12. Keindahan Alam
Hari-hari berjalan seperti biasa, perempuan cantik itu menatap jalanan yang kosong dengan tatapan sendu dia melangkahkan kakinya sendirian ditemani dengan musik kesukaannya. Terlihat taman cantik dengan dipenuhi bunga yang beragam warna dan jenis juga ada beberapa kursi panjang yang menghadap langsung ke arah matahari terbenam.
“Kenapa baru tahu kalau di sini ada taman secantik dan seindah ini,” ujar Bulan
Bulan termenung melihat indahnya matahari terbenam yang berada tepat di depannya bahkan ia tidak sadar jika di sampingnya sudah ada seseorang yang ikut menyaksikan keindahan alam yang juga menggunakan seragam yang sama.
“Sampai segitunya.”
“MARS?” pekik Bulan kaget
“Biasa aja kali kagetnya heheh,” kekeh Mars
“Dari kapan lu di sini?” tanya Bulan
“Dari tadi heheh lu sih fokus banget sama senja.”
“Lu tahu dari mana gua ada di sini?”
“Tadi gua gak sengaja lewat terus lihat seragam kita yang sama jadi ya gua ke sini aja deh,” jelas Mars
“Oh gitu.”
“Gitu doang jawabannya?”
“Terus mau jawab apa selain itu?”
“Lu juga ngapain sore-sore di sini sendirian mana tempatnya sepi banget lagi.”
“Gak sengaja sih sampai sini.”
“Pulang yuk! Senjanya juga sudah selesai,” ajak Mars
“Iya.”
“Okey gua yang antar lu pulang,” putus Mars
“Eh enggak usah gua bisa pulang sendiri,” tolak Bulan
“Gapapa Lan lagian ini juga sudah malam gak baik perempuan jalan sendirian.”
“Oke fine gua mau di antar sama lu.”
Tapi sebelum mereka benar-benar pergi dari tempat itu ada seseorang yang menatap dari kejauhan, laki-laki itu pun mendekat mengarah ke mereka berdua dengan wajah dingin dan tatapan mata yang tajam.
“BANG AWAN!” pekik Bulan kaget
“BALIK!” ujar Awan tak ingin dibantah
“Maaf Mars gua balik sama Abang Awan.”
“Iya gapapa.”
“CEPAT!”
“Sana mata Abang lu sudah merah tuh,” bisik Mars
“BULAN!” teriak Awan kesal
“Iya Bang.”
“Abangnya Bulan seram banget sih dari kemarin marah-marah terus,” batin Mars menatap keperian Bulan
Dilain tempat suasana dalam mobil sangat mencekam, aura Awan mendominasi mobilnya sendiri sedangkan Bulan yang duduk di samping kemudi hanya bisa tertunduk karena takut.
Tiba-tiba Awan menghentikan mobilnya di pinggir jalan jauh dari taman tadi lalu memukul-mukul stir mobil dengan tangannya sendiri karena sangat kesal, Bulan yang bingungpun memilih bertanya dan hasilnya ia terkena amukan mulutnya yang pedas.
“Lo ngapain di sana sama laki-laki itu hah! Gue nyariin lo di sekolah gak ketemu tahunya malah di taman itu, gue kan sudah bilang nanti gue jemput harusnya lo tunggu sampai gue datang BULAN!” kesal Awan yang menekankan nama adiknya
“Umm tadi tuh Bulan jalan kaki sendirian.”
“Terus kenapa lo sama cowo itu hah!”
“Bulan gak tau dia tiba-tiba datang.”
“Bisa gak lo gak usah ngebantah omongan gue?”
“Iya Bang maaf.”
“Apa perlu gue siapkan supir sama bodyguard buat lo biar langsung pulang dan gak digangguin sama cowo tadi hah!”
“Hah? Bodyguard, enggak-enggak Bulan gak mau dijagain sama bodyguard.”
“Makanya dengarin omongan gue, ngerti gak?”
“Iya ngerti.”
“Kalau sampai gue lihat lo lagi sama dia siap-siap aja gue bakalan siapkan bodyguard sama supir.”
“Abang, aku sudah bilangkan kalau aku gak jalan sama Mars.”
“Gue gak mau dengar penjelasan lo.”
“Tapi Bang….”
“DIAM!” bentak Awan
Perempuan cantik itu memilih diam dengan wajah tertunduk, mobil pun kembali melanjutkan perjalanan yang tertunda. Lagi-lagi hanya keheningan yang tercipta diantara mereka berdua sampai di rumah pun Bulan langsung turun tanpa sepatah kata pun.
“Itu bocah benar-benar deh,” kesal Awan
Tanpa mengganti pakaian, perempuan itu langsung berkutat di dapur menyiapkan makan malam sebelum ayahnya benar-benar pulang. Dengan rambut yang terurai panjang, tangan yang sibuk dengan peralatan masak membuat dirinya kesusahan sendiri.
“Kalau mau masak itu rambutnya jangan lupa diikat dulu cantik,” kata Awan lembut
“Iya, makasih.”
“Kamu ngambek sama Abang?” tanya Awan yang memeluk dirinya dari belakang
“Lepas Bang! Bulan lagi masak.”
“Enggak mau sebelum kamu bilang kalau gak ngambek,” nego Awan
“Lepasin nanti masakan Bulan gosong.”
“Kalau gosong ya tinggal masak lagi,” ucap Awan santai
“Lepasin Bang!”
~Cup~
“Apaan sih Bang jangan cium-cium pipi Bulan!” ujar Bulan kesal
~Cup~
“Abang!”
“Gak usah teriak Bul.”
“Lepasin! Bulan mau ambil piring.”
“Jalan aja gak usah ngerengek kayak anak kecil gitu.”
“Lepas dulu kenapa Bang, Bulan susah ini jalannya.”
“Iya-iya Abang mandi dulu kalau gitu,” pamit Awan
“Hmm.”
~Cup~
“Ih alah.”
“Hahaha,” tawa Awan menggelegar
Matahari pulang dengan wajah lelah, lengan baju yang sudah digulung hingga ke siku, jas yang disampirkan di tangannya, dasi yang dilonggarkan juga kemeja yang sudah tidak serapih tadi pagi. Laki-laki paruh baya itu memilih untuk membersihkan dirinya terlebih dulu begitupun dengan Bulan.
Mereka semuapun makan malam bersama dengan hening hingga selesai dan meninggalkan ruangan itu tanpa ada kata-kata. Bulan memilih untuk mengerjakan tugasnya yang belum selesai dengan konsentrasi penuh akhirnya ia selesai dengan cepat dan tepat.
~Toktok~
“Bulan… Abang masuk ya.”
Terlihat wajah Awan yang tampan dengan hidung mancung, mata yang berwarna biru laut juga bibir merah muda yang tebal, uhh sexy sekali.
“Dipanggil gak nyaut sih lo Bul.”
~Hening~
“Lo masih marah sama gue?” tanya Awan
~Hening~
“Dih gue dicuekin.”
~Hening~
“Umm malam ini gue tidur di sini gak ada penolakan,” putus Awan
“Dih apaan sih Bang punya kamar sendiri juga.”
“Bodo amat.”
“Ngeselin banget sih, balik sana ke kamar sendiri jangan tidur di sini!” usir Bulan
“Gak.”
“Ah rese banget.”
“BODO!”
“Apaan sih,” kesal Bulan
“Hust tidur gue ngantuk.”
“Tidur di kamar sana!”
“Gak enak kalau gak ada lo Bul.”
“Ya sudah tukaran aja kamarnya.”
“Maksud lo?”
“Abang di sini, Bulan di sebelah gimana?”
“Enggak.”
“Kamar Abang berantakan?”
“Kata siapa?”
“Umm atau kamar Abang ada tikusnya ya?”
“Sembarangan aja lo kalau ngomong.”
“Terus?”
“Kalau di sini enak bisa peluk-peluk lo Bul kalau di sana gue sendirian ngenes banget.”
“Dih alasan aja kayak bajaj.”
“Tidur sudah malam.”
“Kata siapa masih siang.”
“Nyolot banget sih lo Bul.”
“Abang nyebelin.”
“Gue makan tuh pipi,” ancam Awan
“Pipi Bulan bukan makanan.”
“Kayak bakpau sih tembem banget.”
“Sembarangan!”
“Gak usah dimaju-majuin itu bibir mending tidur.”
“Bang.”
“Hmm.”
“Bang.”
“Hmm.”
“Abang…”
“Apa sih cantik?”
“Umm Abang tumben tidurnya gak telanjang dada,” ujar Bulan malu-malu
“Hah?”
“Heheh enggak jadi deh.”
“Lo kangen ya?”
“Umm…”
“Ya sudah gue buka dulu.”
“Pakai aja deh umm.”
“Benar nih pakai aja?”
“Ehh jangan deh.”
“Ya sudah tidur.”
Mereka berduapun tertidur dengan posisi saling berpelukan, wajah Bulan yang sengaja berada diceruk Awan dan Awan hanya membiarkannya sesuka hati.
