Deklarasi Cinta
Seluruh kelas semakin riuh, para lelaki dan sebagian para wanita tertawa terpingkal-pingkal. Sementara wanita yang pernah bercinta dengan Leo, memilih bungkam dengan menatap tajam punggung Angela saat ini.
'Dosen aneh, apa dia sudah gila!' Berbeda dengan Angela, malah tidak senang dengan pernyataan cinta Leo. Sebab hal itu bisa menjadi pemicu tersangka untuk menjadikan dia target.
Sepanjang malam, Angela juga tidak tertidur. Bukan karena membayangkan wajah Leo. Tetapi, sedang memecahkan kasus pembunuhan yang telah terjadi di kampusnya ini. Bukan tidak mungkin, pembunuh rantai tersebut adalah orang yang tidak menyukai wanita yang pernah tidur dengan Leo. Untuk sekarang, hanya asumsi liar itu yang berkembang di benak Angela. Dia masih harus mencari bukti-bukti lagi agar dapat menangkap si pelaku yang bisa saja berada di tengah-tengah mereka saat ini.
"Kau dengar aku 'kan?" Untuk pertama kalinya, Leo menggunakan bahasa informal di depan seluruh mahasiswanya.
Sedari tadi ia menahan senyum, melihat bibir Angela bergerak-gerak pelan.
Angela tak sadar bila umpatan di dalam hatinya dapat terlihat melalui bibir mungilnya itu. Dia mengabaikan Leo dan memilih menundukkan kepala lebih dalam.
"Angela," panggil Leo lagi, bergeming di dekat meja Angela.
Ruangan masih terdengar dengan sorak-sorai para mahasiswa. Mereka tak henti-hentinya mengolok dosen dan mahasiswi pindahan tersebut. Merasa senang, dosen yang terkenal ramah, humoris, dan baik seperti Leo ternyata dapat bersikap serius.
Tak hanya itu mata kuliah yang seharusnya dimulai beberapa menit lalu sedikit bergeser dan dapat dipastikan akan ada tugas untuk mereka nanti.
"Angela!" Kali ini, Leo menurunkan tangan dan menegakkan tubuh lalu berdiri tepat di depan meja Angela.
Dengan terpaksa Angela mendongak, matanya melotot keluar sedikit, tatapannya pun sangat tajam. Namun, sayang di mata Leo, Angela tak lebih dari seekor kucing mungil yang ingin sekali ia peluk, dia cium dan dielus-elus.
"Apa?" tanya Angela sangat ketus.
Leo mengulum senyum, sedari tadi tak mengalihkan pandangan matanya dari mata cokelat Angela.
Sontak para lelaki yang duduk di barisan paling belakang semakin bersorak dan sesekali menabuh-nabuh meja.
"Galak sekali!"
"Jangan galak-galak, Nona cantik, Pak Leo sudah menyatakan cintanya lagi tadi."
"Iya benar, terimalah! Lihatlah Pak Leo galau level kronis!"
Begitulah komentar para lelaki, tawa pelan pun terdengar diakhir.
Angela memutar kepala lalu menatap tajam seluruh para lelaki. "Diamlah, tak usah ikut campur urusanku!"
Bukannya takut, mereka malah terkikik-kikik senang. Usai itu Angela kembali memandang ke depan.
"Menyebalkan sekali," umpatnya tanpa sadar.
"Menyebalkan mana? Dari tadi aku berbicara tapi tidak kau tanggapi." Leo angkat suara sambil bersedekap di dada.
"Untuk apa aku menanggapi Bapak. Lagipula sikap seperti itu tidak baik bagi seorang pendidik, menyatakan cinta di depan mahasiswanya!" Angela mulai kesal, dengkusan kasar pun berhembus dari hidung mancungnya.
Leo membuang napas kasar. Berhadapan dengan wanita seperti Angela membutuhkan kesabaran seluas samudera. Karena Angela, tipe wanita yang tidak mudah dirayu dengan kata-kata manis dan janji palsu.
"Iya, memang benar, aku akui sikapku tak sepantasnya kulakukan di depan mahasiswaku. Tapi, apa boleh buat kau yang membuatku seperti ini, lihatlah kantung mataku menghitam karena semalam aku tidak bisa tertidur memikirkan perkataanmu, lihatlah juga di mataku ini tidak ada kacamata lagi, apa aku sudah masuk dalam pria idamanmu?"
Semakin menggeram kesal Angela.
"Lihatlah, kau malah menyalahkanku, bukankah sudah kukatakan semalam jauhi aku, tidak! Aku sudah mempunyai tunangan!" kilah Angela. Demi menghindari perdebatan tak berkesudahan ini.
Perkataan Angela membuat raut wajah Leo mendadak pias. Namun sedetik kemudian seringai tajam yang terlihat.
"Kau bilang apa? Tunangan? Siapa namanya?" tanyanya sambil mengubah posisi badan sedikit membungkuk lalu kedua tangannya menekan kuat meja Angela. Napasnya terdengar memburu, menahan cemburu yang mulai merasuk hatinya.
Angela reflek memundurkan wajah kala Leo mendekatkan mukanya. Sedikit takut ia sekarang dengan Leo. "Iya tunangan, aku sudah bertunangan! Namanya Niel!"
"Cih, hanya tunangan bukan, aku tidak peduli kalau kau sudah memiliki tunangan! Aku masih mempunyai kesempatan untuk mendapatkanmu! Ingatlah hari ini Angela, kau sudah menjadi kekasih dan calon istriku kelak. Aku katakan juga di depan seluruh mahasiswaku, aku sangat mencintaimu, Angela Martinez! Meski kau belum menerima cintaku tapi aku yakin suatu saat nanti kau akan menerimaku!"
Angela membeku sejenak. Sekarang, lidahnya mendadak kelu. Ada gelanyar aneh merayap palung hatinya. Buru-buru dia menundukkan kepala lalu meraba dadanya yang saat ini berdegup amat kencang, entah karena apa.
Seisi kelas semakin riuh, sedari tadi tak berhenti berteriak-teriak. Mereka sudah seperti obat nyamuk di antara Angela dan Leo. Beruntung sekali pintu kelas sudah tertutup rapat. Alhasil kelas lain yang sudah memulai pembelajaran tidak terganggu.
Leo mendengus lalu menegakkan tubuh. "Sudah diamlah, sekarang kita mulai pembelajaran kita, maafkan Bapak karena masalah pribadi Bapak, membuat jam kuliah tertunda."
Leo mulai mengubah ekspresi wajah. Kali ini menjadi lebih serius dari sebelumnya.
Kelas mendadak hening. Para mahasiswa mulai protes karena mata kuliah tetap dilanjutkan.
"Yah, hei Angela suruh kekasihmu untuk memberi tugas saja," kelakar Brian sambil terkikik-kikik sejenak.
Angela tak mengubris ucapan Brian, memilih kembali membaca buku.
"Mulai hari ini kalian, jangan menganggu Angela, dia kekasih Bapak sekarang, sekaligus calon istri!" titah Leo, membuat Angela menarik napas panjang.
Bersorak-sorak lagi sebagian lelaki dan wanita di kelas.
***
Tepat pukul 10 pagi, mata kuliah pun sudah selesai. Angela bergegas keluar dari kelas dan pergi ke perpustakaan hendak meminjam buku. Leo yang melihat pergerakkan Angela, tergesa-gesa keluar dari kelas dan mengikutinya.
"Cari apa? Tidak mau aku temani?"
Angela tersentak ketika dari belakang mendengar suara Leo. Berputar kepalanya, tatapan sengit ia layangkan pada pria tersebut.
"Bukan urusanmu!" sembur Angela lalu memandang ke depan lagi dan mempercepat langkah kaki menuju perpustakaan.
Leo tersenyum kembali, mengekori pula Angela. "Kau semakin cantik, dear."
Angela menggeleng samar-samar sambil mengeluarkan kata-kata kasar pada Leo.
Sesampainya di perpustakaan. Angela mencari buku yang ia inginkan. Mengabaikan celotehan Leo di belakangnya sejak tadi.
"Semakin kau lari, semakin kukejar, Dear."
"Terserah." Netra Angela sesekali berpendar di rak-rak buku. Sementara Leo masih asik mengekorinya dari belakang.
"Mencari buku apa, biar aku bantu."
Enggan membalas, Angela mendengus dan mengambil sebuah buku tentang misteri. Sejak tadi secara diam-diam, ia berteleponan bersama Yuri melalui bluetooth wireless yang terpasang di kedua telinganya.
Yuri mengatakan tidak ada darah orang lain selain darah Stacy. Semakin penasaran ia sebab pembunuh, orang yang sangat cerdik hingga membuat para detektif di California pun kesusahan. Meskipun begitu Angela tak patah arang.
"Sepertinya kau benar-benar penasaran dengan kematian Stacy ya?" Sekali lagi Leo membuka suara.
Angela membalas dengan melirik tajam. Ia sangat terganggu dengan kehadiran Leo, lantas memilih membuka buku dan mulai membaca halaman pertama.
"Aku memiliki beberapa nama orang yang mungkin bisa menjawab rasa penasaranmu."
