Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Dunia Yang Kembali

Di tengah dinginnya salju yang meremukkan tulang, terdapat seorang gadis mungil yang tengah berlari terburu.

Langkah kaki gadis itu terpincang, seakan sudah berlari lama sekali sebelumnya.

Butiran salju jatuh kian banyak di atas puncak kepalanya yang tidak tertutup apapun, disusul dengan pipi kemerahannya sebelum terjatuh dengan lembut diatas tanah.

Sesekali gadis itu menoleh ke belakang, tatapannya terlihat terburu, berusaha melihat jarak antara mereka.

Ya, antara dia dan rogue yang mengejarnya.

Siapapun tahu jika dia sedang bermaksud menyelamatkan hidupnya dari serangan monster malam berbulu hitam yang seakan tak lelah mengejarnya.

Entah untuk memakannya atau membawanya kembali ke tempat kelam itu. Apapun pilihannya, akhir yang tepat bagi gadis itu hanya satu.

Kematian.

"Hah..hah..."

Nafas gadis itu memburu, sesekali dia menoleh ke belakang, melihat seberapa jauh jaraknya dengan puluhan yang diyakininya rogue suruhan pamannya Roger yang sedang mengejarnya.

Ringisan pelan keluar dari sudut bibirnya yang sudah dirobek paksa ketika merasa jarak mereka semakin menipis.

Tubuhnya seketika bergetar ketakutan ketika rogue itu meneteskan liurnya, tampak sangat tergoda dengan darah beraroma vanilla segar yang sudah merembes dari dress putih kumal yang dikenakannya. Keluar menyusuri pelipis dan kakinya yang seputih salju.

Beberapa kali dia terjatuh, ataupun terpental menabrak rerantingan pohon, namun tetap tidak menghilangkan semangatnya untuk dapat bertahan hidup.

Ya, gadis itu masih memiliki satu tujuan.

Alasan yang menyebabkannya bertahan hingga sejauh ini.

Hanya sekuat yang dia bisa.

Wajah rupawan gadis itu kini sudah kotor oleh darah, diiringi dengan rambutnya yang lepek terkena darah.

Walaupun begitu, tetap tidak bisa di tampik penampilan sang gadis yang benar benar cantik seperti bidadari. Bahkan aroma vanilla yang menguar dari tubuhnya cukup untuk membangunkan penghuni hutan ini.

Brukkk...

"Akhhh..." teriak sang gadis, tatapannya tergesa, tanpa memedulikan kondisi kakinya yang sudah membiru bengkak, dia segera bangkit terus berlari menyusuri lebatnya salju. Walaupun langkah kakinya sudah terhuyung, tak kuasa menahan beban tubuhnya.

BRAKKK!!!!

Tubuh mungil sang gadis seketika terpental, menabrak beberapa pepohonan sebelum akhirnya tergeletak lemas diatas tanah.

Tatapannya tampak sayu, menatap lemah puluhan rogue yang mengelilinginya.

Air liurnya yang menetes kini tidak membuat tubuhnya gemetar.

Rasa takut yang selalu menghantuinya seketika menghilang, digantikan dengan rasa pasrah.

Rogue itu menyeringai keji, perlahan berjalan kearah sang gadis yang telah tersungkur lemas diatas salju.

Geraman rendah tanda peringatan segera berbunyi ketika para rogue itu melolong bersahutan, seakan menunjukkan jika mereka telah berhasil mendapatkan buruan.

Darah gadis itu seketika berdesir ketika salah satu diantara rogue itu menindih tubuhnya, dengan cakar yang terangkat tinggi. Perlahan gadis itu memejamkan matanya, menunggu detik demi detik kematian yang akan menghampirinya.

Lagipula keluarganya sudah terbunuh.

Lalu untuk apa dia hidup Jika tujuan hidupnya sudah hancur?

Ah, masih ada satu harapan, dia harus menemukan matenya.

Satu satunya harapan terakhir untuknya.

Tujuan hidupnya, hidup dan matinya.

Gadis itu tidak meminta mate seorang Alpha atau Beta, dia hanya ingin matenya menerima dirinya apa adanya, dan itu sudah lebih dari cukup.

Dia tidak boleh menyerah sekarang.

Kening gadis itu sedikit berkerut, merasa tidak adanya pergerakan dari rogue diatasnya.

Bulan terlihat jauh lebih terang malam ini, samar samar gadis itu dapat melihat bias seorang wanita cantik diatas sana, tengah tersenyum hangat kearahnya.

Jemari gadis itu memutih, dia masih berusaha mengumpulkan sisa tenaganya, sedikit saja hingga membuatnya tersadar, satu mantra terakhir,

"E-eliquera estamio jeft"

Bias kemerahan meliputi tubuh rogue itu, membuat tubuh mereka seketika tumbang diatas salju.

Walau efeknya tidak akan lama tapi waktunya akan cukup menuju Blackmoon pack.

Tidak ingin menyia nyiakan waktu, sang gadis kembali bangkit. Langkahnya terseok seok, diikuti dengan nafas yang melemah dan wajah memucat.

Harapan gadis itu hanya satu, pack tersebut mau menerima dirinya.

Dengan nafas terengah engah, gadis itu memaksakan dirinya untuk terus berlari, mengabaikan rasa sesak yang sangat menyiksa di dadanya.

Tubuhnya memang sangat lemah, mungkin karena ini adalah kali pertamanya menginjakkan kaki di dunia luar.

"Hhh..hh..shh.." nafas gadis itu berbunyi nyaring, dengan tubuh yang perlahan melemas. Dia terus memegangi dadanya yang terasa sangat sesak, tangan mungilnya memukulnya perlahan, berharap sesak di dadanya berkurang.

Walau sebenarnya dia tahu, tidak, sangat tahu. Waktu kesadarannya hanya tersisa sebentar lagi.

Hari sudah sangat menggelap, diikuti dengan angin yang berhembus kian kencang, disertai dengan salju berat yang dibawanya.

Badai salju.

Terdengar beberapa gemerisik hewan hewan yang berlarian memasuki tempat persembunyian, berusaha menghangatkan tubuh mereka di balik celah pepohonan yang rindang.

Gadis itu hanya mampu menatap sayu sekeliling hutan lebat yang sudah sangat gelap. Dia hanya terus berlari dan berlari, tanpa memedulikan kondisi kakinya yang sudah membiru mati rasa karena menginjak ranting pohon yang tertutup salju tebal.

Tidak ada ringisan ataupun keluhan yang keluar dari bibir ranumnya yang dihiasi robekan darah segar, dia hanya terus berlari semampunya, hanya sekuat yang dia bisa.

Sungguh dia sudah sangat lelah dengan semua ini.

Bisakah..dia meminta secercah kebahagiaan?

Akhir ini..bisakah dia mendapatkan akhir yang bahagia seperti didalam dongeng pangerannya dulu?

"Auuuuuu!!!! Auuuuu!!!"

Punggung rapuh gadis itu seketika menegang kaku. Perlahan dia menoleh, iris birunya membesar ketika melihat sekumpulan rogue yang sudah berlari menyusulnya.

Yang bisa dilakukan sekarang hanyalah berusaha memulihkan tubuhnya yang sudah kacau agar tetap sadar sampai gerbang blackmoon pack.

Brakkk!!

"Aaakh..uhuk.."

Tubuh mungil sang gadis seketika terpental jauh. Tepat ketika Rogue itu mendorong tubuhnya kencang ke sebuah pohon hingga menimbulkan suara retakan tulang.

Gadis itu memegangi dadanya yang terasa semakin sesak dengan darah di sekitar bibirnya lalu sedetik kemudian tubuhnya ambruk diatas tanah.

Iris birunya menatap rogue itu dengan tatapan pasrah. Apapun yang dilakukannya tidak ada gunanya sekarang. Gadis itu hanya tinggal menunggu kematiannya saja.

"GRRR.."

Gadis itu terdiam ketika rogue rogue itu berputar mengelilinginya. Tubuhnya bergetar, merespons rasa ketakutan dan kalut dari pikirannya. Pikirannya terasa kosong, bahkan bibirnya terasa kelu untuk mengucapkan sepatah permohonan.

Tangan mungilnya mencengkram tanah di bawahnya, berusaha menyalurkan rasa sakit yang mangalir di sekujur tubuhnya.

Sesekali ringisan kecil keluar dari bibirnya, diikuti dengan darah yang semakin merembes membasahi dress putih polosnya yang kumal.

"Akkh...akkh.." ringisan pelan keluar dari bibir sang gadis, iris birunya menatap lemah seekor rogue berwarna hitam menyerangnya lalu mendorong tubuhnya hingga kembali terpental diatas tanah.

Dia berdiri diatas tubuh sang gadis ,bibirnya mengukir seringai sadis sesaat sebelum jari jari hitam penuh racun miliknya menyayat acak punggung sang gadis hingga mengeluarkan darah segar berwarna hitam yang bercampur racun.

Teriakan demi teriakan pilu keluar dari bibir sang gadis, membuatnya berusaha memberontak. Kaki mungilnya berusaha menendang rogue itu. Namun nihil, tubuh mungilnya sama sekali tidak bisa berkutik dibawah kekuasan rogue yang memang jauh lebih besar dibandingkan tubuhnya.

Racauan pelan berkali kali keluar dari bibirnya, seakan menyalurkan rasa sakit tiada henti didalam tubuhnya yang hancur.

"Hhh..hh..olong..olong.."

Suara gadis itu terdengar ringkih, sekarat dan pilu. Gadis itu hanya berusaha mengeluarkan suaranya di detik terakhir sebelum kesadarannya menghilang.

Harapannya saat ini hanyalah agar dia dipertemukan dengan mate yang mencintai dan menyayanginya.

Namun sepertinya impian itu akan berubah menjadi abu.

"Maf..maf.."

Sang gadis menutup matanya perlahan, menyembunyikan netra biru terang itu dalam. Keringat dingin bercucuran dari pelipisnya, menandakan racun didalam tubuhnya sedang bereaksi.

Brukk!!

"Mate.."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel