Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Pembunuhan Lagi

Pupil mata Angela dan Leo melebar seketika tatkala mendengar suara teriakan menggelegar di sekitar. Dengan cepat memutar kepala ke sumber suara.

"Tolong! Ada kepala orang di toilet ...." Seorang wanita berkostum cheerleadears, menghampiri keduanya sambil menangis tersedu-sedan. Ketakutan ia, tubuhnya terlihat gemetar dan bergetar hebat.

Angela bergegas, berlari menuju toilet. Meninggalkan Leo yang mencoba menenangkan mahasiswinya.

Sesampainya di toilet, pupil mata Angela membola, melihat kepala mahasiswi yang ternyata milik wanita yang ia temui saat di toilet tadi. Siapa lagi kalau bukan Stacy, kepalanya terpisah dengan tubuh. Matanya melotot keluar sampai-sampai hanya retina putih yang terlihat, lidahnya pun menyembul keluar. Toilet tampak kacau, darah bersimbah di mana-mana. Bau amis darah pun menusuk indera penciumannya seketika.

"Oh my God," desis Angela pelan sambil memperhatikan keadaan di ruangan. Mencari tanda-tanda, apakah pelaku meninggalkan jejak dan ajaibnya tak ada jejak kaki yang terlihat di sekitar, kecuali sepatu kets Stacy.

'Ini tidak bisa dibiarkan, aku yakin dia bukan orang biasa.'

Batin Angela karena tidak ada seorang pembunuh yang berani mengambil risiko untuk menghabisi nyawa seseorang dalam keadaan terang benderang. Perhatian Angela tiba-tiba teralihkan dengan kedatangan Leo.

"Angela! Oh my, Stacy ...." Leo tampak syok. Matanya melebar sedikit. Dengan cepat ia membekap mulutnya sendiri kemudian menarik tangan Angela untuk menjauhi pintu toilet.

Angela menyentak kasar tangan Leo lalu berkata,"Itu pacar Bapak 'kan?"

Angela baru saja ingat jika suara pria yang bercinta dengan Stacy menyerupai suara Leo.

"Iya." Leo tak menyangkal sama sekali. Saat ini wajahnya terlihat muram dan sendu, ia langsung tertunduk dalam.

Angela tak menyanggah malah kembali menatap toilet. Di mana para mahasiswa dan mahasiswi mulai mengerubungi ruangan. Penasaran dengan suara teriakan temannya tadi. Betapa syok dan terkejut teman-teman Stacy, langsung menangis histeris.

Pagi ini, seluruh kampus kembali gempar karena telah terjadi pembunuhan lagi. Dalam sebulan, sudah 4 orang yang meninggal dengan keadaan sama. Sampai saat ini pembunuh belum juga ditangkap dan masih berkeliaran di luar sana. Entah apa motif pembunuhan, para polisi masih dalam tahap penyelidikan.

'Malam ini aku harus bergerak cepat.'

Seminggu yang lalu, Martin mengatakan bila ingin menjadi ketua mafia. Angela harus untuk mengungkapkan siapakah pelaku di balik pembunuhan.

Stanford University adalah salah satu kampus milik keluarganya. Selama sebulan ini, publik dan awak media mulai mempertanyakan kredibilitas universitas tersebut. Angela yang semula masa bodoh dengan pembunuhan. Mau tak mau harus turun tangan demi mendapatkan gelar queen of mafia. Terlebih, Kakek dari sebelah Daddynya kemarin meminta tolong padanya juga.

Tak berselang lama, pihak kepolisian datang ke kampus, melakukan olah TKP. Beberapa awak media menyiarkan kembali pembunuhan. Pembelajaran di kampus pun terpaksa dihentikan. Termasuk Angela yang buru-buru pulang menggunakan motor besarnya.

"Angela, di mana rumahmu?" tanya Leo saat melihat Angela mulai menaiki motor.

"Di atas langit!" Angela memutar mata malas, sambil memakai helm.

Leo malah terkekeh-kekeh sejenak. Membuat Angela semakin kesal. "Wow, pantas saja bidadarinya turun. Apa boleh aku main ke rumahmu?"

Bukannya menanggapi dosennya itu, Angela menyalakan kendaraan roda dua dan membunyikannya dengan sangat garang hingga dari knalpot mengeluarkan asap tebal.

Terbatuk-batuk Leo saat asap mengepul di sekitar. "Angela, hentikan!"

Angela mengindahkan perkataan Leo. Sedetik kemudian melajukan motor besarnya, meninggalkan Leo menggerak-gerakkan tangan di udara, menghalau agar asap tak masuk ke pernapasannya.

"Kau milikku, Angela," desisnya pelan sambil menatap seksama punggung Angela, mulai menghilang dari penglihatannya.

"Pak Leo!"

Leo tersentak ketika dari belakang seseorang menepuk kedua pundaknya dengan sangat kuat. Secepat kilat memutar badan, melihat mahasiwinya tersenyum sumringah.

"Pak, jadikan? Aku sudah tidak tahan."

"Tidak!" Leo mengibas-ibas tangan kanannya lalu berjalan cepat, melewati mahasiswinya.

Kedua netranya terbelalak, sedetik kemudian raut wajah sedih terlihat karena ia tak jadi bercinta dengan dosen paling tampan dan seksi di kampusnya itu. "What, kenapa tidak jadi, bukannya Bapak tadi pagi berjanji akan bercinta bersamaku!"

Buru-buru ia mengekori Leo. Dengan kening berkerut kuat, mengajukan sebuah pertanyaan.

"Aku sudah bertobat, pulanglah!" Leo melangkah cepat sambil memasukkan kedua tangan ke saku celana.

"Tapi Pak!"

Sebelum terkena amukan mahasiswinya, Leo terpaksa berlari. Ia dapat mendengar suara umpatan kasar dari belakang sana.

"Hah, mengerikan sekali para wanita." Leo melirik ke bawah sekilas. "Ini semua gara-gara kau, mulai hari ini jangan nakal, kau hanya boleh masuk ke sarang bidadari."

*

*

*

Malam pun tiba, tepat pukul 10 malam. Angela datang ke kampus. Saat ini, gedung bertingkat tersebut tampak sepi. Penerangan di sekitar pun terlihat remang-remang. Garis police line di salah satu toilet membuat Angela masuk ke dalam sambil mengendap-endap.

Angela memakai pakaian serba hitam. Celana, kaos, jaket kulit, sarung tangan dan penutup kepala menempel di tubuhnya. Sudah seperti ninja-ninja ia dan semua itu saran dari Yuri, bermaksud agar tidak ada yang mengenalnya jika ketahuan seseorang.

"Panas sekali," desis Angela sambil mengeluarkan beberapa alat dari balik jaket kulitnya untuk mengambil sampel darah.

Dengan perlahan Angela membungkuk hendak mengambil darah yang sudah menggering di lantai dengan menggunakan kuas khusus.

"Siapa itu?"

'Sial!' Angela menegang tatkala melihat sepatu pantofel berwarna hitam di depan pintu toilet.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel