Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Awal Kedatangan

Traaang!!!

BLAAAR!!

Terdengar bunyi pedang bergesekan, diikuti dengan ledakan besar dari tengah lapangan yang telah dihiasi cipratan darah segar.

Di tengah lapangan, terlihat seorang pria yang dengan santai menggerakkan jemarinya. Sesekali terdengar suara retakan tulang darinya, tepat ketika beberapa gamma itu menyerang kearahnya.

Aura yang dikeluarkan pria itu tampak sangat besar dan menekan, dengan kekuatan luar biasa yang terbentuk oleh latihan ekstrim yang sudah menewaskan ribuan jiwa ditangannya.

Jrass!! Jrass!!

Lolongan pilu bercampur raungan kesakitan terdengar menggema di tengah lapangan, diikuti dengan tubuh belasan gamma yang terpental ke segala arah, dengan cipratan darah yang tak lagi membuat gentar sebelum akhirnya kembali bangkit dan menyerang pria yang masih berdiri tenang di tengah lapangan.

Senyuman tipis terukir di bibir sang Alpha ketika melihat puluhan gammanya yang tampak mati matian menyerangnya.

Berusaha menorehkan sebuah luka di tubuhnya.

Kraaak!!

Bunyi tulang yang dipatahkan paksa kembali terdengar. Pria itu mengeluarkan jemarinya yang tajam, tanpa ragu sedikitpun menusukkan perut gamma itu dengan jemarinya.

"Terlalu dekat" ucapnya dingin, lalu sedetik kemudian tubuh gamma itu sudah terpental jauh hingga terkapar diatas tanah.

Walau tahu mereka tidak akan pernah menang sekalipun.

Latihan gamma blackmoon pack memang jauh lebih ekstrim dibanding pack lainnya. Sebagai pelatih yang dipersiapkan sebagai tangan kanan Alpha di pertarungan, tentunya mereka harus melewati latihan yang keras.

Tidak mudah mencapai tingkat gamma di blackmoon pack. Kekuatan mereka tidak perlu diragukan lagi. Mereka dilatih khusus oleh sang Alpha, mempelajari berbagai teknik serangan untuk menjatuhkan musuh dalam waktu singkat.

Walau begitu, tidak jarang diantara mereka yang mengundurkan diri. Latihan yang diberikan sang Alpha terlalu keras, tidak peduli tubuhnya akan hancur, jika waktu latihan belum selesai, mereka tidak diperbolehkan keluar sedikitpun dari lapangan.

Kematian adalah hal yang biasa disini.

Mereka mati untuk pack, dan hidup untuk melindungi pack dari setiap serangan.

Entah sudah berapa kali pria itu menyerang, bahkan hingga membuat keringat membasahi otot sixpacknya yang kecoklatan diterpa sinar mentari pagi. Dia berbalik, sedikit melirik kearah kondisi gammanya yang terlihat sangat menyedihkan.

Tangannya beralih mengambil sebuah saputangan dari sakunya, membersihkan tangan dan wajahnya dari cipratan darah beberapa menit yang lalu.

Kening pria itu berkerut, merasa terganggu dengan teriakan histeris para wanita yang memandanginya dari kejauhan.

Tidak heran, memang kondisinya saat ini mungkin terlihat sangat menggoda di kalangan wanita.

"Kalian tidak mengikuti latihan hanya untuk mendapat teriakan para wanita bukan?" sindirnya tajam dengan tatapan malasnya ketika melihat para gammanya yang tengah berbaring diatas rumput, dengan mata yang sibuk mencuri pandang kearah para wanita.

Para gamma itu terlihat gugup, berusaha mengalihkan dengan menyeka keringat dengan saputangan kecil.

Pria itu hanya menghela nafasnya pelan. Sejujurnya dia tidak dapat menampik rasa ketertarikan alami yang tengah dirasakan para gammanya. Tentu saja dia tahu rasanya ingin membanggakan diri didepan seseorang yang dicintainya, terutama jika seseorang itu adalah matenya, belahan jiwanya.

Cleo memukul dadanya berulang kali, berusaha menghilangkan rasa sesak di dadanya. Nafasnya memburu, dia membaringkan tubuh berkeringatnya diatas rumput segar yang berisi salju tebal.

Tidak usah ditanya alasan mereka berlatih di tengah cuaca ekstrim seperti ini. Jika sang Alpha menginginkannya, maka itu adalah perintah mutlak untuk mereka, apapun kondisinya. Beruntung suhu dan musim di blackmoon pack sering berganti akhir akhir ini.

"Apakah Raja memerintahkan kami untuk berperang lagi Alpha?"

Sang Alpha tidak menjawab, dia menyandarkan tubuhnya kearah batang pohon maple yang kokoh, berusaha melepas penat sembari menikmati gugurnya butiran salju yang menyapu lembut wajahnya.

"Tidak" jawabnya acuh, memilih untuk menangkap butiran salju yang berjatuhan dari ranting pohon.

"Alpha"

Pria itu terbuyar dari lamunannya, dia menoleh, menatap kearah gamma kepercayaannya yang tengah menatapnya dalam dengan gurat aneh.

"Apakah latihan barusan masih kurang untukmu?" tanya pria itu dengan seringai tipis, seakan sudah tahu dengan arah pembicaraan gammanya itu.

Cleo tersenyum kaku mendengar ancaman tersirat Alphanya itu, "Ti-tidak Alpha.."

Dia sedikit melirik kearah beberapa wanita bangsawan yang masih memandangi sang Alpha dari kejauhan, "Alpha yakin ingin menolak nona---AKH!!"

Cleo segera memegangi dahinya yang memerah. Dia menatap sang Alpha dengan tatapan kesal, "Saya seperti ini karena khawatir dengan Alpha.."

"Bagaimana dengan penerus---"

"Tidak usah khawatirkan kisah cintaku, lebih baik kau urus saja pengejaran matemu itu" potong pria itu jengah sembari beranjak dari duduknya.

Tidak ingin membuang waktu lebih lama lagi, pria itu kembali berjalan ke dalam packhouse. Bermaksud membersihkan tubuhnya yang memang terasa lengket dengan keringat.

Terlihat beberapa omega yang menyambutnya tepat ketika memasuki packhouse, memberikannya sebuah handuk kecil untuk mengelap keringat.

"Ada sesuatu yang terjadi selama aku berlatih?"

Omega itu menggelengkan kepalanya cepat, tatapannya terlihat ragu, dia menundukkan kepalanya dalam, "Nona Selene.."

"Selene? Kenapa dia?" tanyanya sembari meletakkan handuk itu di pundaknya, beralih mendudukkan dirinya diatas sofa.

Tangannya segera meraih secangkir teh hangat yang tersaji diatas meja sebelum menyesapnya perlahan, menikmati aroma mawar yang seakan mekar di dalam mulutnya, membuat rasa lelahnya seketika hilang, digantikan perasaan hangat dan damai.

"Nona sedang berbincang dengan tetua pack Alpha.." omega itu saling bertatapan, dia menunduk, merasa tidak sopan membahas hal sensitif seperti ini di depan Alphanya.

"Perihal Luna.."

Tubuh pria itu menegang kaku, dia meletakkan cangkir tehnya diatas meja, membuat dentingan yang cukup kuat.

Omega itu hanya diam membisu ketika sang Alpha dengan terburu melewatinya. Hati kecil mereka berharap jika kenyataan Luna itu benar adanya.

???

Langkah kaki yang bergesekan dengan salju di tengah malam terdengar menggema di tengah hutan.

Terlihat seorang pria berjubah kehitaman tengah berjalan tanpa arah ditengah salju.

Raut wajah pria itu tampak dingin, sangat dingin, seperti salju abadi yang beku.

Langkahnya terlihat gontai, beberapa kali dia terhuyung, memegangi pepohonan sebagai sandaran.

Dia terus berjalan, melawan arus angin salju yang lebat di tengah malam. Seakan tidak memiliki ketakutan apapun.

Langkah kakinya seketika terhenti, tepat di ujung tebing yang curam. Untuk beberapa saat dia membiarkan angin salju menerpa kasar wajah rupawannya.

Walau semua orang tahu, seberapa kuat dan menakutkannya aura yang menguar dari tubuh pria itu, menekan ke segala arah.

Bahkan tidak dapat dielakkan beberapa tumbuhan yang mengering terserap kekuatannya.

Tatapannya terlihat sayu, tanpa arah ataupun tujuan. Dia menatap kearah bulan yang bersinar terang, jauh lebih terang dibanding biasanya, tidak memedulikan rambutnya yang terus berkibar terbawa angin.

"Kumohon.."

Lututnya seketika lemas, membuat tubuhnya terhuyung diatas tumpukan salju. Tangannya mengepal erat, membuat buku buku jemarinya memutih.

Penyesalan dan amarah.

"Mengapa kau lakukan hal ini padaku..?"

"Aku sangat mencintainya.."

"MENGAPA KAU MENGAMBILNYA, MENGAPA?!!"

Suaranya terdengar serak, seakan menahan segala kekecewaan yang terpendam. Dia kembali menatap bulan yang tampak dekat, bermonolog dengan sang dewi ciptaannya.

"..."

Untuk beberapa saat pria itu terdiam, larut dalam pikirannya sendiri.

Hembusan angin musim dingin tak membuat pendengarannya terusik, dia kembali menajamkan pendengarannya. Berusaha meyakinkan dirinya sendiri jika bisikan halus yang didengarnya benar adanya.

Pria itu tertegun, kembali menatap kearah bulan yang bersinar terang, lalu tanpa menunggu sedikit lebih lama dia segera berlari, menuju tempat yang sangat diyakininya.

Dia sedikit mengusap wajahnya kasar, melirik kearah cincinnya yang berpendar kemerahan.

Tatapannya membeku, "Dia.. Masih hidup?"

???

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel