Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Kamar Istimewa

“Pak Dalman, pergilah ke depan, temui Mama! Biar aku yang antar Ziva ke

belakang,” titah Ammar yang langsung dipatuhi Pak Dalman dengan mengangguk.

Pak Dalman menatap Ziva, lalu berbisik, “Seperti yang saya katakana, ini adalah

rumah majikan saya. Ingat Neng, kita orang kecil harus menjaga sikap. Saya hanya supir di sini,” ujar Dalman, pria berusia empat puluh tahun yang dulunya adalah tetangga Ziva.

Semenjak Ziva pindah rumah, Pak Dalman tidak lagi menjadi tetangga. Dulu pria di itu

adalah korban manis tempat Ziva sering membuli, pria itu sering mendapat hinaan dan cacian dari Ziva. Namun lihatlah, sekarang pria itu tetap bersedia membantu. Ziva malu sendiri jadinya. Dulu ia menjadi orang kaya yang angkuh dan tak tahu diri. Sekarang, Tuhan begitu cepat mengambil segala yang ia miliki hanya sekedip mata.

“Saya permisi, Tuan Muda!” Pak Dalman berlalu pergi.

Kini hanya tinggal Ziva dan Ammar yang berhadapan dan bertukar pandang.

Keduanya membisu.

Ziva menunggu Ammar mengajaknya beranjak dari sana, namun pria itu hanya diam dengan manik mata terfokus ke mata Ziva.

Tatapan Ammar membuat Ziva bertanya-tanya dalam hati. Apakah ada yang salah dengan dirinya?

“Ikut denganku!” titah Ammar setelah cukup lama hanya berdiam.

“Oke, Tuan muda!” Ziva mengangguk dan mengikuti Ammar menuju ke ruangan lain.

Kepala Ziva menoleh ke kiri kanan, menatap setiap sisi ruangan yang ia lintasi.

Rumah itu benar-benar megah dan luas, persis seperti rumah Ziva yang dulu. Ziva ingin menangis setiap kali melihat rumah mewah, sebab hal itu hanya akan membuatnya terkenang dengan rumah lamanya. Sampai detik ini, ia masih tidak yakin jika hidupnya kini berbanding

terbalik dengan kehidupannya yang dulu. Rasanya seperti mimpi.

Bruk!

“Aw!” Ziva memegang dadanya saat tanpa sengaja menabrak sesuatu di depannya.

Ia membelalak menatap Ammar yang berdiri mematung menghadap ke arahnya. Ya ampun, kepala Ziva asik memperhatikan ke kanan kiri sampai-sampai ia tidak sadar kalau Ammar yang berjalan di hadapannya itu ternyata sudah berhenti.

Ziva menggigit bibir bawah. Astaga, apa yang Ammar rasakan saat tadi Ziva

menubruk dada bidang itu? Ammar pasti merasakan sesuatu yang menonjol dan kenyal.

Buru-buru Ziva menurunkan tangannya yang mengelus dada akibat nyeri sesaat setelah menabrak dada bidang Ammar.

Sorot mata Ammar menatap Ziva sementara mulutnya membungkam tanpa

mengucapkan sepatah kata pun. Ziva jadi salah tingkah, tatapan Ammar ditambah suasana sepi membuatnya jadi semakin gugup.

“Kamar saya mana, Tuan Muda?” Ziva mencoba memecah keheingan.

“Ini!” Ammar menunjuk pintu di dekat mereka berdiri. “Masuklah dan lihat ke

dalam. Katakan saja kalau ada yang kurang.”

“Baik.” Ziva membuka pintu kamar lalu memasukinya.

Eit, tidak salah nih kamar pembokat seistimewa ini? Ranjangnya besar, spring bed king size, ada Ac, televisi nempel di dinding, lemari empat pintu, rak sepatu, bahkan ada kamar mandinya. Ziva mengernyit sembari membatin bingung. Ia tidak menyangka fasilitas asisten rumah tangga seistimewa itu, berbanding terbalik dengannya yang dulu memberikan

kamar khusus pembantu dengan fasilitas sederhana.

Ziva mengecek kamar mandi. Ada bathtub, shower, dan perlengkapan lainnya. Ziva tersenyum sambil bertepuk tangan kecil. Ia pikir, hidupnya akan semakin runyam dan menyedihkan setelah menjadi miskin, fasilitas hidupnya akan sulit dan

hidupnya pun susah. Tapi dengan menumpang hidup di rumah itu, Ziva kembali mendapatkan apa yang telah hilang dari hidupnya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel