Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3

“Lehermu kok merah-merah?’’

Amel beringsut malu dengan pertanyaan Abangnya. Dia langsung menutup lehernya itu dengan tangan dan langsung pergi dari hadapannya.

Arya Ajinomoto hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah adik perempuan nya itu. Rara yang tadinya sedang asyik bermain Barbie sekarang malah cemberut.

“Rara kenapa sayang…kok muka princessnya papah berkerut?’’ Arya mengangkat putrinya itu ke atas pangkuannya.

“Papah! Bukan berkerut tahu…tapi…cemberut!’’ tukas Rara sembari menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

“Hehehe, iya, iya, kok cemberut Nak…ada apa? Sini cerita sama papah.”

“Rara pengen punya teman di rumah, punya teman main yang selalu ada buat Rara, Rara juga pengen punya mama pah…”

Anak itu merundukkan kepalanya dengan mata yang begitu sayu. Arya bingung mau jawab apa soal permintaan dari putrinya. Di rumahnya ada pembantu, ada Amel dan, satpam dan dirinya. Setelah kematian istrinya, Arya tidak pernah berpikiran akan menikah lagi.

“Kenapa Rara ngomong begitu Sayang…di rumah kan ada Tante, ada mbok Siti ada papah dan yang lainnya juga.”

“Iya Pah tapi, nggak ada yang bisa diajak main bareng Rara. Tante sibuk juga kan kalau nggak malam nggak pulang, mbok Siti ngurus rumah, papah kadang ngurus pekerjaan papah, aku juga pengen punya teman papah…”

Arya terdiam sejenak memikirkan apa yang dikatakan oleh putrinya. Dia merasa apa yang dikatakan oleh Rara benar. Anak sekecil itu pasti butuh teman yang bisa dia ajak bermain dan perlu juga ada yang merawatnya karena Arya juga kadang sibuk memantau perusahaannya meski dari laptop dan stay di rumah.

“Pah, papah!’’

Rara menarik-narik lengan baju papahnya yang tampak diam sedang memikirkan sesuatu.

“Eh, iya Sayang…nanti papah akan Carikan baby sitter buat Rara yah, semoga kamu dapat teman yang baik nantinya.”

“Makasih papah, Rara sayang banget sama papah!’’ putri kecil itu berhambur memeluk papahnya dengan perasaan senang yang tidak terkira. Arya juga ikut gembira melihat senyuman riang di wajah putrinya. Bagi Arya kebahagiaan putrinya yang paling utama.

***

Malam telah tiba, pemetik waktu menunjukkan pukul 8 malam. Malam ini Hanum berjanji dengan temannya untuk membawanya bertemu dengan orang yang akan memberikannya pekerjaan. Dia mendapatkan berita ini dari teman kampusnya yang bekerja di sebuah cafe.

Hanum harus berjuang di kota besar ini untuk membantu biaya pengobatan ayahnya dan juga untuk kelanjutan hidupnya. Dia tidak mau bergantung lagi pada Bara dan tidak mau berhubungan lagi dengan pria itu.

Hanum bersiap-siap untuk berangkat ke alamat yang sudah dikirimkan oleh temannya itu. Dia merasa sangat bahagia karena sebentar lagi akan mempunyai pekerjaan. Kuliahnya juga sebentar lagi akan kelar dan butuh biaya banyak untuk wisuda nanti.

Perjalanan ke cafe itu berlangsung hingga satu jam lamanya. Suasana malam semakin larut dengan cuaca yang dingin sekali sampai menusuk ke tulang-tulang. Untung saja Hanum membawa sweater tebalnya.

Setelah tiba di alamat yang dikirimkan oleh Rani, temannya melalui Gugel maps di WhatsApp Hanum merasa tidak nyaman dengan tempat itu. Terlihat dari luar saja seperti cafe remang-remang. Hatinya merasa ragu dan jantungnya berdegup kencang saat akan masuk ke dalam sana. Namun, mengingat bahwa Rani adalah teman kampusnya Hanum merasa bahwa tidak mungkin temannya itu menjebaknya.

Dengan berat hati, dia pun melangkahkan kakinya ke dalam. Matanya liar melihat ke sekeliling cafe yang penuh dengan orang-orang yang berpesta pora bahkan tidak sedikit dari mereka yang tengah mabuk. Hanum terus mencari keberadaan Rani dan mengirimkannya pesan kalau dia sudah ada di dalam cafe.

“Ya Tuhan…Rani bekerja di tempat seperti ini? Nggak salah nih?’’ ucapnya sendiri. Dia menatap risih pada orang-orang yang berdance di sana sambil bersorak-sorak.

Tiba-tiba saja Rani memegang pundaknya dari belakang. Hanum langsung berbalik badan dan tersenyum melihat temannya itu sudah ada di sana.

“Kamu kerja di sini Ran?’’ tanyanya heran.

“Hooh.’’ Rani menganggukkan kepalanya. Hanum sudah merasa agak lain tapi, dia menepis semua pikiran negatif tentang temannya itu.

“Ayo aku kenalkan pada orang itu. Habis itu aku mau kerja lagi,” ajak Rani.

Hanum pun langsung menurut saja sambil berjalan di belakang Rani.

Rani membawanya pada pria bertato dengan tubuh yang kekar. Dilihat dari penampilannya seperti seorang mafia dengan wajah yang tampak garang.

“Bos ini orangnya,” ucap Rani sembari memperkenalkan Hanum. Pria bertato itu memindai penampilan Hanum dari atas sampai ke bawah. Matanya yang memandang penuh nafsu sembari memijit-mijit dagunya. Sepertinya pria bertato itu menyukai Hanum.

“Kenapa dia memandangku seperti itu Ran?’’ bisik Hanum pada temannya.

“Sudah, nggak apa-apa kok. Kamu di sini yah aku tinggal dulu mau lanjut kerja.”

Rani langsung pergi sembari mengacungkan jempolnya pada pria itu.

Pria berotot itu melangkah cepat ke suatu tempat dan Hanum pun mengikutinya. Bathinnya sudah menolak tapi pikirannya tetap mengikuti karena ambisinya untuk mendapatkan pekerjaan.

Sampailah mereka di sebuah kamar dengan lampu yang remang-remang. Dalam hati Hanum sudah merasa ada yang tidak beres akan tetapi dia tetap berusaha untuk tidak berburuk sangka pada temannya itu. Pria asing yang membawanya itu pun masuk ke sana. Hanum memanggilnya dan bertanya tapi pria itu hanya menjawab, “kamu mau kerja kan?’’ Hanum pun mengangguk dan tidak banyak tanya lagi.

Tubuhnya sudah mulai bergetar, perasaannya takut, gelisah bercampur aduk melihat gerak-gerik pria itu. Saat sudah memasuki kamar pria itu langsung mendorong Hanum ke atas ranjang dengan kasar. Ternyata Hanum di jual oleh temannya itu pada pria ini.

“Astaga!’’

Hanum merasa takut sembari berusaha untuk kabur. Namun, tubuh pria yang besar dan kekar itu menahan Hanum. Dia sudah tidak sabar untuk melancarkan aksi b3jatnya.

Saking tergesa-gesa nya pria itu lupa mengunci pintu kamar mungkin karena udah kebelet kali yah. Hanum berontak tidak mau melayani nafsu bejat sang pria tak di kenal itu.

“Tenang baby….ini akan nikmat kok dan aku akan membayarmu mahal…come on, mari bersenang-senang, hahaha.”

“Tidak, tidak jangan lakukan itu,” ucap Hanum memohon. Apa yang ia takutkan kejadian juga. Dia berusaha sekuat tenaga agar bisa lepas dari cengkeraman pria bertato itu. Pria itu terlihat seperti singa yang kelaparan bersiap menerkam mangsanya. Hanum merasa hidupnya akan hancur saat ini, dia tidak menyangka bahwa Rani tega melakukan ini padanya.

Tangan pria itu perlahan menyentuh kaki Hanum yang begitu mulus dan putih membuat hasratnya semakin bergejolak.

“Tolong, tolong, jangan,” titah Hanum terus memohon.

“Tidak akan ada orang yang menolongmu, lebih baik kau diam dan nikmati permainan ini!’’

Brak!

Pria itu berhasil merobek lengan baju sebelah kanannya. Kekuatan pria itu lebih besar dibandingkan Hanum yang memiliki berat badan 55 kilo dan tinggi badannya sekitar 165 centimeter.

Brugh!

“Sial!’’ ucap pria kekar dan berotot itu yang merasakan sakit di kejantanannya akibat tendangan kaki Hanum yang masih mengenakan heelsnya.

Hanum berhasil lolos dari cengkeraman pria itu dan berlari secepat mungkin untuk menghindar. Namun, pria itu tentu tidak membiarkannya begitu saja.

“Mau kemana kamu cantik? Ayo dong…kamu tidak akan bisa lari dari aku…”

Hanum semakin ketakutan, badannya menggigil, dia tidak tahu harus bagaimana lagi. Dia juga tidak menemukan Rani ada dimana. Lagi pula yang terpenting saat ini adalah dia bisa bebas dari pria hidung belang itu.

“Come on baby, ayo sini, sini!’’ ucap pria itu sembari terus berlari. Hanum melepaskan heelsnya agar bisa lebih cepat berlari.

“Oh Tuhan tolong aku,,,”

Pria itu semakin dekat dengannya, Hanum bersembunyi di balik mobil agar pria itu tidak melihatnya.

“Shiit! Kemana dia perginya! Awas kau yah!’’ pekik pria itu.

Hanum melihat kakinya dari kolong mobil tempatnya bersembunyi. Ternyata pria berotot itu ada di sampingnya. Detak jantung ketakutan Hanum semakin kencang.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel