Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Siapa

"Siapa?" Tanpa ragu Angela bertanya. Tentu saja ia amat penasaran. Tidak menyadari jika saat ini jarak di antara ia dan Leo sangatlah dekat.

Leo berdiri di hadapan Angela sambil memperhatikan lekat-lekat wajahnya. Sampai-sampai tanpa sadar menelan air liurnya tatkala bibir ranum Angela terlihat menggoda.

Sementara Angela, terdiam dengan kening berkerut samar, menanti sebuah jawaban. "Pak, siapa?" tanyanya, kembali.

"Aku akan memberitahumu, tapi kau harus menjadi kekasihku."

Jawaban Leo membuat Angela mengerlingkan matanya ke atas. Mengira bahwa lelaki ini asal bunyi dan hanya ingin menarik perhatiannya saja.

Angela pun memutuskan memutar badan lalu menutup buku yang dia ambil barusan di rak buku. Dia berencana akan membaca buku di rumah saja.

Angela kembali mencari buku yang lain sembari matanya berkeliling di rak-rak buku.

Leo menarik napas panjang sebab Angela susah sekali dirayu. Tak mau menyerah, dengan sabar ia berjalan di belakang. "Aku tidak bohong, kau pikir aku tidak penasaran dengan kematian kedua orang wanita yang pernah aku tiduri itu."

Perkataan Leo membuat langkah kaki Angela. Secepat kilat ia menoleh ke belakang. "Dua? Bukannya empat korban?"

Kali ini dahi Leo yang berkerut kuat."Empat apanya? Wanita yang aku tiduri hanya dua."

Alis mata kanan Angela sontak naik sedikit. "Tapi, mengapa dari kabar burung yang berhembus para korban semuanya adalah kekasihmu."

"Kabar burung saja kan, kenyataannya tidak, Tisha dan Melani, tidak pernah aku tiduri, mereka terobsesi padaku, aku tidak mau bercinta dengan wanita seperti mereka, terlebih mereka sudah memiliki kekasih, aku tidak sebejat itu."

Leo memberi penekanan di akhir kalimat manakala melihat Angela memicingkan mata. Bukan tidak mungkin pasti Angela merasa jijik padanya karena tidur dengan para wanita. Hal itu membuat Leo sedikit takut, Angela tak mau menerima cintanya.

Untuk sekian kalinya, tarikan napas berat terdengar dari hidung mancung Angela. Tatapan jijik pun terpancar dari bola matanya kemudian. "Aku tidak peduli, kenyataannya Anda memang bejat 'kan."

Angela kembali menggerakkan kepala ke depan lalu berjalan.

Terpejam sesaat mata Leo, karena diacuhkan lagi. "Iya itu kan dulu, tapi kan sekarang tidak, aku akan berubah, Angela. Sejak pertama kali mendengar suaramu di toilet, aku sudah menyukaimu."

"Ck!" Angela malah berdecak, sama sekali tak berniat menoleh ke belakang.

Hoek, ingin sekali rasanya Angela muntah mendengar perkataan dosen mesum cap kadal ini. Angela tak akan pernah lupa dengan kejadian kemarin, suara desahan Leo dan Stacy berdengung nyaring di telinganya.

Pengalaman pertama sekaligus menjijikan bagi Angela. Dan sekarang secara gamblang Leo mengatakan menyukainya saat di toilet. Ini sungguh di luar nalar, pikir Angela. Mulut manis Leo membuat Angela ingin segera menuntaskan misinya.

"Kau meremehkanku?" tanya Leo seketika.

"Menurutmu? Sudahlah, hentikan semua bualan manismu itu, Pak. Mau Bapak berubah sekali pun aku tidak akan menerima cinta Bapak. Aku sudah bertunangan, dia lelaki yang bermartabat dan bukan pemain wanita."

Mengetat kuat rahang Leo tiba-tiba. Hatinya terasa panas. Tanpa memikirkan keberadaan mereka saat ini. Ia menarik kuat tangan kanan Angela hingga pandangan mereka bertemu sekarang. "Tapi Angela aku tidak berbohong."

Netra Angela melebar sesaat. Dengan cepat menyentak kasar tangan Leo, seringai tipis pun mendadak terlihat di wajahnya.

"Mau Bapak berbohong atau tidak pun, aku tidak peduli, karena aku tidak mencintai Bapak."

Semakin memburu napas Leo. Hatinya dirundung perih. Sebab sudah tiga kali ditolak, semalam, tadi pagi dan sore ini. Buru-buru ia menarik pinggang Angela dan berkata,"Tidak apa, aku akan membuat kau jatuh cinta padaku."

Angela sedikit terkejut, entah mengapa jantungnya kembali berdetak. Lantas dengan cepat ia mendorong dada Leo. "Bermimpilah, aku tidak mungkin jatuh cinta pada lelaki brengsek, seperti Bapak." Ia kemudian berjalan cepat ke depan sambil menajamkan penglihatan di sekitar hendak mencari satu buku lagi.

Leo meraup kasar wajahnya sejenak lalu mengekori Angela kembali. "Angela."

"Angela."

Dua kali Leo memanggil tetapi tetap saja diabaikan. "Angela, kau dengar aku tidak."

Leo mulai geram namun berusaha untuk menahan sabar.

Angela asik sendiri menilik buku-buku di samping kanan dan kiri.

"Angela, aku mempunyai dua nama yang aku curiga sedari awal. Kau tidak penasaran dengan spekulasiku ini?" tanya Leo, berusaha membuka obrolan kala Angela menutup rapat-rapat bibirnya dari tadi.

"Tidak, aku tidak penasaran!" sahut Angela penuh penekanan.

"Padahal ini bisa membantumu untuk menyelesaikan thesismu nanti." Leo mengira bila Angela sedang mempersiapkan tugas akhir semester nanti.

Leo berhasil mengambil perhatian Angela. Wanita berkemeja warna cream itu melirik sekilas.

"Jadi siapa?" tanya Angela sedikit ketus sambil mengambil buku di rak.

"Kau ha—"

"Kalau Bapak mengatakan harus menjadi kekasih Bapak, jawabannya tidak, jangan membuat kesabaranku habis. Aku bisa mencari tahu sendiri," potong Angela dengan raut wajah garang.

Leo mendadak terdiam lalu membuang napasnya berat. "Baiklah, baiklah, aku minta maaf, kau tahu wanita yang duduk di sampingmu, Whitney, dialah yang Bapak curiga."

Dengan kening berkerut kuat, Angela mencondongkan tubuh lalu memeluk buku yang dicarinya itu. "Whitney?"

Nama wanita yang duduk bersebelahan di bangku Angela.

"Iya, tapi ini baru instingku."

"Apa alasan Bapak mengatakan Whitney pelakunya?" tanyanya, agak ragu.

"Hanya instingku saja, Angela. Aku belum memiliki alasan yang kuat. Asal kau tahu dari kemarin aku mencoba mencari-cari bukti tapi tak ketemu, Whitney memang terlihat lugu, tapi kau harus tahu salah satu keluarganya memiliki kuasa di kampus ini dan dia sangat terobsesi padaku."

Angela tak menyanggah. Tampak berpikir keras sebentar. Meskipun ragu namun dia akan memasukkan nama Whitney di buku misinya, di urutan kedua setelah Leo. Angela berencana akan bertanya pada keluarganya nanti mengenai siapa saja investor di kampus.

"Lalu siapa lagi yang Bapak curigai?"

Leo menyeringai tipis tiba-tiba membuat Angela memicingkan mata.

"Hmm kalau yang satu ini kau harus mencium pipiku dulu."

Melebar lagi pupil mata Angela, tanpa pikir panjang menabok wajah Leo dengan buku. Bunyi kepala dipukul terdengar cukup kuat di sekitar, membuat banyak pasang mata memandang ke arah mereka seketika.

"Angela, sakit." Leo reflek memejam sambil mengusap-usap pelan keningnya.

"Terserah! Minggir." Angela menabrak pundak Leo dan bergegas keluar dari perpustakaan.

Gelagapan, Leo pun berlari kecil mengejar Angela. Namun, saat di lorong luar, pergerakkan kakinya terhenti karena Miss Hanna tiba-tiba menghadangnya.

"Ada apa, Miss Hanna?" Leo celingak-celinguk, memperhatikan punggung Angela mulai menjauh, di ujung sana.

"Pak, kenapa pesanku tadi pagi tidak dibaca? Bapak tahu aku sudah single dan sekarang Bapak tidak bisa menolak permintaan dariku."

Leo menarik napas panjang. Ingin marah pada dirinya sendiri karena perkataan Angela ada benarnya juga kalau dia lelaki brengsek.

"Maaf Miss Hanna, aku sudah memiliki kekasih dan sebentar lagi akan bertunangan."

Tanpa mendengarkan tanggapan sang lawan bicara, Leo berjalan tergesa-gesa, melewati Miss Hanna begitu saja.

Miss Hanna terbelalak, selanjutnya gurat kekesalan yang tergambar di wajahnya.

"Pak Leo!" panggil Miss Hanna, memandang punggung Leo dari kejauhan.

*

*

*

Sudah dua hari, Angela menghindari Leo. Misinya pun tak menemukan titik temu. Ada banyak kejanggalan yang terlihat. Tetapi, bukti belum dapat ditemukan.

Hari ini Angela berencana akan bertanya pada Leo, adakah orang lagi yang dicurigai. Usai mata kuliah kedua. Angela bergegas ke ruangan lain, di mana Leo mengajar di kelas lain. Akan tetapi, langkah Angela terjeda tatkala melihat kedua sosok yang dia kenali di ujung sana, sedang berpelukan.

"Ada apa dengan hatiku? Mengapa sakit?"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel