Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

11. Selain Budeg, Parmi kutuan

Dengan rambut basah Parmi menyiapkan menu sahur. Rambutnya digelung handuk. Kakinya juga masih sedikit pincang, saat mondar-mandir di dapur. Semua penghuni rumah masih terlelap, Parmi melihat jam di dinding, sudah pukul tiga shubuh, sebentar lagi ia akan membangunkan seluruh penghuni rumah, untuk sahur bersama. Parmi menata semua hidangan di atas meja  makan, kemudian ia menyisihkan sebagian lauk untuk dirinya. Ia sendiri masih merasa sungkan untuk duduk bersama di meja makan bersama dengan calon suami beserta keluarganya.

Cekleek...

Pintu kamar Bu Rasti terbuka, Bu Rasti berjalan keluar kamar, sambil menguncir rambut panjangnya.

"Eh, ibu sudah bangun. Baru saja saya mau bangunin." sapa Parmi ramah, menatap ke arah Bu Rasti yang tersenyum juga kepadanya. Tangan Parmi telaten, menuangkan teh hangat ke dalam satu persatu cangkir yang tertata di meja.

Bu Rasti memperhatikan wajah Parmi dari ujung kaki hingga rambut. Bu Rasti susah payah menelan salivanya, rambut basah Parmi menambah keyakinan Bu Rasti, bahwa tadi malam Parmi dan Anton...ah..itulaaah...

Wanita paruh baya itu berjalan mendekati meja makan.

"Kenapa bu?kok liatinnya gitu, saya manis ya!" ujar Parmi tanpa rasa berdosa sama sekali.

"Iya, kayak kolak!" sahut Bu Rasti sambil terkekeh geli. Parmi pun ikut tertawa.

"Saya kuah kolaknya, kalau Mas Anton, panci kolak ya bu!"

Keduanya terbahak.

"Siapa yang panci?"

"Mas Anton!" jawab Parmi spontan, tanpa berani menatap Anton, wajahnya seketika memerah, mengingat kejadian semalam.

"Iya aku pancinya, kamu kerak itemnya!" sergah Anton tak mau kalah.

"Sudah-sudah berantem terus!" Bu Rasti menengahi, keduanya sudah duduk di meja makan.

"Papa kemana, Mah?"

"Lagi ada urusan ke Lembang. Nanti siang pulang!"

Anton mengangguk paham. Lalu menyendokkan nasi beserta lauk pauknya ke dalam piring. Tampak Parmi akan menyantap menu sahurnya di dapur.

"Parmi, sini makan sama-sama!" ajak Bu Rasti. Parmi menoleh, lalu menggeleng pelan.

"Ga papa, ayo sini! Ada yang mau mama tanyakan sekalian."

Parmi duduk di depan Anton. Kedua sekilas saling pandang, Bu Rasti mengulum senyum memperhatikan keduanya. Parmi masih belum membuka gelungan handuk di kepalanya. Ketiganya mulai makan dengan lahap, terutama Anton. Ia bahkan nambah sampai dua kali.

"Sepertinya tenaga anakku terkuras habis oleh Parmi." gumam Bu Rasti dalam hati.

"Kasian, hampir dua tahun puasa ranjang, sekalinya buka puasa, sampe kelaparan gitu." gumamnya lagi, sambil memperhatikan Anton. Anton yang sadar diperhatikan, menoleh ke arah Bu Rasti.

"Kenapa Mah?"

"Ah, ga papa. Kamu makan pelan-pelan aja,  nanti tersedak."

"Ah, iya Mah."

"Cape ya!"

"Ah ngga, Mah!"

"Lahap gitu makannya."

"iya, saya lapar banget dari semalem!"

"Mmm..dapat berapa ronde?" ucap Bu Rasti setengah berbisik.

Anton menatap mamanya keheranan.

"Ronde apaan?"

"Itu lho yang tadi malam, mama denger lho Ton."

"Ada apa tadi malam, Bu?" tiba-tiba Parmi yang sedari tadi diam, ikut bersuara.

"Ck, kalian berdua ini. Mama suruh cepet-cepet katanya nanti saja. Eh malah nyuri start duluan!"

"Dosa Ton, makanya nanti siang, kalian berdua mama nikahi siri aja!"

Huk...huk..

Anton tersedak mendengar ocehan Bu Rasti. Parmi dengan cepat, memberikan segelas air putih hangat untuk Anton.

"Tapi saya ga suka siri Bu, pahit!" ucap Parmi, sambil menatap Bu Rasti dengan penuh permohonan.

"Sakit perut saya kalau habis makan siri!" lanjutnya lagi, sambil menatap Bu Rasti dan Anton bergantian.

"Bukan daun sirih Parmiiii! tapi nikah siri!!"

Ucap Anton, penuh dengan penekanan.

Parmi hanya mengangguk saja, seolah paham. Tapi sebenarnya tidak.

"Mama apaan sih? emangnya saya dan Parmi kenapa semalam?"

"Udah jangan malu-malu, mama tahu kamu sudah bobol gawang futsal Parmi kan?"

"Hahh!! Apaaa?"

"Siapa yang main futsal bu?"

Bu Rasti menyeringai, memijat kepalanya. Semoga ia tidak terkena serangan jantung, saat bermenantukan Parmi.

"Tadi malam Mama dengar suara Parmi, aduh Mas sakit, pelan-pelan. Aduh..., gitu!"

"Trus-trus, kamu bilang, iya ini pelan, pertamanya sakit, lama-lama enak. Gitu!" Bu Rasti menirukan percakapan Anton dan Parmi.

Hahahahahaha...Anton terbahak dengan sangat keras, membuat Parmi melongo memandangnya, belum pernah ia melihat anak majikannya ini tertawa lepas seperti itu. Pasti telah terjadi sesuatu, sehingga Anton tertawa sedemikian rupa. Parmi bermonolog.

"Mama salah paham!" Anton mulai menjelaskan.

"Semalam, Parmi tidak sengaja, keseleo, tersandung karpet, jadi saya membantunya dengan memijat Parmi. Gitu mah!"

"Bohong! Itu buktinya rambut Parmi basah!" ekor mata Bu Rasti menarik ke arah Parmi. Parmi yang ditatap keduanya dengam pandangan aneh hanya bisa menyeringai.

"Ya mana saya tahu, Ma. Yang jelas Parmi dan saya tidak ngapa-ngapain semalam!" Anton memutar bola mata malasnya, nasi di piringnya hampir habis. Ia melanjutkan kembali dua suapan terakhir.

"Benar, Parmi! Kamu semalam tersandung di kamar Anton?"

"Iya Bu, Alhamdulillah tuan Anton, pinter mijatnya, saya sampai keenakan, hihihi!" tawa Parmi sambil menutup mulutnya.

"Yang dipijat atas atau bawah?" ledek Bu Rasti lagi, ia masih belum percaya sepenuhnya dengan Anton dan Parmi. Mata Parmi melihat langit-langit ruang makan, lalu matanya turun ke bawah.

"Mama, apaan sih?"

"Emang bisa dipijat ya bu, palpon sama lantai!"

"Plafon, bukan palpon!" Anton membetulkan ucapan Parmi.

Bu Rasti menarik nafas panjang. Ya salam, darah tinggi saya kayaknya sebentar lagi kambuh!" gumamnya dalam hati, sambil mengusap dadanya.

"Parmi, kenapa kamu shubuh-shubuh keramas? Mama jadi salah paham!" Anton bertanya dengan tegas kepada Parmi.

"Oh, ini, saya semalam habis pake obat kutu! Jadi gatel banget, udah aja saya keramas shubuh-shubuh."

"Apa? Kamu kutuan!" pekik Anton dan mamanya bersamaan. Parmi mengangguk polos.

"Tinggal anaknya sih, mama dan papanya udah saya matiin duluan, mau lihat anaknya!" tawar Parmi sambil tangannya terangkat ke atas hendak membuka gelungan rambutnya.

"Jangaaaaan!!" teriak Bu Rasti dan Anton bersamaan.

Anton dan Bu Rasti saling pandang.

"Selain bermasalah dengan telinga, dia juga bermasalah dengan rambutnya, Mah. Mah plis...!" bisik Anton, sambil menggeleng pelan. Seakan tak sanggup dengan Parmi.

"Nanti kalau kita sudah menikah, bantuin saya, cariin anak kutu ya tuan!"

*****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel