Kedatangan Beta Blackmoon Pack
Sebuah mobil mewah tampak melintasi pelataran mansion packhouse dengan terburu, membelah tumpukan salju yang lebat di malam hari.
Dari dalam sana, terlihat seorang pria yang keluar dengan terburu, diikuti dengan beberapa gamma dan petinggi packhouse yang menundukkan kepalanya hormat, tepat ketika pria itu melewatinya.
Kedatangan Beta blackmoon pack yang telah lama tingga di dunia manusia kini telah kembali.
Suasana di ruang tengah pack menegang ketika pria itu berjalan angkuh memasuki ruangan, diikuti dengan beberapa gamma terkuat yang ikut berjalan dibalik punggung kokohnya.
Beberapa warrior yang berkesempatan menyaksikan kedatangannya hanya dapat menunduk kaku ketika pria itu melewati mereka.
Aura yang menguar dari balik punggung kokoh itu seakan memaksa semua orang untuk tunduk dalam perintahnya.
Langkah kakinya yang tegas dan kokoh ketika memasuki pack membuat semua wanita yang berpapasan dengannya membeku.
Entah dalam tatapan tajamnya yang misterius atau dengan sosoknya yang begitu indah terpahat seperti dewa yunani.
Tak..tak..
Derap pantofelnya terdengar memantul diatas marmer, berjalan angkuh melewati setiap lorong packhouse.
Gaya elegan aristokrat seketika terpancar di wajahnya saat mengenakan kemeja putihnya, membuat otot eightpacknya terlihat menerawang jelas dari balik kemeja.
Rahang kokoh yang terpahat, tatapan mata yang tajam dan menghipnotis serta bibir seksi yang sudah berhasil membuat ribuan wanita bertekuk lutut di hadapannya.
Bahkan tidak bisa ditampik, semua wanita disana seketika terpana ketika melewatinya.
Sayangnya, tidak ada seorang pun wanita yang berhasil secuil saja mendekati hatinya yang memang terkenal sedingin salju abadi.
Mungkin hanya matenya nanti lah yang ditakdirkan bisa melakukannya.
Alasan kepergiannya ke dunia manusia juga hanya satu, untuk mencari matenya yang hilang.
Belahan jiwanya.
Tentu saja semua orang sudah mengetahui dengan jelas seberapa memujanya Beta terkuat itu ketika sudah membicarakan tentang matenya.
Dia yang sudah terbiasa mendapatkan segalanya sejak kecil. Kehormatan, kasih sayang, hingga kekayaan tanpa batas yang dimiliki keluarganya.
Tidak heran semua orang menghormatinya. Namun seakan sudah terbiasa, pria itu hanya mengangguk acuh, berjalan santai melewati lorong mewah packhouse.
Tanpa menghiraukan basa basi dari semua orang yang berpapasan dengannya.
Bagaimanapun juga mereka sangat mengetahui konsekuensi jika membuat kesal sedikit saja Beta blackmoon pack itu.
Aura kekuatannya yang sangat khas terlihat mendominasi ruangan, membuat beberapa tetua pack segera turun dari ruangannya.
Berusaha menyampaikan beberapa tuturan basa basi yang membuatnya muak.
"Dimana Samuel?"
Suara pria itu terdengar dingin, dengan tatapan tajam yang membuat semua orang tidak dapat berbohong padanya.
Gamma itu menunduk sopan, "Alpha sedang berada di kamarnya Tuan.."
Tanpa mengatakan sepatah kata apapun, pria itu langsung melenggang pergi, meninggalkan area tengah packhouse diikuti dengan beberapa gamma lainnya.
"Aroma manis apa ini..?" gumamnya pelan ketika melewati lorong packhouse. Dia memejamkan matanya perlahan, menikmati aroma vanilla segar yang mengambang di sekitar packhouse, bahkan semakin menguat hingga membuat tubuhnya perlahan rileks.
Seakan telah merindukan aroma itu sekian lama.
"Ada sesuatu yang kulewatkan sebelumnya?"
Gamma itu mengangguk ragu, "Alpha telah menemukan matenya Tuan.."
"Mate..?" tatapan pria itu terlihat menggelap. Dia mengepalkan tangannya kuat hingga buku jemarinya memutih, menahan rasa muak bercampur amarah di dadanya.
"Beraninya dia.." geraman rendah keluar dari bibirnya, diikuti dengan aura menekan yang kian menguat.
Dia menghela nafasnya pelan, merasa emosinya tidak akan terkontrol dengan mudah saat ini.
"Tinggalkan aku sendiri" titahnya mutlak sembari berjalan acuh, meninggalkan beberapa gamma di belakangnya.
Para gamma itu hanya bisa mengusap dada melihat kelakuan Betanya yang sesuka hati.
"Keselamatan dan kebahagiaan semoga tercurahkan kepada bulan klan werewolf" ucapnya sopan sembari menunduk dalam sebelum berangsur pergi, walau sebenarnya mereka tetap berjaga dari kejauhan.
Manik kelam pria itu tak henti hentinya memandangi area sekitar packhouse, mencari sesuatu yang menjadi tujuannya datang kemari.
"Ah sial! Kalau jalan pakai mata---"
Pria itu segera menoleh, mendapati seorang wanita yang terjengkang dihadapannya akibat tidak sengaja menabrak tubuhnya.
Sedikit menunduk, pria itu menatap lekat kearah sang wanita, merasa adanya aura aneh yang mengelilinginya.
"Maaf Tuan.." terlihat beberapa omega yang terburu mendekati sang wanita, membantunya untuk segera berdiri dari tempatnya.
Pria itu hanya menanggapi dengan tatapan dingin, sebelum berjalan acuh melangkahi sang wanita tanpa mengucapkan permintaan maaf sedikitpun.
Hari sudah mulai menjelang malam. Selama berputar di packhouse, tidak ada secercah petunjuk yang ditemukannya. Hanya terlihat berbagai perubahan yang menunjukkan pack itu sedang dalam masa kejayaannya.
Merasa usahanya sia sia, pria itu berjalan kembali ke kamarnya yang berada di paviliun tertinggi utama pack, bermaksud mengistirahatkan tubuhnya yang lelah selama perjalanannya kemari. Mungkin dia memang terlalu terburu.
Derap pantofelnya kembali terdengar menggema ketika melewati satu persatu anak tangga yang tertata indah. Langkahnya seketika terhenti ketika telah sampai di sebuah pintu berwarna putih keemasan. Dia menekan kenop itu perlahan, membuat decitan pintu pertanda terbuka segera terdengar.
Tangannya segera membuka kancing coatnya, meletakkannya diatas tiang penyangga khusus sebelum menukar pakaiannya dengan piyama yang lebih nyaman.
Bruk..
Pria itu segera membaringkan tubuh lelahnya diatas ranjang. Manik kelamnya sedikit melirik kearah salju yang bertiup kencang diluar.
Hatinya seketika gundah, ingatan kelam seketika berkecamuk didalam kepalanya. Dia segera bangkit, mengambil secangkir teh hangat yang telah dipersiapkan diatas meja.
Tatapannya secara tidak sengaja beralih kearah jemarinya yang dihiasi sebuah cincin merah delima.
Dia meletakkan cangkirnya diatas meja nakas. Beralih menyentuhnya perlahan. Manik kelamnya terlihat ragu, memancarkan berbagai perasaan dari dalam sana.
Helaan nafas pelan keluar dari bibirnya. Dia mengeluarkan cincin itu dari jemarinya, menaruhnya hati hati didalam kotak nakas.
"Hhh..." Dia kembali membaringkan tubuh letihnya diatas ranjang, menaruh lengannya diatas kening, menunjukan seberapa lelah dirinya hari ini.
"Bagaimana dirimu hari ini?" berbalik, pria itu meraih sebuah kertas yang disimpannya didalam dompet kecilnya, menampakkan potret seorang gadis kecil yang tersenyum lebar kearahnya.
Senyuman tipis terukir di wajahnya, kecupan kecil diberikan di wajah gadis mungil itu sebelum akhirnya ditaruh kembali dengan hati hati didalam nakas.
Matanya memberat, perlahan dia memejamkan matanya, berusaha melenggang menuju alam mimpi.
???
Pria itu terbangun, nafasnya memburu, diikuti dengan keringat yang semakin bercucuran dari pelipisnya.
Mendudukkan dirinya di sisi ranjang, helaan nafas berat keluar dari bibirnya. Tangan besarnya meraih segelas air putih diatas nakas sebelum menenggaknya hingga tandas.
Untuk beberapa saat dia terdiam, sebelum kembali memejamkan matanya perlahan, tergoda akan kantuk yang kembali menyerangnya.
"Siapa..pemilik aroma ini?"
Keningnya mengernyit, merasakan ada sesuatu yang lembut mengganggu indra penciumannya, membuat tubuhnya seketika bersemangat dipenuhi energi.
Matanya terpejam, menikmati harum vanilla yang terkuar dari seseorang.
Sangat manis..lembut
Dan familiar?
"Manis.." geraman rendah keluar dari sela bibirnya, diikuti dengan taring yang mencuat. Perlahan dia beranjak dari kursinya, aroma itu kian menguat, seakan memandunya agar terus berjalan mendapatkannya.
Manik kelamnya menatap kearah jendela yang sudah berganti malam hari, dengan bulan purnama yang bersinar terang dengan indahnya. Jauh lebih indah dibanding biasanya.
Seketika rasa panas yang membakar menyeruak dari dalam dadanya. Dia mencengkram dadanya kuat, berusaha menghentikan rasa panas yang kian menjadi di dalam dadanya.
"ARGHHH!!!"
Tubuh pria itu seketika menggelepar, mengejang kuat. Tangannya mencengkram erat sisi ranjang hingga rapuh menjadi debu.
Bulir bulir keringat memenuhi setiap inci tubuhnya, disertai raungan kesakitan yang memenuhi seisi ruangan.
Perlahan geraman rendah keluar dari bibirnya. Sangat berat disertai insting buas, manik kelamnya telah berganti semerah darah, diikuti dengan perubahan tubuhnya menjadi setengah serigala.
Menatap bulan purnama yang bersinar terang, pertanda awal dimulainya half shifter yang mengerikan.
KRAAAAKK!!!
"ARRGHHHH!!!"
Teriakan beserta raungan kesakitan berulang kali keluar dari bibirnya. Tubuhnya seketika mengejang kaku diatas ranjang, diikuti dengan taring tajam yang menyelinap keluar dari sela bibirnya.
Dia mengepalkan jemarinya erat, tangannya menutup telinganya rapat, berusaha meredam segala teriakan kesakitan yang seakan berteriak menggila didalam kepalanya.
Ingatan seseorang? Tetapi siapa? Bagaimana bisa segelap ini?
"..."
Pria itu segera melompat dari balkon packhouse. Manik semerah darahnya menyala. Seakan sangat tergoda dengan aroma gadis itu.
Langkahnya seketika terhenti ketika aroma itu semakin kuat. Sebelum menguar di satu tempat.
Dia tercekat, manik semerah darahnya menatap kaku seorang gadis yang tengah berdiri di hadapannya. Tengah memandangi bintang yang berkelip di malam hari.
Wajahnya yang polos tampak sangat menawan dibawah sinar rembulan.
Manik biru sang gadis begitu indah, sangat cantik seperti bola kristal. Namun tatapannya terlihat kosong, seakan menyembunyikan sejuta kesakitan dan keputusasaan didalam sana.
"Apakah..ingatan itu milikmu?"
Gadis itu tidak menjawab, hanya senyuman seindah mentari terukir di bibir manisnya.
Manik semerah darahnya berubah semula, tatapannya seketika membeku, jemarinya bergetar kaku, menyentuh lembut helaian lembut surai pirang madu gadis itu.
"Angeline.."
Brukk...
