuskan untuk bergabung dengan papa dan mamanya di ruang TV.

"Parmi mana?" tanya Bu Rasti saat Anton baru saja meletakkan bokongnya di sofa.

"Di depan lagi nungguin ibu dan kakaknya!"

"Oh, iya ya. Tumben belum sampai!"

"Assalamualaikum."

Terdengar suara salam diucapkan dari depan pintu rumah Anton. Semuanya menoleh ke asal suara, ternyata ibu Parmi dan kakaknya sudah sampai. Tapi tunggu, ada seorang lelaki di belakang mereka, lelaki itu tengah menyapa Parmi dengan ramah. Agus! Mau apa dia kesini? Anton bermonolog, lalu dengan langkah cepat menyambut kedatangan ibu dan calon kakak iparnya.

"Mari masuk, Bu." ucap Bu Rasti ramah.

"Ini siapa?" tanya Bu Rasti pada Agus.

"Saya Agus, Bu. Yang mengantar ibu dan Mba Parni kesini!" sahut Agus sambil menunduk.

Bu Rasti mengangguk, lalu meminta semuanya untuk masuk ke dalam rumah. Masih ada waktu setengah jam sebelum berbuka. Bu Rasti mempersilahkan ketiga tamunya untuk bersih-bersih. Parmi sudah lebih dulu mandi dan berpakaian rapi. Tampak sibuk di dapur, menyeduh teh untuk berbuka.

"Tumben rapi amat!" celetuk Anton, saat menghampiri Parmi di dapur. Parmi tidak menoleh, dia masih asik dengan teko teh.

"Ck, harus ya gue ngomong dua kali baru dia nengok !" umpat Anton kesal.

"Parmi!!" Anton memanggil Parmi dengan suara kencang. Parmi menoleh ke arah Anton. "Kenapa?" tanya Parmi

"Saya wangi ya!" ucap Parmi sambil menyeringai. Anton mengendus harum Parmi.

"Ini bau pring apa bau kamu sih?" macam bau sabun eko***mi!" Anton mencibir.

Parmi terbahak. "Saya buru-buru, ga pake liat, salah oles. Tapi udah saya tambahin sabun mandi lagi kok, tapi tidak mau hilang ya!"

"Jadi aneh ya tuan, bau badan saya sama bau cucian piring samaan!" Parmi dan Anton terkekeh di dapur. Melihat kebersamaan itu, Agus yang merupakan mantan pacar Parmi, menjadi cemburu. Lelaki muda itu, yakin. Bahwa Anton tidak benar-benar mencintai Parmi. Bisa jadi Anton dan keluarganya hanya memanfaatkan Parmi untuk memiliki keturunan. Agus berjalan mendekati Parmi.

"Ada yang bisa saya bantu, Neng!" ucap Agus tiba-tiba hadir diantara Anton dan Parmi. Neng, adalah panggilan sayang Agus kepada Parmi.

"Eh, Mas Agus. Ga papa Mas, ini sudah mau selesai!" sahut Parmi sambil menunduk canggung.

"Saya bantu bawain ini ke meja itu ya!" ucap Agus lagi tanpa memperhatikan Anton yang masih terdiam menyaksikan interaksi keduanya. Parmi mengangguk.

"Kalau sama Agus, kamu kok ga budeg sih!" bisik Anton saat Agus sedikit menjauh dari dapur. Parmi cuek saja, seolah tidak mendengar bisikan Anton.

"Tuh, benerkan sama gue pasti dia ga denger!" Anton meremas rambutnya kasar. Sangat menjengkelkan saat kita bicara, namun lawan bicara kita terlihat cuek.

Adzan magrib berkumandang, semua orang sibuk menikmati santap berbuka yang sudah disiapkan oleh Parmi. Ada bihun goreng seafood, risoles, nasi putih, ayam goreng, capcay kuah dan es buah.

"Enak ya masakan Parmi!" komentar Agus sambil tersenyum ke arah Parmi. Bu Rasti yang mengetahui, bahwa Agus adalah mantan pacar Parmi melihatnya dengan tidak suka.

"Eh..iya menantu saya memang harus pandai memasak, ya kan Anton!" ucap Bu Rasti sambil menatap Anton dan Parmi bergantian. Agus yang paham sindiran dari Bu Rasti tidak melanjutkan lagi ucapannya, ia hanya menunduk dan menghabiskan nasi di piringnya yang tersisa sedikit.

Setelah selesai makan, semua melaksanakan sholat magrib berjamaah. Pak Andi yang mengimami mereka. Disaat semua sedang melaksanakan sholat magrib, Parmi malah sibuk di dapur, membereskan dapur dan mencuci piring. Ia terlalu fokus saat mengerjakan pekerjaan rumah.

"Kamu tidak sholat?" tanya Anton pada Parmi yang sedang mengelap piring, sebelum dimasukkan ke dalam rak piring.

"Lagi datang bulan, tuan!" sahut Parmi sambil terus mengerjakan pekerjaannya.

"Mulai sekarang, panggil saya Mas. Saya, kan. Calon suami kamu, masa dipanggil tuan"

"Ga ah!" sahut Parmi cuek.

"Kok ngga!" Anton sedikit sewot, mendengar ucapan Parmi barusan.

"Panggil sayang aja, boleh ya!" Parmi menyeringai, wajahnya sudah merah merona saat mengatakan hal itu pada Anton.

"Ga boleh, karena saya belum sayang sama kamu, panggil saya Mas aja!" tolak Anton dengan tegas. Parmi hanya menghembuskan nafas kasar. "Ya sudah kalau begitu!" sahut Parmi, lalu berbalik badan meninggalkan Anton yang masih terbengong menatap kepergian Parmi.

Pagi hari semua sibuk beberes rumah serta menghiasnya, ada beberapa orang yang hilir mudik membantu mendekorasi rumah keluarga Anton. Sedangkan Parmi hanya berdiam diri di kamar. Itu perintah dari bu Rasti. Anton sendiri juga masih duduk dinatas ranjang di kamarnya, ia baru saja melakukan video call dengan Angkasa, anaknya. Ia memberitahu Angkasa bahwa nanti malam sehabis berbuka puasa, ia akan menikahi gadis desa, yang sedikit mirip dengan mommynya, pintar masak serta mengurus rumah. Angkasa terlihat senang, karena papanya akan menikah kembali, tandanya ia akan mempunyai dua orang mama dan dua orang papa.

Semenjak kejadian di dapur kemarin, Parmi tidak berbicara apapun lagi kepada Anton, malah terkesan menghindar. Saat sahur pun Parmi bersikap biasa saja. Anton dan Bu Rasti sedikit bingung dengan sikap Parmi mendadak jadi tidak banyak berbicara, padahal sebelumnya Parmi sangat cerewet. Anton melihat kontak Parmi di ponselnya, ia mengetik sedikit pesan WA untuk Parmi.

Kamu lagi sakit Mi?

Hingga sore hari, pesan tersebut tidak dibaca oleh Parmi.

Rumah keluarga Anton, dihias dengan cukup sederhana, tetangga kanan dan kiri yang diundang selepas magrib. Tampak hadir disana memberi selamat. Parmi dirias dengan sederhana, memakai kebaya putih dengan kain batik sebagai bawahannya. Serta siger yang diisi oleh bunga melati cantik untuk menghiasi kepalanya. Pak penghulu serta wali hakim untuk Parmi yang ditunjuk oleh Bu Rasti telah tiba, mereka merupakan teman dari Bu Rasti di kantor urusan agama.

Anton mengucapkan ijab qabul dengan lancar. Saat penghulu dan saksi mengatakan SAH, tampak raut wajah lega dari Bu Rasti dan juga suaminya. Namun tidak dengan Anton. Ia merasa gugup, apalagi Parmi belum membalas pesannya dari semalam.

Parmi keluar dari kamarnya ditemani oleh kakaknya Parni. Anton menatap malu-malu ke arah Parmi yang menunduk. Tubuhnya yang berpakaian rapi, serta riasan di wajah Parmi yang tampak pas, membuat Anton sedikit terpesona. Kini Parmi sudah duduk di samping Anton, pak penghulu memberi perintah, agar Parmi mencium punggung tangan Anton, dilanjutkan dengan memakaikan cincin di tangan Parmi. Semua prosesi dilakukan dengan hikmat, tampak Bu Parti menangis tersedu melihat anak bungsunya menikah, Parni kakak Parmi juga terlihat menitikan air mata. Keduanya menyunggingkan senyum kepada semua orang yang ada disana. Namun keduanya masih belum membuka pembicaraan.

Setelah semua tamu pulang, Anton mendekati Parmi yang masih duduk mendengarkan ibu serta kakaknya berbincang.

"Parmi saya mengantuk!" Parmi menoleh ke arah Anton. Lalu tersenyum. Ia pamit kepada kepada ibu serta kakaknya. Lalu mengikuti langkah Anton ke dalam kamar.

Setelah keduanya berada di dalam kamar yang telah dihias dengan begitu cantik, Anton mengunci kamar tersebut. Ia melepas satu persatu kancing bajunya, hanya menyisakan kaos dalam dan celana panjangnya. Parmi memperhatikan dengan salah tingkah, ia memalingkan wajah.

"Sini!" titah Anton pada Parmi agar duduk di sampingnya. Parmi menurut, ia duduk di samping Anton tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

"Saya minta maaf kalau ada perkataan saya yang menyinggung kamu. Maaf ya!" Anton meraih tangan Parmi dengan canggung. Parmi tidak menolak, ia membiarkan Anton memegang tangannya.

"Dimaafkan ga!" ujar Anton kembali, kini menatap dalam kedua mata Parmi.

Wanita yang telah sah menjadi istrinya itu mengangguk.

"Kalau dimaafkan kenapa diam saja? dari kemarin saya perhatikan, kamu banyak diam. Dan pesan saya pun tidak kamu baca, saya benar-benar minta maaf Mi!"

"Iiyyyee..nii sskiiitt gueiguei" Parmi menunjuk pipinya yang sedikit membengkak.

*****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel