Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2. Bukan Kupu-kupu Malam

"Pak Riko?" cicitnya pelan. Ia masih tidak percaya dengan siapa yang ada di sampingnya.

"Apa sih?" tanya Pria itu tanpa membuka mata. Ia malah memiringkan tubuhnya. Entahlah pria itu sadar atau tidak dengan apa yang sudah terjadi semalam. Harusnya Aurel yang marah pagi itu, tapi kenapa Riko yang tantrum. Aneh!

Saat itu, Aurel hanya bisa menghela nafasnya berat, Ia menatap dosennya dengan pikiran yang mulai gemuruh. Rasanya ia ingin menangis, saat itu. Bayangkan saja ia bangun dalam posisi tanpa busana, dan di sampingnya ada dosennya yang juga tidak berbusana. Hanya selimut tipis yang menutupi tubuhnya.

"Ya Allah, apa yang terjadi padaku?" batinnya mulai panik, resah dan gelisah.

Ia menatap kembali tubuh Riko yang kini sedang di miringkan memunggungi dirinya itu. Ia takut untuk bertanya. Akan tetapi ia harus melakukannya.

"Pak, apa yang terjadi semalam. Kenapa saya bisa disini?" tanya Aurel. Mati-matian dia menahan tangisnya yang seolah akan pecah dalam satu kedipan mata saja. Bukan hanya itu dia takut sekali. Kenapa pria di sampingnya itu biasa saja, seolah tidak ada yang terjadi sebelumnya?

Sungguh ia bukan gadis bodoh dan polos. Ia tahu apa yang terjadi semalam. Apalagi tampilan mereka berdua yang tidak berbusana sama sekali. Akan tetapi, sungguh! Aurel tidak ingat apapun tentang semalam. Yang di ingat semalam, dia di kafe sebelah, dan apakah dia tidak sadarkan diri semalam? itu yang kini ada di pikirannnya.

"Kamu sudah ada di sini, sejak sama menyewa kamar ini," jawabnya tenang saja. Seolah tidak ada apapun yang terjadi semalam.

"Apa? saya disini? tidak mungkin." Aurel menggeleng pelan. Rasanya tidak mungkin dia ada di hotel, sedangkan ia terakhir kali ada di kafe menunggu pacarnya yang ternyata tidak datang dan hanya menyerahkan sepucuk surat perpisahan lewat waiter. Sungguh tidak gantle dan tidak sopan. Tidak mencerminkan sebagai laki-laki sejati.

"Tidak mungkin gimana? nyatanya memang begitu. Oh iya, apa jangan-jangan selain menjadi menjadi asisten dosen saya, kamu juga menjadi kupu-kupu malam ya?" tuduh pria itu, sembari bangkit dari tempat tidurnya.

"Ha? kupu-kupu malam? ck! anda pasti yang membawa saya kemari?" tuduh Aurel.

"Tidak, mari saya ceritakan!" jawab Riko tampa beranjak sedikitpun.

"Ceritakan tentang apa? anda pasti kan yang sudah membawa saja ke kamar ini?" Aurel mulai meninggikan suara satu oktaf. Tidak mungkin dia bisa berjalan dari kafe sampai kamar hotel itu dengan kondisi pingsan seperti semalam.

"Hai, kamu pikir saya bernafsu melihat kamu. Selera saya tinggi. Semalam saat saya masuk ke kamar hotel ini. Kamu sudah ada disini," jelas Riko.

"Apa? pasti Anda bohong! Anda pasti berkilah kan?" tanya Aurel lagi. Perempuan cantik itu tentu saja tidak percaya.

"Tidak percaya ya sudah. Tapi saya rasa kamu selain jadi asisten dosen di kampus, kamu menjadi kupu-kupu malam juga ya?" tanyanya malah menuduh balik Aurel.

Deg

Mendengar ucapan dosennya itu, seketika darahnnya mendidih, dan jatungnya berdetak lebih cepat. Rasa kagum yang selama ini Aurel bangun, pupus. Ia tidak menyangka dosen yang sudah ia bantu dua tahun lamanya itu, tega berkata demikian pada dirinya. Apa seburuk itu dirinya, sampai dijuluki kupu-kupu malam? Dan satu lagi yang masih tidak masuk akal di kepalanya. Kenapa dia ada di kamar hotel itu? apa ada yang sengaja menjebaknya? tapi siapa?

Aurel langsung menangis kala itu. Rasanya ia tidak percaya dengan semua yang keluar dari mulut pria itu.

"Cukup, Pak Riko! Cukup! Saya bukan kupu-kupu malam. Kalau semalam ada sesuatu yang terjadi di antara kita. Itu berarti anda yang mengambil kesucian saya. Anda benar-benar jahat!" maki Aurel sembari turun perlahan dari ranjang itu. Area intinya sangat sakit, bahkan tubuhnya juga penuh dengan cupang. Entah bagaimana pria itu menikmati tubuhnya semalam. Ia kini hancur sehancur-hancurnya.

Riko hanya diam. Ia langsung ke kamar mandi. Ia mencoba untuk tidak peduli dengan Aurel. Sungguh tampaknya dia tidak punya hati. Apakah dia tidak berpikir bagaimana nasib Aurel setelah ini?

Sementara di kamar itu, perlahan dengan air mata yang terus menetes dari kedua matanya. Aurel menggenakan pakainnya kembali. Perempuan cantik itu langsung mengambil tasnya, dan keluar dari sana. Ia mencoba berjalan pelan, area intinya benar-benar sangat sakit sekali sekarang.

"Ya Allah, kenapa nasibku seburuk ini," gumamnya lirih.

"Kenapa aku bernasib seperti ini Ya Allah, kesucian ku telah terengut, dan aku diputusin Dion. Apa aku memang di lahirkan untuk tidak bahagia?" sambungnya dalam hati kembali.

Ia tidak peduli dengan tatapan orang-orang yang seolah mengejek dirinya yang begitu berantakan hari ini. Semua pandangan orang seolah menghina dan menghakimi dirinya. Aurel hanya bisa menunduk, dan terus melangkahkan kakinya perlahan.

Setibanya di depan hotel, Aurel langsung menghentikan taksi yang sedang lewat.

"Taksi, taksi..."ucapnya sembari menggerakan tangannya, agar taksi itu berhenti.

Taksi itu berhenti. Aurel langsung masuk, dan minta di antarkan ke apartemennya.

Aurel duduk terdiam di kursi belakang taksi, menatap jalanan yang berlalu di sampingnya. Pikirannya melayang kembali ke malam yang penuh kebingungan, ketika semua terasa begitu samar dan misterius. Kenapa ia bisa terbangun di hotel? Seharusnya, malam itu ia pulang setelah dari Kafe itu. Namun kini, semua itu terasa seperti kenangan yang kabur.

“Mbak sudah sampai!” suara driver taksi itu membuatnya tersentak dari lamunan.

“Oh, eh… iya, Pak,” jawabnya, sedikit kaget.

Aurel merogoh tasnya, mengambil uang dan memberikan kepada pria paruh baya yang mengemudikannya. Ia menatap pria itu sejenak, seolah ingin bertanya tentang apa yang terjadi semalam, tetapi lidahnya terasa kelu. Dan, dia pasti tidak akan menemukan jawaban apapun. Kecuali pria itu cenayang.

"Ya Allah, apapun yang terjadi. Tolong bantu aku Tuhan!" batin perempuan cantik itu dengan penuh harap.

Setelah membayar, Aurel keluar dari taksi dan melangkah menuju unit apartemennya. Setiap langkah terasa berat, seolah ada beban tak kasat mata yang menghimpit dadanya. Ketika ia membuka pintu dan melangkah masuk, aroma familiar dari apartemen menyambutnya, tetapi hari ini, semua terasa berbeda. Seperti ada yang hilang.

Aurel melempar tasnya ke sofa dan berjalan ke jendela. Ia menatap keluar, melihat gedung-gedung tinggi yang menghalangi pandangannya. Kenapa? Siapa yang membawanya ke hotel? Pikirannya terus berputar dalam lingkaran, mencoba merangkai potongan-potongan teka-teki yang hilang.

"Siapa yang membawa ku ke hotel? dan bagaimana bisa Pak Riko meniduri ku?" batinnya dengan tangisan yang kini tidak bisa ia tahan kembali.

Kenyataan ini terlalu sakit untuk dirinya. Rasanya ia tidak sanggup menjalani hari-hari berikutnya. Apalagi kalau yang semalam menyisahkan benih di rahimnya. Ah makin hancur saja hidupnya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel