Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

7. Berbeda

“Bang…” panggil Bulan yang baru keluar dari kamar mandi

“Hah?”

“Kenapa?”

“Apanya?” tanya Awan bingung

“Abang kenapa?” tanya Bulan lagi

“Gue? Gapapa,” ujar Awan menggeleng

“Ehm…”

“Kenapa?”

“Eh enggak.”

~Hening~

Lagi-lagi suasana hening menguasai ruangan yang ditempati oleh kedua manusia berbeda jenis. ASING satu kata itu yang tepat untuk mewakili suasana saat ini tinggal disatu atap yang sama tapi terlihat seperti tidak saling mengenal satu sama lain.

Bulan hanya bersikap acuh, ia memilih untuk mempersiapkan bukunya yang akan dibawa besok lalu bersiap untuk tidur dan berkelana di alam mimpi yang lebih indah dari hidupnya.

“Bulan tidur duluan, good night Bang.”

“Night to adikku,” batin Awan

Awan hanya bisa membalas ucapan Bulan dalam hati, egonya terlalu tinggi untuk mengatakan secara langsung dua kata itu yang sudah lama tidak keluar dari mulutnya.

Keesokan paginya perempuan cantik itu sudah siap dengan tas yang ia jinjing di belakang punggungnya, hari ini bibirnya melengkung membentuk senyuman manis dengan segera dirinya menuruni tangga satu persatu untuk menuju pintu utama tapi tiba-tiba terdengar suara berat laki-laki yang memanggilnya dari arah ruang makan.

“BULAN!” teriak Awan menggelegar

“Itu suara Bang Awan kan, ada apa ya?” tanya pada dirinya sendiri lalu membelokkan tubuhnya ke sumber suara

“Iya?” jawab Bulan yang sudah tiba di ruang makan

“Makan!” titah Awan yang tidak ingin di bantah

“Hah?” bingung Bulan

“Makan!”

“Ehm aku makan di sekolah aja Bang,” tolak Bulan

“Makan!”

“Tapi…”

“MAKAN!” suruh Awan tertahan

Bak hewan peliharaan yang patuh dengan majikannya, perempuan cantik itu akhirnya menarik kursi yang ada di depan laki-laki itu. Dirinya gugup, untuk pertama kalinya sarapan bersama setelah beberapa tahun lalu.

“Bulan!”

“Ehm iya.”

“Makan!”

“Iya Bang.”

“Naik apa ke sekolah?” tanya Awan tiba-tiba

“Angkutan umum.”

“Hari ini gue antar sekalian gue ke kampus.”

“Hah?” beo Bulan dengan wajah kaget

“Lo tuli hah!” sindir Awan

“Gak usah Bang aku bisa naik angkot atau ojek,” tolak Bulan

“Don’t accept rejection, Bulan!”

“Tapi…”

“Gak ada tapi-tapian ayo berangkat nanti telat.”

Berkali-kali menolak tawaran dari laki-laki bertubuh atletis itu tapi semua hanya sia-sia karena apapun yang keluar dari mulut sang kakak tidak akan ada yang bisa membantah.

Selama diperjalanan hanya keheningan yang menemani mereka berdua, Awan yang fokus dengan jalan dan Bulan yang asik dengan pemikirannya sendiri. Sesampai di gerbang sekolah yang sudah sangat ramai dengan murid SMK Galaksi, semua mata mengarah ke mobil yang ditumpangi ia menjadi ragu untuk turun dan menjadi pusat perhatian para murid.

“Lo gak turun?”

“Iya sebentar.”

“Kenapa lo?”

“Malu tahu… Abang gak lihat mereka pada ngelihat ke arah mobil ini,” tunjuk Bulan ke arah luar

“Yaelah perlu gue antar sampai kelas hah?”

“Enggak!” jawab Bulan tegas

“Ya sudah sana turun!”

“Iya Bang… makasih tumpangannya.”

“Sama-sama,” “Ehm Bul,” sambung Awan

“Kenapa?”

“Lo pulang jam berapa?”

“Jam 3 sore.”

“Ehm nanti gue jemput.”

“Hah?”

“Sudah sana gue telat nih,” usir Awan kasar

“Eh iya iya.”

“Gue pengen jadi Abang yang baik buat lu Bul,” batin Awan yang melihat adiknya keluar dari mobil

Bulan masih dengan wajah terkejut sekaligus bingung dengan apa yang sudah terjadi pagi ini, melihat tingkah abangnya yang tidak seperti biasa membuat laki-laki itu sedikit aneh sampai ia tidak sadar jika namanya dipanggil beberapa kali oleh seseorang.

“BULAN!” teriak Velvet

“Astatang lu ngagetin gua aja sih.”

“Heheh ya mangap.”

“Maaf Vel bukan mangap,” ucap Bulan membenarkan

“Iya itu elah.”

“Ngapain pagi-pagi ngagetin gua?”

“Iseng aja habisnya masih pagi sudah melamun.”

“Siapa yang melamun sih,” elak Bulan

“Elu lah masa ikan piranha,” ucap Velvet asal

“Lawak banget lu pagi-pagi Vel.”

“By the way anyway busway tadi lu berangkat sama siapa? Pacar? Jahat lu gak cerita-cerita sama gua,” ucap Velvet merajuk

“Dih apaan sih jangan asal ngomong nanti jadi bahan gosip Rojali.”

“Sudah cantik gini dipanggil Rojali.”

“Ya bodo amat.”

“Aish siapa yang antar lu Bul kepo banget gua gara-gara satu sekolahan pada heboh,” pinta Velvet heboh

“Bang Awan.”

“Hah? Bang Awan? Abang lu Bul?”

“Yaiyalah Abang siapa lagi.”

“Kesambet di kuburan mana?” tanya Velvet ngaco

“Kurang ajar.”

“Habisnya aneh banget,” heran Velvet

“Namanya juga manusia Vel, sikapnya suka berubah-ubah jadi susah ditebak.”

“Iya sih tapi ini Abang lu Bul, gua jadi curiga.”

“Curiga kenapa?”

“Jangan-jangan ada maunya lagi.”

“Gak boleh nuduh orang gitu Siti.”

“Name siape lagi lu sebut Bul.”

“Nama orang lah ya kali nama hewan,” balas Bulan yang tertawa

“Ckk nyebelin banget sih lu Bul.”

“Lah baper.”

“Iya Bul gua baper belum sarapan.”

“Itu lapar Zaenab bukan baper.”

“Tuh kan nama siapa lagi itu Bul,” lirih Velvet

“Gak tahu.”

“Oh ya emang sudah ganti ya jadi lapar bukan baper lagi?” tanyanya polos

“Bodo amat lah Vel capek gua lama-lama.”

“Kalau capek tuh istirahat Bul jangan dipaksa untuk terlihat kuat.”

“Gak nyambung banget dih.”

“Gua ngomongnya benar ya Bul.”

“Sakarepmu lah Vel.”

Mereka tertawa bersama hingga bel masuk terdengar seantero sekolah dan memulai kegiatan ngajar mengajar.

Perempuan cantik itu memilih untuk fokus ke arah papan tulis mendengarkan guru yang mengajar tapi usahanya untuk fokus tidak membuahkan hasil membuat dirinya lagi-lagi kembali melamun.

“BULAN!” teriak Bu Nada

“Hah iya Bu?”

“Kamu melamun?”

“Iya Bu maaf.”

“Ada apa?”

“Tidak ada Bu… ehm saya izin ke toilet sebentar boleh Bu?” izin Bulan dengan sopan

“Boleh… silakan.”

“Terima kasih Bu.”

Bulan keluar dari kelas menuju taman belakang yang biasa ia datangi saat dirinya sedang butuh ketenangan, tempat ini sangat sunyi hanya ada dirinya di tempat ini.

“Bang Awan kenapa ya tiba-tiba jadi kayak gitu? Tumben banget ngajak ngobrol bukan cuma itu dia juga mau jemput aku sepulang sekolah nanti. Tapi dia benar mau jemput nanti sore? Apa cuma basa-basi aja kali ya, tapi nanti aku tungguin atau enggak?” ujarnya sendiri

Ada rasa senang yang tercipta saat dia memperlihatkan rasa peduli yang selama ini aku dambakan tapi kali ini aku tidak ingin membuat ekspetasi bahwa dia benar-benar peduli, aku trauma dengan rasa kecewa.

Tapi doa ku selalu sama, memiliki keluarga hangat yang lengkap juga menyayangiku dengan sangat seperti diri aku menyayangi mereka.

Tuhan…

Kabulkan permintaanku ini…

Sembuhkan rasa sakit yang selama ini mengerogoti tubuhku…

Tuhan…

Maaf jika diri ini selalu mengeluh setiap saat, maaf jika aku tidak bersyukur atas pemberianmu selama ini, maaf jika selama ini aku selalu menyalahkan takdirmu, maaf untuk segala kesalahan yang kuperbuat.

Terima kasih untuk semua pemberianmu yang tidak sesuai harapku…

Terima kasih…

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel