Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Terkejut

Untung saja Ziva mendapat taksi malam itu, dia pulang dengan selamat menggunakan

taksi. Namun sepertinya nasib malang tidak ingin jauh-jauh dari Ziva. begitu pulang, Ziva

langsung disambut isak tangis ibunya.

“Rumah kita disita, Nak. Kita bangkrut,” ucap Maryam, ibunya Ziva.

Tubuh Ziva terasa lemas melihat teras yang sudah dipenuhi dengan koper.

Pak Dalman, tetangga Ziva tampak turut membantu mengemasi tas-tas dan membawa keluar dari dalam rumah.

***

Beberapa bulan kemudian.

Ziva Hazira berdiri terpaku di tengah-tengah halaman luas. Pandangannya fokus pada

rumah besar. Tampak dari depan, rumah itu terlihat kokoh. Pintu depan yang besar dan

berdesign modern. Dominan dengan kaca-kaca. Halaman depan yang luas penuh dengan pemandangan alam, ada air mancur buatan dimana terdapat kolam ikan pula di sana.

Begitu memasuki rumah, Ziva langsung disambut dengan desain interior ruangan

mewah, modern nan elegan. Lantai marmer, kursi bergaya eropa, vas bunga besar dan dinding-dinding rumah yang dihiasi dengan hiasan dinding, jam dinding klasik dan foto-foto keluarga.

Di sudut lainnya terlihat sebuah tangga bergaya modern yang menghubungkan ke

lantai dua. Langit-langit ruangan diterangi oleh susunan lampu-lampu indah persis seperti di hotel bintang lima.

Ziva menggigit bibir, miris sekali nasibnya sekarang. Tatapannya tertuju ke tas besar

yang sejak tadi ditenteng, berisi pakaian dan segala keperluannya. Sekilas bola matanya melirik Dalman, pria tua yang membawanya ke rumah mewah itu.

Tak lama kemudian terdengar derap langkah sepatu menuruni anak tangga. Sosok pria tampak merapikan dasi dan jasnya sambil berjalan ke lantai bawah.

Pandangan Ziva kini tertuju pada sosok pria bertubuh tinggi, gagah, berotot dan berpenampilan rapi, jas hitam, dasi hitam dipadu celana kelimis berwarna senada. Parasnya tampan khas Iran, alis tebal dan hidung mancung. Raut wajahnya tampak sangat maskulin.

Bibirnya merah dengan garis tajam, tampak sangat sensual. Sangat eksotik. Dan matanya, mata itu gelap dan sorotnya tajam.

Ziva tercekat menatap wajah tampan itu. dia mengingat-ingat, dan sepenuhnya sadar

bahwa dia pernah bertemu dengan pria tampan itu sebelumnya. Ah, dia kan pria yang pernah menggendong tubuhnya dan bahkan mendapat tamparan dari tangannya malam itu. jadi, Ziva harus bekerja di rumah pria komplotan mesum itu? pikirnya.

Pria itu tampak fokus menatap layar ponsel di tangannya hingga tidak menyadari keberadaan Dalman dan Ziva yang kini mematung di tengah-tengah ruangan luas.

“Tuan muda, ini adalah gadis yang akan bekerja di sini,” tukas Dalman pada pria yang kini berdiri di hadapannya.

“Hm.” Pria itu mengangguk, pandangannya masih tertuju ke ponsel.

“Jadi, Neng Ziva bekerja di bagian apa, Tuan?” lanjut Dalman berhati-hati.

Pria itu mengantongi ponselnya kemudian membeku di tempat saat pandangannya bertemu dengan mata Ziva. Cukup lama ia menatap wajah Ziva tanpa mengucapkan sepatah kata.

“Kau gadis yang waktu itu bukan?” Tanya Ammar.

Ziva tidak sanggup menjawab, dia hanya menelan dan rasanya ingin segera kabur dari sana. Dia tentu tidak mau bekerja di bawah aturan bos mesum.

“Kau hampir diperkosa para preman jika aku telat menolongmu malam itu,” ucap Ammar tanpa berbasa-basi.

Muka Ziva sontak memucat, menunduk malu. Eh, jadi dia salah sasaran? Dia malah

menampar malaikat penyelamatnya? Dia ingin mengucapkan maaf, tapi gengsi.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel