Bukan Tipeku
Pria bertopi hitam itu melangkah perlahan mendekati lemari. Angela dan Leo semakin mengeratkan pelukan kala cahaya senter masuk melalui celah-celah lemari.
'Argh! Bagaimana ini?' Angela bermonolog di dalam hati. Belum sadar jika sedang memeluk Leo sedari tadi.
"Pak Ronald, kau sedang apa? Ayo kita ke gedung fakultas sebelah, Pak Eden mengatakan ada beberapa mahasiswa nakal membuat kegaduhan di kolam berenang."
Seketika, langkah kaki pria tersebut terjeda. Manakala mendengar suara rekan kerjanya di belakang. Dengan cepat ia memutar tumit.
"Benarkah?" Matanya langsung berseri-seri karena akan mendapatkan banyak uang nanti, mendadak lupa ia dengan Angela dan Leo di dalam lemari.
"Iya, ayo cepatlah, situasi tidak kondusif di sana." Rekan kerjanya itu menyelenong keluar terlebih dahulu.
Sementara pria itu menoleh ke belakang dan menatap datar sejenak lemari.
"Mungkin hanya perasaanku saja, sudahlah, yang terpenting aku akan mendapatkan banyak uang sebentar lagi," sahutnya, sebelum keluar dari ruangan.
Sedetik kemudian ia pun berlari kecil menuju pintu.
Hembusan napas lega pun keluar dari hidung Angela dan Leo seketika.
"Akhirnya," gumam Angela, bergeming dengan posisi tangan melingkar di perut dan pandangan mengarah ke pintu lemari.
Dia belum sadar, bila sedang memeluk Leo. Dosen mesum yang ia hindari. Tanpa diketahuinya, Leo sedang menarik sudut bibir ke atas, membentuk sebuah senyuman. Pikiran pria itu sudah berkeliaran kemana-mana saat bola melon Angela menempel di dada bidangnya sekarang.
"39 c, uh." Leo mengeluarkan suara seketika sambil menyeringai tipis.
Manik Angela sontak membola. Buru-buru menoleh ke arah Leo kemudian menurunkan tangan dan mendorong kuat dadanya. Ia kesal setengah mati.
"Dasar mesum!"
Leo malah tersenyum sumringah, ingin sekali ia membawa Angela ke kamar sekarang jua karena wanita di depannya begitu menggemaskan, menurutnya.
"Ayolah, aku tidak semesum itu kok, hanya mengukur seberapa besar milik calon istriku ini."
Semakin menggeram kuat Angela. Berbicara dengan Leo membuat perutnya mendadak mual. Sementara Leo menahan diri agar tak mengecup bibir Angela yang mulai komat-kamit.
"Minggir kau!" Angela mendorong kembali dada Leo.
Tubuh Leo menjauh sesaat, melihat Angela keluar dari lemari.
"Angela, hei tunggu." Leo melompat dari lemari dan bergegas mengekori Angela. Namun, Angela tak mengubris ia sama sekali.
Tanpa berniat sekali pun menghentikan gerakan kaki, Angela memutar kepalanya sekilas lalu kembali memandang ke depan.
"Sudahlah, aku ingin pulang Pak! Jangan ganggu aku!"
Leo mendengus, jiwa lelakinya merasa tertantang, sebab untuk pertama kalinya ada seorang wanita menolak pesonanya. Secara cepat ia melangkah ke depan dan menghadang Angela.
Bola mata Angela sedikit melebar, langkahnya pun terjeda.
"Pak Leo!" seru Angela.
"Apa? Aku hanya ingin tahu, mengapa kau ada di tempat kejadian perkara tadi? Apa yang kau cari?" Kali ini wajah Leo terlihat serius dan tatapannya pun penuh selidik. Matanya memicing, mengamati gerak-gerik Angela saat ini.
Dehaman rendah keluar dari bibir Angela setelahnya. Tanpa mengubah ekspresi wajah, ia melipat tangan di dada.
"Aku hanya penasaran saja. Lagipula aku heran, mengapa Bapak tidak ada sedih-sedihnya saat mengetahui pacarnya meninggal?" Angela sedang berusaha mengalihkan pembicaraan agar Leo tak kembali bertanya.
"Stacy hanyalah pacar harianku, kami memiliki hubungan yang tidak akan kau mengerti. Kau salah kalau aku tidak sedih, justru aku sedih, dari semua wanita yang aku tiduri dialah yang paling penurut. Tapi, mau bagaimana lagi bukankah semua manusia akan kembali ke tempat asalnya, aku pun juga penasaran dengan kematian Stacy dan sedang menunggu hasil penyelidikan polisi."
Tak ada kebohongan yang terpancar dari bola mata Leo. Tatapan sendu dan ada sedikit kesedihan mendalam yang terlihat. Namun, Angela tidak bisa langsung memercayai pria di hadapannya ini.
Terlebih, saat di rumah tadi dan membaca hasil informasi dari Yuri, yang menunjukkan bahwa para korban semuanya rata-rata wanita berambut pirang dan mempunyai hubungan khusus dengan Leo. Angela akan bersikap waspada, siapa tahu saja Leo adalah tersangka.
Angela akan mencari lagi cara untuk memecahkan kasus yang rumit ini. Kedatangan Leo malam ini mengurungkan niatnya melanjutkan invetigasi.
"Terserah Pak, minggirlah, aku mau pulang." Angela kembali mengayunkan kaki dan melewati Leo dengan sangat cepat. Leo sedikit tergagap. Lantas bergegas menghampiri Angela.
Sesampainya di daun pintu perpustakaan, Angela melangkah keluar lalu masuk ke lorong kanan, di mana sepeda motornya terparkir di ujung sana.
"Angela, hei, kau belum menjawab pertanyaan Bapak. Tidak mungkin kau hanya penasaran dengan kematian Stacy 'kan? Pasti ada sesuatu, apa kau kasihan pada Bapak karena ditinggal mati pacarnya." Kini Leo berjalan di sisi Angela.
Angela enggan menanggapi, hanya mengerlingkan matanya sesaat. Sangat tak mengerti dengan pola pikir Leo, yang menurutnya terlalu percaya diri. Kekaguman yang merayapi hatinya tadi benar-benar memudar sekarang. Leo masuk dalam daftar hitam pria yang harus dijauhi Angela, meskipun tampan melebihi daddy dan Angelo.
"Angela, cepatlah jawab."
Leo mencekal pergelangan tangan Angela seketika. Gerakan kaki Angela otomatis terhenti. Ia mencondongkan tubuh ke arah Leo lalu menyentak kasar tangan dosennya itu.
Sebelum menanggapi ia menarik napas dalam-dalam lalu membuang napasnya dengan sangat cepat.
"Dengar ya Pak, jangan terlalu percaya diri, aku hanya iba pada Stacy, tidak lebih. Apalagi tadi pagi dia sempat menegurku, Bapak tahu kan sebelumnya aku pindahan dari fakultas hukum! Aku penasaran saja mengapa para detektif belum menangkap pelaku."
Angela menjeda sesaat kalimatnya.
"Berhentilah mengangguku, Bapak bukan tipeku. Tipe idamanku adalah pria yang tidak memakai kacamata, mapan, kaya raya, bisa menghargai wanita, tidak bermulut manis, dan yang paling penting tidak mesum seperti Bapak!" sambungnya lagi penuh penekanan hingga membuat riak muka Leo berubah murung.
Angela kasihan? Tidak, ia malah menyungging senyum sinis.
"Jangan dekati aku, jaga batasan, kita tidak saling mengenal, hanya dosen dan mahasiswi saja, carilah selangkangan lain!"
