Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bukan Pria Rapuh

Sesampainya di luar club, Ammar mendapati Jefri menyandarkan punggung di mobil miliknya sambil garuk-garuk dagu.

“Apa urusanmu dengan talita sudah selesai?” tanya Jefri sembari mengelus lengan Ammar prihatin.  Dia mengerti apa yangs edang dirasakan oleh sahabatnya itu.

Ammar menyandarkan punggung ke badan mobil kemudian tersenyum samar.  “Tidak ada pengaruh bagi hidupku.”

“Jangan menghibur diri.  Aku tau kau patah hati.  Dia wanita yang selalu mendampingimu dalam suka dan duka, bagaimana mungkin kau bilang tidak berpengaruh?”

Sorot mata Ammar menunjukkan emosi yang tak terbendung, namun lidahnya berkata, “Aku bukan pria rapuh.”

“Aku tadi meliat Talita masuk ke mobil bersama dengan laki-laki.  Lalu aku mengikutinya sampai akhirnya aku memergoki mereka berciuman di club.  Lalu pria itu mengajak Talita ke kamar.  Sepertinya pria itu sudah kenal dekst dengan pemilik club.  Maaf, aku ikut campur ke dalam masalah privasimu.  Sampai-sampai aku menguntiti wanita itu.  Sudah sejak lama aku curiga dengan Talita.”

“Jangan minta maaf.  Justru aku berterima kasih, berkat kau, aku tahu siapa Talita.  Seharusnya aku yang minta maaf karena selama ini aku tidak pernah mau dengerin kau.”  Ammar tersenyum.  Ia sadar selama ini Jefri kerap mengatakan kalau Talita bukanlah gadis yang tepat untuknya, bahkan Jefri juga pernah bilang kalau Talita memiliki kekasih selain Ammar.  Namun kepercayaan Ammar terhadap Talita seperti sudah utuh hingga ia hanya tersenyum setiap kali Jefri mengatakan hal itu.

“Wathever-lah, dunia masih berputar tanpa Talita.”

“Siip… Itu yang aku suka darimu.”  Jefri menepuk lengan Ammar.

“Aku pergi, ada kegiatan yang mesti aku kerjakan.”

“Hm.”

Mereka berpisah.

***

“Huuuufth…  Ya Tuhan, sampe kapan nasibku kayak gini?” Ziva merengek sendiri seraya menyetrika pakaian.  Sesekali jemari lentiknya menyapu keringat yang mengucur di pelipis.  

Hawa panas yang bersumber dari setrika membuatnya merasa gerah.  Sudah berkali-kali ia menyalakan Ac di ruangan itu namun tidak menyala.  Entah apanya yang rusak.  Mau sampai kapan ia berkutat di ruangan panas khusus penyetrikaan itu sementara ia butuh waktu sepuluh menit untuk menyetrika sehelai pakaian. 

Setiap kali selesai menyetrika sehelai pakaian, Ziva menoleh ke setumpuk pakaian menggunung yang menanti untuk disetrika.  Sudah lima hari pembantu yang bertugas menyetrika berhenti bekerja, dan pakaian sudah menumpuk selama lima hari.  Ziva juga mendapati setimbun pakaian anak kecil, tak lain pakaian Afiqa, adiknya Ammar yang masih sekolah TK.

“Oh my God, bisa gempor tanganku.  Baru sehari kerja udah gini banget nasib aku.  Gimana sebulan?  Apa iya aku bakalan betah?  Rugi banget aku nggak belajar nyetrika selama ini, jadinya repot gini.  Trus ini baju apa lagi, nih.  Modelnya ribet banget.  Gimana cara nyetrikanya?”  Ziva membolak-balikkan gaun milik nyonya besar di atas meja setrikaan.  Modelnya yang aneh membuatnya kesulitan harus memulai menyetrika dari mana.  Bahannya licin, dan Ziva sangat mengenal bahan itu.  harganya mahal, bro. 

Ziva juga memiliki pakaian dari bahan yang sama seperti baju yang dipakai oleh majikannya itu.  Hanya saja, ia tidak tahu bagaimana pembantunya dulu menyetrika pakaiannya itu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel